Tiba di minangkabau

382 12 0
                                    

Awan terlihat mendung. Lampu-lampu perumahan samar terlihat indah dari atas. Sebagian penumpang banyak yang lebih memilih tidur. Namun Rania tak bisa melakukan itu. Ia menatap hampa keluar jendela pesawat. Melihat jauh kedalam mimpi dan angannya. Melihat orang di sudut pikirannya. Pesawat itu terbang dengan lancar. Meski udara mendung, Tak mengganggu pesawat untuk tetap mengudara dengan cantik. Di sebelah Rania, Reon sudah di peluk ketakutan. Wajahnya merah. Reon sangat tidak biasa dengan ketinggian. Dan itu adalah hari pertamanya manaiki pesawat. Berlahan hujan mengguyur pekat malam. Hingga Rania lebih memilih tidur. Menyimpan segala rindu pada rasa dalam kehidupan. Meski tanpa ia sadari ia terlelap dalam sandaran orang yang di cintainya. Reon masih belum bisa tertidur. Matanya terbuka kencang. mereka telah menikah. Namun sayang, pernikahan itu hanya sebuah pesta bahagia dalam mimpi Rania dalam lelap

Suasana bandara Minangkabau terlihat sunyi. Hari telah terlanjur malam. Rania melanjutkan perjalananya dengan menaiki travel. Kembali tertidur di atas mobil. Ia terlihat sangat ketakutan. Terlihat sangat lelah dengan hidupnya. Mobil melaju kencang. Namun se'akan tak terasa, karna di guyur hujan yang makin deras. Kadang macet menghentikan perjalanan. Jalanan terlihat ramai. Banyak mobil-mobil besar berlawanan, dan berjalan lambat. Mobil memasuki padang panjang. Udara mulai dingin. Rania yang tersandar pada pintu mobil tertidur kedinginan. Kadang hingga sampai mengigau. Reon membuka jaketnya. Menyelimuti bidadari itu dengan tenang. Hingga Rania terlihat tersenyum kala itu. ke'adaan semakin dingin ketika memasuki bukittinggi. Setelah beberapa lama tinggal di rumah Reon, Rania memohon izin untuk berangkat ke bukittinggi. Tempat dimana ia mengucap syahadat di masa lalu, dengan niat mempertahankan cintanya. Reon dengan keras meminta untuk ikut waktu itu. memohon izin ummi. Memberi alasan Rania taku kenapa-napa.

"Assalamualaikumm...." Rania mengetok pintu dengan keras. Suara anak kecil terdengar. Menangis kencang dari dalam rumah. Rania terhenti mengetok. perlahan suara kunci terdengar. Ganggang pintu turun ke bawah, lantas pintu terbuka, lalu kelaurlah seorang wanita yang sangat ia rindui. Putri lansung memeluk Rania. ia sangat rindu dengan mualaf yang sangat cantik itu. Sudah hampir tiga tahun ia tidak bertemu dengan Rania. Rania membalas erat pelukannya. Di belakang Putri berdiri imam sambil memeluk anaknya. Rania tersenyum menatap keluarga itu.

"Itu suamimu?" Putri berbisik sekilas. menyadari kehadiran Reon yang berdiri tegab di belakang Rania.

"Enggak put." Rania tersenyum.

Bingung Putri menatap Rania sekilas. seakan meminta jawaban akan seorang pria tampan di belakangnya. Namun ia segera menghilangkan segala pertanyaan, yang penting baginya, ia bisa bertemu dengan orang yang selama itu ia nanti kan kabarnya. Mempersilahkan Rania dan Reon memasuki rumah. Seperti biasanya jam tiga pagi adalah jam keluarga itu melakukan shalat tahajud hingga Raniapun tak ragu untuk mengetok pintu dengan keras.

"Imutnya ... siapa namanya put"

"Alyla .."

Rania tesenyum melihat anak putri, ia baru ingat kala dulu ia hanya melihat Alyla di perut putri namun kini ia telah besar, di gendong imam. Ia terlihat mengantuk memeluk mesra abinya. Rania tersenyum melihat itu. Mereka terduduk di ruang tamu. Putri tak ingin banyak membahas kedatangan Rania kembali. Putri memberikan minuman lalu mempersilahkan Rania dan Reon untuk istirahat dahulu. Mungkin besok adalah waktu yang baik baginya untuk bercerita panjang lebar. Sekaligus melepas rindu dengan sahabatnya yang dahulu hanyalah wanita periang di monumen Romeo and Juliet.

Pagi menjelang. Usai shalat subuh, Rania keluar dari rumah. Melihat ke asrian alam kota bukittinggi, pada nagari parabek yang sangat ia rindukan. pada gerombolan santri santri yang berjalan bercanda tawa. Rindu pada merpati atau burung pipit yang slalu bernyanyi di pagi hari. Dari ujung jalan tak jauh dari masjid, ada sebuah pasangan berjalan dengan mesranya. saling bergandeng tangan, mereka tersenyum saling tatap. kadang ia terfikir, kapankan ia bisa berbagi kemesraan kasih sayang dengan cintanya. samar pasangan itu, Rania tak melihat wajahnya. Tak ingin terlelab dengan khayalan karna melihat pasangan itu. Raniakembali memasuki rumah. Reon, Imam, dan Putri sudah siap di meja makan. perut mereka pasti sangat menderita apalagi Reon. ia tidak makan sejak keberangkatan. reoyn terbilang sangat akrab dengan orang orang baru. Ia selalu banyak tanya tentang segala sesuatu yang bisa menjadi ilmu baginya.

"Assalamuaalaikum. " pintu terbuka. Firhan dan Fatimah masuk dengan senyuman. Fatimah mencari cari keberadaan orang yang telah di anggabnya sebagai adik. Ia melihat Rania di ujung kursi meja makan. berlari kecil. Lalu mereka saling berpelukan, seperti biasa, bagi Rania pelukan Fatimah sangat penuh kasih sayang. seperti Dahulu Fatimah memeluknya kala ia mengucap haru kalimat syahadat. lalu Fatimah berbalik kembali. menggandeng Firhan di depan pintu. Menyandarkan kepalanya. Lantas beradu tatap kemesraan.

"Kalian nikah?" Rania terkejut.

Fatimah mengangguk senang. se'akan ia merasa sangat bahagia waktu itu. Rania hanya menatap dengan senyuman. Meski ia sangat berharap hal seperti itu terjadi pada dirinya, lalu sedih menghampirinya. Fatimah dan firhayn bergabung di meja makan. Rania sangat rindu dengan masakan rendang buatan Putri yang saat ini di santapnya. Kadang sesekali mereka menatap Reon. makanya sangat lahap. Baru kali itu Reon makan rendangcsatu tahun belakangan ini. semua tertawa melihat itu. meski belum saling kenal. mereka di akrabkan dengan ukhuwah islamiah yang sangat cinta keharmonisan. Rania menghabiskan makananya. Ia yang terakhir menghabiskan. Bukan karna banyaknya yang ia makan. Namun memikirkan apa yang akan ia katakan. yang pasti ia sudah cukup senang. melihat senyuman dari penyelamat hidupnya dahulu yang sangat bahagia akan kedatangannya. semua telah berubah. Namun ia masih tetap sama. belum ada pujangga jiwa.

"Fatma di mana Firhan" Raniacbertanya antusias, ingin memulai pembicaraan. takut di serang ribuan tanda tanya dari orang orang yang telah ia anggap keluarga itu.

"Ooo..kakak masih di Verona. ia jarang pulang. dulu ia sempat titip salam jika bertemu kamu sampaikan salamnya, lalu sampaikan salam Verona tanah kelahiranmu. Ia sangat merindukanmu. Mu'allaf paling di cintainya."

" tumben nih kesini Rania. apa kabar? gimana keadaan mama papamu. baik-baik saja kan?" Putri tak sabaran bertanya.

Rania lansung murung. Wajahnya lansung bersedih. Matanya kembali sembab. se'akan semua kejadian di masa lalau teringat jelas di depan mata. Perlahan air matanya menetes. Fatimah lekas memeluknya.

"Ada apa adinda..?" Fatimah berkata penuh iba. Memeluk lantas bertanya halus. menggunakan panggilan persahabatan yang dulu sering Fatimah pakai untuk memanggil sahabat Veronannya. Fatimah se'akan juga ingin menjadi seperti Syekh Abdul Faris yang sangaat berbeda dengan yang lain. salfa tidak menjawab. Seluruh ruangan terkejut. Seakan bingung dengan apa yang terjadi, semua terdiam, Reon menunduk haru.


Tangis SyurgaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora