Chapter 42-Sudah Berakhir

5 0 0
                                    

Kenapa manusia tak dilengkapi dengan kemampuan membaca pikiran seperti trik pesulap?

Otak manusia yang penuh misteri dan kotak hati. Coba pikirkan betapa hebatnya rancangan Tuhan. Hati di rancang dengan segala misteri dan keunikan. 

Pertanyaan-pertanyaan seperti dimana tepatnya bagian hati yang merasa? Padahal yang kita tahu, hati terlihat hanya seperti gumpalan daging lunak yang enak dibuat sambel goreng--hati sapi maksudnya. Dari sanalah yang seolah menjadi sentral untuk menggerakkan empati dan simpati juga berbagai emosi untuk dikendalikan.


Ketika merasa dihina atau direndahkan kita akan menyebutnya sakit hati.

Ketika merasa marah dan buruk kita menyebutnya benci.

Ketika merasa senang dan menyukai kita akan menyebutnya cinta.

Dan setelah tahu, hal pertama yang ingin kulakukan, adalah membedah hati dan kepala cowok di hadapanku. Aku ingin tahu apa yang dipikirkannya saat ini?  Apa yang di rasakannya saat ini?

"Putri. Putri!" Dia menjentikkan jarinya tepat didepan wajahku.
Aku terkesiap. Menunduk malu, kembali menekuri buku yang kubaca.

"Putri, mana kertas kamu?" tanyanya, menegaskan maksudnya setelah tahu aku sudah kembali dari alam mimpi.

Dan ya Tuhan! Dia memanggilku Putri?!

Aku tak salah dengarkan?

Hatiku mencelos. Kemana nama Nirmala yang biasanya begitu pantas disebut dari bibirnya?

"Apa? Kertas apa?" ujarku jengkel.

Dia mendecak. "Ya ampun. Kertas ujian stimulasi bahasa Indonesia. Yang ini." Niko menggerakkan tumpukan kertas yang di genggamnya. Nada bicaranya kesal.

Aku yang tadinya ceria, langsung down melihatnya tak ada keinginan meralat atau hanya sekedar memanggil nama Nirmala. Aku kembali pada bacaanku, malas menggubrisnya.

"Aku lupa," jawabku malas.

"Apa? Ya sudah, aku tunggu kalau kamu mau nyalin. Lima belas menit."

Dia memaksa. Aku mendongak, memberi tatapan dingin.

"Aku lupa gak ngerjain dan gak bawa."

Kerutan didahinya bertambah banyak. "Kamu bisa di hukum nanti," jawabnya mencoba tenang, meski masih jelas terdengar geraman dari suaranya.

"Aku yang di hukum juga, kok kamu yang sewot? Udah Kumpulin aja! Ada masalah?"

Niko mengembus nafas kasar, jelas dia mencoba menahan kesal yang sudah sampai ke ubun-ubun.


Ha! Rasain!

"Terserah."

Tanpa ba bi bu Niko keluar dari kelas.

Aku menghela napas lega. Jika memang ini yang dia inginkan, aku akan mengikuti permainannya.


Tanpa kusadari, perseteruan kecil kami menarik perhatian anak-anak lain. Begitu aku kembali ke novel yang ku baca, semua juga kembali pada aktivitas mereka.


"Putri, sini tas kamu!" Abel merebut tasku tanpa izin.

"Tuh kan bener. Kamu sengaja pingin ngerjain Niko ya? Kenapa gak di kasih aja sih, pake bertengkar segala," komentarnya melihat kertas stimulus yang dimaksud tadi.

Ya, aku memang membawanya bahkan sudah kukerjakan dihari pertama dibagikan.

Sayang kalau tidak menggunakan momen ini untuk mengerjainya. Suruh siapa juga manggil aku Putri! Biar tau rasa dia!

Souvenirs Inoubliables (Vers.HER) [Complete]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