Parfum 30

109 11 0
                                    

"Grasse?" Tanya Kania kaget,

Bulu kuduk Kania bangkit. Kania mengetahi betul. Signifikasi Grasse dalam sejarah panjang industri parfum. Grasse adalah ibu kota sekaligus tempat lahirnya cikal bakal parfum modern. Memasuki toko-toko parfum tua di Grasse, menghidu landan mawar kubis dan melati di Le Domain de Manon, adalah bagian terujung dari daftar impiannya yang mustahil tercapai.

Malam itu, berada di olfaktoriumnya Ratna mengajukan permintaanya pada Kania. "Aku ingin kamu punya ilmu dan pendidikan setara dengan standar perfumer di mana pun di dunia." Tegas Ratna.

Kania ingin menyahut , tapi mulutnya seperti terkunci. Terlalu banyak "tapi" bermunculan di benaknya. Ia belum pernah berpergian jauh, belum pernah naik pesawat, belum pernah ke luar negeri, belum pernah bercakap dalam bahasa asing kecuali di bangku sekolah atau kalau sedang meracau sendiri. Bayangkan pergi ke Prancis terlalu menggegar dan menggentarkan.

Ratna menatap air muka Kania yang bak benang kusut. "Tenang. Aku akan temani kamu seminggu pertama."

"Kenapa saya tidak bisa meneruskan di kemara saja, Bu."

"Kalau kamu bisa dapat lebih, kenapa tidak? Staf perfumery di Pandora saja belum pernah ada yang pergi ke Grasse."

"Kemal bagaimana, Bu? Aku gak bisa jauh dari dia. Dia seseorang yang satu-satunya tempat aku bercerita." Lirih Kania.

Ratna menatap dalam ke bola mata kania. "Kania, dalam hidup ada banyak pilhan. Cinta memang membuat kita bahagia, namun disamping cinta itu. ada hal penunjang lain yang harus kita cari untuk menguatkan rasa cinta itu sendiri. Karena kita hidup tidak hanya mengandalkan cinta." Ratna memenggal beberapa saat kalimatnya. "Cinta yang dewasa itu, bukan yang mematahkan segala harapan kita untuk maju. karena berputar hanya pada dia seorang. Namun dia yang akan selalu mendukung, berada disisi kamu. apapun keadaanya. Yang ibu harapkan dengan ini. Kalian bisa tumbuh dengan cinta yang dewasa." Ratna memberikan secarcik kertas pada Kania. "Ibu tunggu jam 8," Tutup Ratna meninggalkan olfaktoriumnya.

□□□

Kania keluar dari kamar kosnya beberapa saat mematung dengan ketampanan Kemal yang malam ini naik hingga 150% mengenakan celana cino dan hoodie putih kado yang Kania beri. Semeliwir angin malam, menyeruakan aroma parfum yang pernah Kania berikan juga.

"Kamu pakai parfum itu, oh aku ambil hoodie ku dulu." Kania kembali masuk dengan berlari, beberapa saat kembali dengan mengenakan hoodie yang sama. "Ibu kamu bilang, akan ada yang jemput kita ke restoran itu."

"Oke," Kemal merespon dengan menggukan kepalanya. "Tapi, jarang-jarang ibu ngajak kita makan malam bertiga. Apa ada hal yang mau dia bicarakan?"

Kania tersenyum pasif mendengar pertanyaan itu. "Entalah,"

Tak lama beberapa saat mobil mercedes hitam terpakir di depan mereka. "Ayo, kita berangkat." Kania melangkah lebih dulu memasuki mobil. Yang disusul Kemal.

□□□

Sesampai di restoran yang mewah menjadi tempat mereka makan malam. Terlihat sudah ada Ratna yang duduk, yang langsung menghadap jendele. Menampilkan penampilan lambu-lambu indah kota Bandung di malam hari.

"Hai, ibu sudah pesan makanan untuk kalian. Katanya soto Tangkar disini enak."

Kania dan Kemal merespon itu dengan anggukan kepala.

"Kemal, bagaimana hari ini di kampus?" Tanya Ratna kembali.

"Baik, dan melelahkan."

"Ada satu hal yang ingin ibu tanya, jika ada kesempatan baik. Baik itu untuk Kamu ataupun Kania yang akan membawa kamu untuk lebih mudah dalam mengejar cita-cita kalian. Namun jarak akan menjadi batas tempat kalian berpijak. Kemal, kamu akan pilih apa? Membiarkan diantara kalian yang dalam kesempatan baik itu atau saling mengekang."

parfum (TAMAT)Where stories live. Discover now