Bunga akhir

113 16 1
                                    

Bunga akhir,

Setiap waktu memiliki keharuman. Harum pagi, harum sore, harum ketika hujan. Keharumanpun berlaku juga pada usia. Harum umur Kemal, harum umur Amanda. Harum awal dan akhir umur 20 tahun. Suatu saat aku ingin menuangkan keharuman-keharuman itu ke dalam parfum.

Martin menghampiri Ratna. Yang berputus asa, frustasi. Dengan keadaan yang terjadi pada dirinya. Setelah meleparkan beberapa parfum miliknya ke lantai. "Tidak ada kata lain yang dapat kusampaikan selain kata maaf. Sayang aku akan membayar utang dosa ini padamu selamanya." Ucap Martin dengan nada penuh penyesalannya.

Ratna hanya terdiam. Tatapan nanarnya mengawang ke depan. Menatap deret parfum di lemarinya. Seketika tangisannya pecah. Membuncah hatinya. "Sekarang aku ini bukan apa-apa. Kamu sudah menghancurkan semua impian ku." Beberapa detik perkataanya tepenggal menahan pilu dihatinya. "Aku ingin cerai," sambungnya kembali.

"Ratna, dengan kondisimu yang sekarang. Kamu tidak bisa menentukan keputusan dengan akal sehat. Kalau cerai? Memangnya kau mau bagaimana?." Ucap Martin geram, "Sekarang kau sudah tidak muda. Tidak juga cantik seperti saat umur 20an. Tidak juga bisa hidup sendirian, kan?."

□□□

Di dalam lep parfum. Ratna yang biasa antusias. Penuh semangat, kini semua energi dan daya di tubuhnya seketika menghilang. Dengan sekali tamparan dan hataman saja. dalam satu malam. Hatinya sudah remuk rendam. Keputusasaan, mengubur semua impian yang sejak dulu sudah dia tanam. Menjadi sebuah kemungkinan untuk sekarang. Pada apa yang sudah terjadi.

"Ratna, kamu harus bangkit. Kamu pasti bisa! Kamu adalah orang yang hebat!" kata Ridho menyemangati. Teman seperjuanganya. Dalam susah dan senang. "Apapun yang akan kamu lakukan. Aku kan membantumu." Katanya lagi, merangkul Ratna dalam kehangatannya.

"Memangnya apa yang bisa kulakukan. Mungkin sekarang aku baru saja menjadi bunga yang sesungguhnya. Cantik dan diam. Aku sekarang hanyalah bunga yang duduk diam. Dan akan membusuk. Seiring berjalannya waktu." Kata Ratna dengan isak tangisnya.

□□□

Ratna yang sudah berapa kali. Menyemprotkan tubuhnya dengan parfum. Seperti orang kesurupan. Dengan keputusasaanya. Ratna melempar botol kaca perfumnya. Serpihan beling yang bercecer. Ratna mengambilnya dan melukai pergelangan tangannya. Yang disaksikan oleh Kemal dan Amanda dari celah pintu yang sedikit terbuka.

Martin yang baru pulang. Memasuki kamar. Melihat aksi Ratna. Langsung mengampirinya mencoba untuk mengambil beling itu dari tangan Ratna. Namun Ratna sudah memberi garis sayatan pada pergelangan tanganya. Darah pun menetes.

"Apa yang kamu lakukan. Ratna." Martin memegangi kedua tangan Ratna.

Ratna mendapat cekalan dari Martin. Memberontak. "Lepaskan, jangan perlakukan aku seenaknya. Ini tubuhku. Aku sudah lelah. Biarkan aku mati saja!" dengan nada berapi-api. "Aku bukan lagi bunga panjangan!" sambungnya kembali.

□□□

Ratna yang terbangun dari tidurnya. Memandangi luka sayatan dipergelangan tangannya. "Tubuhku,"

Ironisnya aku baru menyadarinya setelah mencoba bunuh diri. Yang bisa kuperlakukan sesuai keingianku. Yang bisa kukendalikan. Tubuhku. Pada akhirnya aku mencoba untuk bangkit kembali.

Ratna meminta Ridho untuk menemui dirinya dirumahnya. Di depan rumah, mereka berbicara. "Tolong aku. Aku akan melakukan apapun."

"Yang benar. Ratna?." Ucap Ridho turut senang. Dengan keputusan Ratna.

"Ya. Karena itu tolong aku."

"Tentu saja. bukan hanya aku. Semua teman-teman bagian parfum juga pasti akan senang membantu." Dengan rona kebahagiaan yang ada. Ridho merangkul Ratna. "Terima kasih. Ratna. Kamu sudah mau bangkit. Masih banyak orang yang membutuhkan kamu."

