Chapter 3-Wanna Know You

38 5 9
                                    

Kututup kembali tirai jendela pink di kamarku. Aku memilih berkumpul di ruang tengah bersama hangatnya kebersamaan.

Di sana sudah ada Oma, Papa, Mama, dan Kak Farel menyeruput teh bunga melati hangat buatan Bi Surti.

"Miawww."

Bluffy mengusap-ngusap bulu halusnya pada betisku. Menggemaskan sekali. Aku menggendongnya dan menaruhnya di pangkuanku, dia menggeliat manja ingin bermain.

Kak Farel diam-diam mendekat. Menyodorkan sesuatu di tangannya. Reflek aku bangun dan tak sengaja melempar kucing malang itu ke lantai.

"Kakak, ih jorok!"

Aku memukuli Kak Farel yang memberikan hasil pancingan hidungnya yang sudah seperti tempat pembuangan sampah itu.

Dia meringis-ringis kegelian minta ampun.

"E-e-eh udah udah, sakit tau!"

"Bodo."

"Kejem amat situ, Dek."

Aku menjulurkan lidah, mengejeknya.

"Lagak-lagaknya dah naksil seseorang di sekolah nih, Adekku Cayang."

Tuh, kan! Dia selalu saja menyambungkan segala hal dengan lelucon bodohnya.

Aku melotot galak ke arahnya.
"Bodo! Yang mau nikah kan situ. Situ aja kali, yang naksir-naksir!"

"Cie cie."

"Apaan sih, gaje tau, gak! Mama, Kak Farel ngupil gak permisi. Jorok bangeeet!" aduku, mengalihkan topik.

Aku yakin Kak Farel bermaksud menjebakku. Huh, dasar!

Mama tersenyum melihat kedua anaknya akur. Justru kalau kami diam-diaman itu menandakan masalah serius, atau kami sedang bertengkar.

"Farel, jangan ganggu adik kamu terus. Nirmala sayang, sudah ngerjain PRnya?"

Aku sebenarnya malas mengerjakan apa pun, otakku tiba-tiba penuh dengan pertanyaan tak penting. Aku merasa butuh ketenangan sesaat.

"Hmm, aku kerjainnya nanti deh, Ma."

"Nah, Mama liatkan. Anak Mama begini pasti gara-gara deket sama cowok nih!"

Aku mencubit lengannya. Dia itu tak ada habisnya menggodaku.

"Sssttt, jangan keras-keras becandanya, nanti Oma dengar."

Mama meletakkan telunjuknya di depan bibir. Takut-takut melihat kamar Oma yang tertutup.

"Denger tuh!" kataku menimpali. Dia malah cengengesan dan tak mengindahkan peringatan.

Memang yang terbaik adalah kembali ke kamar dan meyelesaikannya, jadi aku tidak akan berfikiran macam-macam dan membungkam mulut Kak farel yang comberan.

Aku mengamati sapu tangan ungu navy berbordir N dari tas ku. Aku tak membuangnya. Kusimpan sebagai bukti bahwa anak itu tak seburuk yang terlihat.

Kenapa dia membuatku sangat penasaran? Dia itu anak yg istimewa kah? Kenapa dia menyebalkan sekali?

Memikirkannya membuatku tak bisa tidur.

"Tidak bisakah kamu kembali ke kelasmu dan tidak mengganggu?"

"Jangan menyentuhku! Dan jangan mengikutiku lagi!"

"Was ist ihr Problem?"

Semua kembali berputar di kepalaku. Tatapan tajam itu... apa anak itu membenciku? Kenapa dia tak mau disentuh?

Aku menyimpulkan bahwa dia marah, karena aku memergokinya bersama ayahnya, dan aku tahu kalau dia itu anak tukang kebun. Pasti begitu!

Manik mata hitam nyalang miliknya menatapku, bahkan tanpa kehadirannya. tapi toh, aku sudah jarang melihatnya.

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Where stories live. Discover now