Pertemuan

432 14 2
                                    

"Kadang ketika hati terasa hampa, maka mungkin ia hanya mengharapkan pertemuan, yang tumbuh Karna waktu dan kerinduan"

"Udah sana mas. kalo kayak gini terus kapan senyumnya. Masak mas kalah sama ayam tetangga. Udah bertelur malahan mas. pergi aja sana mas. Jemput. Hilya tau kok toko hijabnya"

Kokokan ayam tetangga masih riuh di telinga. Dingin pagi masih menusuk ulu tulang. Hilya duduk di sebuah kursi tua tempat Abi dahulu sering duduk untuk menyantap secangkir kopi dan sibuk dengan koran koranya. Sampai sekarang koran-koran abi masih tersimpan rapi di lemari pustaka kecil kerjnya. Hilya tersenyum. Merenung sejenak, Melihat akan kang masnya yang kini meratap dan mulai berubah. Sudah tiga bulan sejak ia masuk rumah sakit. Sejak kejadian di persimpangan yang tidak jauh dari Surabaya town square. Reon masih suram dan lebih bersahabat dengan diam. Entah mengapa. Setelah berpisah dengan Rania hatinya tak pernah tenang. Ada rasa yang menghantui. Ada ikatan yang mendorong dan ada rasa untuk kembali dengan wanita bergamis putih itu. se'akan kadang Reon berfikir. Dimana ia? Apakah dia sehat-sehat saja ? bagaimana hubungannya dengan orang tuaya yang sangat menentang agamanya? Kadang ia berkata kepada tuhan dalam doa yang sayub-sayub indah di dengar malaikat.

"Sudah lah nak. kuatkan hatimu. Lalu temui orang tuanya."

"Ehh, ummi udah siap shalat?" Reon dan Hilya segera menyalami ummi Kuzana.

"Jika kamu memang di takdirkan dengan wanita sebaik nak Hilya maka datangilah orang tuanya. Sampaikan niatmu lalu kuatlah. Sadilah seperti abi mu nak. Seorang Ayah yang berani melamar ummi. Meski kakek dan nenek kalian dulu menentangnya. Karna abi itu dahulu hanya seorang pria yang tak punya apa-apa"

"Serius mi, trus kok bisa nikah akhirnya mi?" Hilya antusias. Menatap ummi yang duduk di jenjang pintu masuk rumah. Ummi tersenyum.

"Abi kalian terus mencoba melamar ummi meski waktu itu dia ngak punya pendidikan yang tinggi dan bisa di bilang ngk punya apa apa. Pas kakek nanya pekerjaan abi, abi dengan tenang menjawab bahwa dia itu ngak ada pekerjaan. Kakek marah. Trus Abi bilang ke kakek, bahwa ia tidak punya modal untuk melamar ummi. Ummi lihat waktu itu abi terkejut akan semua pertanyaan kakek kalian. namun Abi pantang menyerah. Abi di tolak sembilan kali. Namun abi kalian ngk juga nyerah. Hingga saat yang ke sepuluh kakek kalian terkejut. Abi ngak lansung pergi seperti biasanya. Abi tetap terduduk. Ia menatap kakek nenek kalian. Lalu Abi berkata. Saya punya hafalan al qur'an untuk melamar anak bapak. Abi berkata tegas. Awalnya kakek dan nenek kalian ngk percaya. soalnya dari penampilanya abi kalain ngak kayak seorag penghafal Al Qur'an. Kakek kalain menguji hafalan Abi. Hampir satu jam kakek menguji hafalan Abi kalian waktu itu. Sampai akhirnya kakek terharu. semua jawaban abi benar. Lalu kakek minta maaf karna udah beranggapan buruk pada Abi. dan oleh sebab itulah abi di peluk kakek waktu itu. Kakek kalian ngerestuin kami untuk menikah. Padahal ummi sama abi baru ketemu tiga kali pada acara acara majlis islam kala itu." Ummi bercerita panjang lebar. Matanya mulai sayu. Ia teringat dengan sosok suami yang telah dahulu pergi untuk menemui Allah. Hilya duduk di samping ummi. Memeluk erat tubuh yang sekarang mulai renta itu. Reon terharu mendegar cerita umminya. Se'akan memberi keadaan untuknya mengikut jejak abinya. Untuk menjadi laki-laki sesungguhnya. laki-laki sejati.