"Aku yang terima kasih. Semua akan kulakukan. Kalau memang bisa aku lakukan semuanya. Nyatanya aku tidak bisa sendirian. Aku membutuhkan kamu." Kata Ratna dengan mata berpijar.

Martin. Yang baru datang. Mengantar pulang Kemal dan Amanda. Melihat. Ratna dan Ridho berpelukan. Langsung salah paham. "Kupikir ada apa. Kenapa wanita gila ini tiba-tiba keluar." Ucap Martin dengan muka berangnya. "Gara-gara laki-laki ini."

Melihat kedatangan Martin dan kedua anaknya. Ratna langsung melepas pelukannya pada Ridho. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Ini salah paham."

"Senang yah, merasa masih cantik walaupun sudah tua? Hebat kau Ratna. Menjual tampang di saat-saat terakhir. Disituasi seperti ini."

Ridho yang sudah membuka mulut mau meluruskan juga. Dicegah oleh Ratna. Dengan memegangi tangannya. Dan tatapan sayunya menyatakan seolah. Dia bisa mengatasi semuanya. "Ridho. Kamu pergi saja. ini urusan aku. Maaf, sudah membawamu kesini."

Ridho dengan raut muka bersalah. Pergi. Membiarkan Ratna. Menyelesaikan masalahnya sendiri. Setelah kepergian Ridho. Suara meninggi keluar kembali dari mulut Martin.

"Bagaimana kau bisa seegois ini? Kau bahkan tidak memikirkan anak-anak. Apa kau tidak ada rasa tanggung jawab sebagai seorang ibu. Padahal aku sudah meminta maaf. Dan mencoba untuk memperbaikinya." Martin mengusap mukanya dengan frustasi. "Sudahlah, terserah kamu mau seperti apa. Aku juga lelah. Kita cerai saja. dengan kesalahan dua belah pihak."

Ratna yang sedari tadi terdiam. Tak diberi kesempatan untuk berucap. Menyepalan kedua tanganya. Dengan tatapan matanya tajam kedepan. "Kesalahan dua belah pihak? Yah. Tolong keluarkan aku secepat mungkin dari neraka ini. Aku hanya ingin lepas dari semua ini." Ucapnya lantang.

Kemal dan Amanda yang menyaksikan itu hanya bisa terdiam. Pertengkaran-pertengkaran yang kerap disaksikanya. Yang sebenarnya belum mereka pahami pada waktu itu. Namun yang terekam di otaknya, sang mesin waktu menging-ngiangkan kuping mereka. Kalau ibu mereka itu jahat. Dan ayah merekalah yang selalu melindungi dan ada untuk mereka. Itu yang selalu mereka ingat.

□□□

Keluar dari rumah yang bagai seperti neraka di dalamnya. Ratna hanya bisa menyimpan rindu di dadanya untuk anak-anaknya. Sampai mereka terhasut untuk tak ingin bertemu dengan ibunya.

"Aku tidak ingin bertemu ibu lagi." Kata kemal disebrang telepon. Dengan nada kebenciannya.

"Apa? Tapi kenapa?." Tanya Ratna kaget.

Setelahnya terdengar lagi suara Martin. Mengambil alih ponsel ditangan Kemal. "Kau dengar itu, sendiri. Kan."

"Apa yang kau katakan pada anak-anak?." Tanya Ratna geram. Penuh geretak.

"Aku hanya menyatakan sebenarnya. Memangnya apa lagi? Waktu itu dengan bangganya wajahnya yang cantik. Selingkuhan degan laki-laki muda. Lalu meninggalkan kalian."

"Hah. Apa kau bilang. Bahwa kaulah yang menghancurkan mimpi ku!" Ucap Ratna dengan nada penuh penekanan.

"Tidak usah berpikir untuk menemui anak-anak. Kalau kau masih punya martabat." Ucap Martin diakhir. Menutup pembicaraan di telepon.

□□□

"Manusia itu tidak pernah sekalipun melihat diriku sebagai manusia yang sederajat. Aku hanyalah boneka cantik, piala, dan bunga pajangan. Setelah itu aku mencoba hari-hari baru tanpa dia, tanpa kalian. Di 8 tahun ini tanpa kau dan Amanda hidup ku penuh kehampaan." Ucap Ratna dengan berlinang air mata. Tulus dari hatinya paling dalam. "Selesai sampai disini. Itulah kebenaran yang kau tidak ketahui selama 8 tahun ini."

parfum (TAMAT)Where stories live. Discover now