Linea Kebahagia'an

319 11 0
                                    

Wisata air terjun itu terlihat indah. Tidak ada perubahan yang drastis setelah lima tahun lalu mereka ke sini. Ada puluhan orang yang berenang. Sebagian orang-oranh tua, duduk pada warung asongan kecil di tepian air terjun, ada yang menikmati secangkir kopi, maupun semangkuk mis rebus. Rombongan Fatma masih terus berjalan melihat lihat, dan berfoto-foto sekilas pada air terjun pertama, melanjutkan ke air terjun ke dua. Sesekali mereka berhenti kala ada rombongan yang sedang memamerkan hewan-hewan peliharaan mereka. Ular, luwak, bunglon dan masih banyak lagi. Suasana terlihat damai, ada suara hembusan, suara dercik dercik hempasan air terjun yang mengayun indah bagai alunan musik menentramkan setiap jiwa. Kadang ada sedikit pertanya'an dalam benak Rania, melihat Fatma yang masih belu memiliki pasangan. Namun ia urungkan untuk bertanya hal demikian.

Air terjun kedua terbilang lebih indah. Embun menguap dan mendinginkan setiap orang yang sedang duduk bersantrai di tepian. Banyak anak-anak yang berenang bahagia, air terjun kedua lebih dangkal dari yang pertama, area air terjun kedua terlihat lebih asri. Pohon-pohon liar berdiri dengan begitu rindang, memberi angin sepoi indah bagi para pengunjung.

Senyuman kesenangan menyerumput setiap lekung bibir mereka untuk bahgia, kala itu mereka bersama sangat senang, menikmati keindahan yang semerbak sungguh indah. dari tadi Rania tak bisa sedetikpun melepaskan tangan Reon, mereka bergandengan sungguh erat, se'akan ia ingin mengucap terimakasih kepada Reon. karna telah ada di sisinya kala itu, menyempurnakan kebahagiaan hidupnya.

Air terjun ketiga terlihat sangat sepi, para pengunjung bisa di hitung jari, namun dengan semua itu, mereka terlihat lebih senang karna mereka merasakan memiliki air terjun yang di khususkan bagi rombongan mereka. Rania menarik tangan Reon, menariknya memasuki kolam air terjun, kolam air terjun itu hanya sebatas lutut, mereka mendekatinya, mengembangkan tangan dan merasakan dingin nya air terjun dari dekat.

Sudah lebih tiga jam mereka di area wisata air terjun, berduduk santai di tepian sambil menikmati semangkuk mie, kadang bercanda ria, karna rindu hati yang telah lama tidak mengunjungi temat wisata itu terobati, karna pasangan kekasih yang selama ini menderita, kini tersenyum lepas bahagia bersama mereka, mereka menatap Reon dan Rania yang telah nikmat di hembus angin embun air terjun.

Ada beberapa kijang yang berlarian melihat kedatangan mereka, namun ada satu kijang yang berdiri tenang di tepi pagar, Rania memberinya wortel, ia membelinya pada ibuk-ibuk tak jauh dari situ, kijang tersebut terlihat sangat kelaparan. Rombongan Fatma telah beralih ke area kebun binatang dan pariwisata kereta air. Tak jauh dari wisata air terjun. Sepanjang perjalanan mereka disuguhkan dengan pemandangan yang sangat alami dan asri. Sembari mengisi perut dengan bakso pak Kasno yang sungguh lezat.

"Lihat mas makanya lahap, sama kayak mas.." Ranai lirih menatap suaminya yang berdiri di sampingnya, Reon cmberut.

"Jadi selama ini masmu ini kamu anggap kijang dinda?" Reon menjawab ngawur.

"Ya enggak dong mas, maskan suami dinda." jawab Rania lembut sambil kembali menggenggam tangan Reon, mereka melanjutkan perjalanan. Di depanya Fatma terlihat sibuk dengan kamera, sedangkan Putri dan Imam lebih sibuk dengan Alyla yang dari tadi sangat riang, kadang ia berlari lari entah kemana, saking senangnya, hingga meninggalkan rombongan, hingga terpaksa imam mengejarnya. Fatimah dan Firhan sering tertawa melihatnya, semua terkalung rasa. tak ada raut wajah yang di pikut asa kala itu. mereka menghabiskan waktu dengan sangat akrab, bibir hanya di hiasi dengan senyuman, Yang memberi tanda petuah senang perasaan.

"Rania..! cepetan, kita naik kereta air" Putri meyahut Rania dan Reon yang asik bersama, hingga tanpa sadar sudah tertinggal dari rombongan.

Kereta air itu indah di pandang, ada sekitar empat kereta air yang kosong, dan mengapung tenang di tepian. Fatma memesan tiga kereta air. Putri dan Imam naik duluan, tak ingin Alyla kecil menangis. Alyla dari tadi sudah sibuk memegang megang kereta air, menatap harab pada Putri dan Imam, mereka hanya tersenyum, mengetahui maksud tatapan dari Hilya kecil mereka.

Di atas sungai yang terbilang bersih itu, ada lima kereta air yang melaju santai, Fatma terduduk tersenyum melihat orang orang yang ia cintai bahagia, Kadang membalas lambaina Alyla yang memanggil-manggil. Fatma memilih untuk tidak menaiki kereta air tersebut, Dahulu ia sempat trauma, ketika ia berumur dua puluh tahun, ia terjatuh dari atas kereta, lalu tenggelam. beruntung saat itu firhan menyelamatkannya. Jika tidak, mungkin ia tidak akan bisa lagi melihat orang-orang yang ia cintai saat ini. Sebelum menaiki kereta air tadi Firhan tersenyum kepada kakaknya. Se'akan mengerti melihat kakaknya yang murung.

"Mas, Rania baru sekali lo mas naik kereta di air kayak gini" Rania berbicara senang, sembari mengayunkan tangannya pada air sungai, lalu mengangkatnya menghempas angin.

"Mas juga dinda" Reon menatap Rania yang dari tadi tersenyum lepas, sedangkan Reon, terbilang kaku karna idak terlalu pandai mengendalikan kereta air tersebut. Sesekali mereka betabrakan dengan pengendara lain, mereka hanya meminta maaf, Lantas Rania mencubit Reon tersenyum tawa. sesekali pun mereka menabrak dinding sungai, tak bisa di hindari, mereka hanya tersenyum tergelak tawa.

Sore telah menampakkan oren senjan. beberapa pengunjung telah banyak yang turun dari kereta air. Dari keretanya Rania melihat keindahan alam yang sugguh mempesona, ada berbagai macam hewan yang telah di lihatnya, kadang di atas pohon-pohon di tepian sungai ada monyet yang ber ayun-ayun di atas pohon.

"Kata mas yang punya kereta airnya, disini ada buaya lo dinda" Rania lansung mengangkat tangannya yang dari tadi menyentuh indah pada permukaan sungai, lantas cemberut pada suaminya. Reon hanya tertawa.

"Mas..." Rania berkata dengan nada yang berbeda, Menatap Reon yang masih tertawa.

"Iya dinda, ada apa?" Reon menanya lembut, melihat wajah istrinya yang menatapnya dengan mesra, tanpa ada rasa candaan yang baru saja terjadi.

"Setelah ini, kita ke Verona ya mas, kita tinggal di sana, bagaimana pun Rania ngak bisa ninggalin tanah kelahiran Rania, kita tinggal di sana. Mas akan Dinda ajak menapaki negri cinta abadi, kita hidup di sana, kita ke sana bersama Fatma mas. Rania ingin ke sanan mas, Rania rindu dengan tanah kelahiran Rania mas, kita bangun keluarga kita di sana mas."

Reon mengelus kepala bidadarinya, menatapnya haru, melirik mata birunya, lalu mengangguk dengan penuh keikhlasan. Rania tersenyum, memeluk Reon erat.

"Makasih mas.." Rania meneteskan air matanya, seakan tak sanggub membendung bahagia yang kini begitu besar ia rasakan. Reon menghapus bening air mata itu.

"Rania..!" Fatimah sudah keras memnggil mereka, tanpa di sadari, kereta air mereka telah jauh berlayar, dari kejauhan, dua perahu rombongan mereka telah berhenti. hanya ia yang tertinggal di sungai.

Kerata air itu berjalan lebih cepat, Reon mengayuh sekuat tenaga tak disangka, perbincangan yang serius itu membuat mereka tak memikirkan apapaun selain masa depan indah mereka, Reon dan Rania turun dari kereta air.

"Gimana, enak ngak Rania?" sahut Fatma menyambut kedatangan Rania dan Reon yang baru saja turun. Rania membalas dengan senyuman termanisnya.

Gontai langkah kaki rombonga itu, lelah telah mulai menghampiri. Senja ikut menemani letih yang bersuam janji. Remang ter ingat oleh Reon, sebuah ungkapan dari atas kereta air yang baru saja terjadi, Reon termenung, menatap ke luar jendela mobil, Rania yang telah terlalu letih mulai tertidur pada bahunya, suasana alam yang sama terhampar ada hamparan tebing tinggi yang menghambat pandangan mata namun indah, kini angin tak lagi hangat, sejuk di bawa alunan sepoi angin senja, mobil berjalan perlahan.

Mereka memilih untuk ber-istirahat di salah satu hotel di kota payakumbuh, tak kuat menahan letih seharian bersahabat dengan aktivitas, malam mulai menampakkan bintang-bintang indahnya, meski tak seindah hamparan bintang di bukittinggi, itu telah cukup bagi Reon, ia keluar dari hotel, Duduk di taman sendirian, di pandangnya jam tangan, sudah menunjuk angka satu. Semua rombongan telah tertidur sekitar tiga jam yang lalu.

Malam itu ada juta-an unek-unek pikirannya yang mengganjal asing pada kalbu serta jiwa, permintaan Rania di atas kereta air masih teringat jelas dan tak mungkin ia lupakan, kadang Reon masih bersedih, akan dengan apa ia hidupi istrinya tercinta, sedangkan di indonesia, ia hanya hidup dari usaha hijab Itafa milik Rania. Kadang sering sedih menghampiri rasa. Ingin rasanya bisa membahagiakan istrinya tercinta, bahkan pernah merasa tidak pantas untuk Rania, Namun ia campakkan pemikiran itu ke atas langit, ia tatap bintang-bintang yang masih bergandengan dengan gelap, lantas hanya dengan kemampuan do'a dan sebuah kata perjuangan, ia ingin membahagiakan Rania. jika tidak di dunia, biarlah di syurga ia lanjutkan itu, membahagiakan, orang yang pertama kali ia cintai. cinta karna ilahi.

"Jadilah engkau sebagai pecinta bahagia. cinta dimana hanya ada kata bahagia di setiap liku indah se untai senyuman"

Tangis SyurgaWhere stories live. Discover now