"Dik ..... Nanti datanglah ke toko busananya Rania. Tanyakan alamat rumah orang tuanya. Sampaikan niat baik mas mu untuk melamarnya. Semoga allah merestui." Ummi dan Hilya tersenyum, serentak mengucap hamdalah. Senang tersirat di hati mereka. Seorang raja dalam rumah tangga itu akan memperjuangkan ratunya. Hilya berdiri gembira. Menghampiri kang masnya. Se'akan ingin mengungkap segala bahagia. Ia sangat ingin jika kangmasnya bisa memiliki psangan hidup. Mengingat umur Reon yang sudah masuk dua puluh delapan tahun. Ia tak ingin jika saudaranaya tercinta terlambat untuk merasakan apa itu cinta.

"Ummi.... Doakan Reon menjadi laki-laki sejati seperti Abi" Reon mencium tangan yang telah tua itu, di selimuti kulit yang telah berhias kerut. Ia telah lama ingin memiliki pasangan hidup, dan ia memilih Rania. Untuk menjadi makmumnya.

Suasana mulai kembali ramai. Siang di surabaya menghampiri. Jalanan macet. Bunyi klakson kendaraan mulai bernyanyi tak beraturan. Anak-anak pengamen mulai mengiasi sudut sudut simpang jalan. Maupun di lampu merah. Mencari recehan untuk makan mereka. Gadis berhijab anggun itu berlari kecil. Memotong bahu jalan. Di hatinya lekas sebuah kisah terbayang. Menuju hal indah yang baginya sangat di nantikan, ia harus segera. Menuju semua khayalnya. Khayalannya yang telah tinggi. Untuk bahagia. Bagi orang yang berarti.

"Mbak, saya bisa bertemu dengan mbak Rania ngk mbak?" Hilya baru saja tiba pada sebuah toko baju, ia masuk dengan ramah. Bertanya akan Rania. Orang yang sangat ingin di temuinya saat ini.

"Ada perlu apa ya mbak"

"Bilang ada masalah penting."

"Baiklah, mbak tunggu di ruang tunggu saja. Kebetulan Mbak Ranianya barusan keluar. mungkin mbak ranianya sedang terkurung macet mbak" Seller toko itu berkata ramah. Mengantar Hilya pada sebuah sofa biru di ujung ruangan Itafa hijab store.

Macet masih membising. Hiruk kendaraan yang tak sabaran mendarah daging berlawanan. Menjadikan ricuh sebagai sandangan. Klakson makin bertubi-tubi menjadi topan gerah alunan jalan. Rania terlihat terburu-buru, wajahnya senang. informasi dari penjaga tokonya masih terbayang. Ada setitik rasa rindu pada keluarga kecil itu. ia tersenyum. ingin segera menanyakan kabar pria yang dulu menyelamatkan hidupnya. Rania hanya bisa bersabar. Macet masih panjang berselancar.

"Assalamualaikum, dik Hilya..! apa kabar..?" Rania memasuki Itafa hijab store. Memeluk Hilya yang telah menantinya. Ingat akan keluarga kecil bahagia itu. Sebuah keluarga yang telah menyelamatkan hidupnya. Sudah tiga bulan ia tidak bertemu. Namun sudah setahun saja ia rasakan.

Hilya menjawab salamnya. Memeluk erat bidadari bagi kangmasnya itu. Hilya kembali duduk. Rania masih sama seperti dulu, selalu khas dengan gaun putih yang mempesona. Memakai kerudung biru putih yang indah. Masih dengan lesung pipinya yang menggoda. 

Tangis SyurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang