Parfum 20

117 11 0
                                    

Dikampus, sekuat yang Kania bisa. Untuk tak bertemu dengan Kemal. Rasanya ciuman pertamanya dengan Kemal. Membuat dirinya sangat malu untuk menampakan mukanya dihadapan Kemal. Nyatanya tak mungkin, mereka satu kelas di beberapa mata kuliah. Mana mungkin juga meraka seharian tak bertemu. Apalagi tak saling menampakan muka.

Di jam kuliah selesai, buru-buru Kania meninggalkan kelas. Untuk menghindari kontak mata dengan Kemal. Rasanya itu membunuh rasa dihatinya sendiri. Lebih baik begitu. Apa kata banyak orang jika tau kita saling suka apalagi sampai berpacara. Itu hal yang tak mungkin Kania dapatkan,

"Kania," panggil Syabil.

Kania membalikan badanya. Mendapati Syabil berlari kearahnya. "Bisa kita bicara sebentar."

Kania menjawab dengan anggukan kepalanya.

Kania dan Syabil berbicara di tangga taman belakang kampus. Kania menunggu Syabil untuk memulai pembicaraanya.

"Sebenarnya aku menyukai Kemal." Syabil memulai pembicaraanya.

Mendengar pengakuan itu dari mulut Syabil. Kania terteguk ditempat berdirinya. Meremas pinggiran roknya. Menahan gejolak dihatinya. "Oh, lantas?"

"Aku ingin kamu membantu aku. Agar aku bisa mendapatkan hatinya."

"Sepertinya aku tidak bisa."

"Kenapa tidak? Aku memintamu karena kamu teman dekatnya. Apa kamu juga menyukainya? Tidak mungkin kan?" dengan nada meremehkan."Kamu juga cantik. Kalian pernah kencan?"

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Kamu populer di kalangan pria karena kamu cantik. Sepertinya menjadi cantik itu anugrah, bukan? Ada orang yang cantik dari sejak lahir. Ada, juga yang cantik sekarang. Karena banyak perombakan. Dan menyakiti perasaan mereka yang memang terlahir cantik." Tutur Syabil dengan intonasi yang meredahkan.

"Menyakitkan?"

"Orang-orang seperti kamu. Melakukan perombakan sana, sini. Dengan diet, atau suntik pemutih. Bukankan itu melelahkan. Agar bisa terlihat baik dimata banyak orang."

Sejenak terdia, pada akhirnya. Kania tak bisa merendam kekesalannya dan berkata. "Aku pikir aku salah dan aku merasa bersalah sudah menganggapmu buruk. Tapi, aku tidak salah. Kamu memang menbeci aku sejak dulu." Dengan nada penuh penekanan. Selesai menyuarakan kekesalanya. Kania beranjak dengan langkah lebar-lebar.

□□□

Disaat perempuan remaja memasuki SMA. Mereka mulai mengerti tentang make-up. Rambut dibentuk. Dengan dicatok atau dikeriting. Namun aku sama sekali tak memiliki keberaniaan untuk itu. Karena takut jika melakukan hal yang biasa permpuan lakukan. Akan mendapatkan ejekan tentang penampilanku.

Disaat pulang sekolah. Yang lain bermain, berjalan-jalan dengan teman di mall. Atau yang memiliki pacar, mereka bergandengan tangan bermain permainan di mall dan makan siang bersama. Aku hanyalah gadis cupu. Yang hanya diprogam untuk sekolah dan pulang sekolah. Sungguh membosankan bukan hidup menjadi seroang gadis cupu yang tak tau dunia luar, tak banyak teman bahkan dijaukan. Bahkan untuk berfotopun aku tak mau. Karena muak melihat mukaku sendiri.

Saat hatiku bertekan mencoba untuk lebih cantik. Dengan diet mati-matian, berolahraga, merawat kulit dengan berbagai skin care. Saat diriku sudah dinyatakan lebih cantik. Nyatanya aku tak bisa benaar-benar lepas dari setiap olokan body shaming. Saat dulu dirinku yang masih gendut dan hitam. Aku kerap diminta untuk diet dan pakai skin care untuk memutihkan. Disaat aku yang sekarang sudah kurus dan putih. Dengan tingkat kepercayaan diriku yang meningkat. Perkataan yang selalu aku dapatkan, seperti. "Kamu dulu kaya apa sih, dulu kamu gendut yah? Dulu kamu item yah? Berarti cantik kamu yang sekarang. Bukan dari lahir yah. Hasli rombakan." Kepalaku pecah. Semua yang aku lakukan untuk dilihat orang lain atau ingin mendapatkan pengakuan dari orang lain. Itu tak ada habis-habisnya. Sepanjang kita masih menjelajahi bumi ini. Kuping dan mata selalu disuguhi dengan apa yang membuat kita kecewa, kita menangis, kita terjatuh, kita bangkit lagi.

parfum (TAMAT)Where stories live. Discover now