Perempuan Sialan?

2.2K 126 3
                                    

Minggu yang cerah, embun pagi serta tanaman warna-warni, namun warna hijau yang lebih mendominasi, membuat sejuk dipandang dan dihirup.

"Huh huh huh" deru nafas Amila menggebu

"Heran deh, punya sahabat hobi banget lari. Nggak lari pagi, ya lari dari kenyataan ck" gumam Amila, sedangkan orang yang dibicarakannya masih terus asik melanjutkan aktifitasnya.

"Tunggu gue Li!" Amila mengejar Uliya yang sudah mendahuluinya.

Amila berhasil menyamakan larinya dengan Uliya.

"Cemen amat sih lo, baru tiga kali putaran udah cengap-cengap gitu" sindir Uliya

"Tiga putaran lo bilang baru? terus harus berapa putaran kue uli???" Amila dibuat geram

"Tujuh kali" jawab Uliya santai

"Lo kira kita lagi towaf!" Gerutu Amila

"Ya anggap kita towaf" Uliya masih santai menyahuti Amila.

"Towaf aja nggak lari-lari begini"

Uliya menengok pada Amila "Ya berarti kita lagi sai"

"Ya Gustiiiii kuatkan hamba menghadapi satu anak perawan ini" Amila mengelus dadanya, wajahnya mengekspresikan rasa sabar, hiperbola.

Uliya terkekeh geli melihat Amila, tidak ingin menanggapi Amila, Uliya mempercepat tempo larinya.

"Lah gue malah ditinggal. Tunggu woi Li! nggak enak nih gue lari sendirian, kentara banget jonesnya. Uliyaaaaa! tau ah gue udahan larinya." Amila semakin terengah-engah karena mulutnya terus mengoceh.

Namun Uliya menghiraunkan Amila, dia terus berlari.

Brukk
Karena kecerobohan Uliya yang tidak memandang ke depan, Uliya menabrak seseorang. Ah, Uliya rasa bukan salahnya juga, karena orang ini berhenti tiba-tiba. Namun, Uliya juga harus meminta maaf karena telah menabraknya. "Maaf Mas, saya tidak sengaja" Pandangan Uliya yang masih kebawah beralih menghadap orang yang Uliya tabrak.

Tidak ada sautan dari orang itu, baik Uliya maupun orang itu saling diam, terkejut, tidak menyangka.

Uliya tidak tahu apa yang harus dia katakan kembali. Menunggu orang dihadapannya menyahuti juga sepertinya dia enggan.

Sudah lewat beberapa detik, namun tetap tidak ada sahutan dari orang itu. Hingga Uliya menundukan pandangannya"Maaf, saya tidak sengaja" Uliya berbalik arah ingin meninggalkan orang itu namun niatnya terurungkan karena ada Amila bersama dr. Revan.

Amila dan dr. Revan sudah di hadapan Uliya.

Tatapan Uliya yang sendu menjadi terheran melihat Amila datang bersama dr. Revan di sampingnya.

Amila pun menatap heran Uliya"Kenapa lo balik kanan haluan? Larinya ke arah sana Li" Dagu Amila menengadah ke depan sebagai isyarat menunjuk. Saat dagunya menengadah ke depan, saat itulah matanya menangkap sosok yang kemarin sempat jadi topik pembicaraan Uliya dan Amila. Orang itu pun melihat Amila.

"Dokter sialan" Amila mengumpat

Umpatannya di dengar oleh dr. Revan "Suka banget sih lo ngatain gue, dulu gue dibilang dokter jadi-jadian, sekarang dokter sialan, besok dokter apa lagi?"

"Siapa yang lagi ngatain lo sih. Lo emang dokter jadi-jadian, dan dia, temen lo itu dokter sialan!" Ketus Amila dagunya kembali menengadah pada sosok di belakang Uliya, sedikit tertutup Uliya jadi dr. Akbar belum melihat sosok itu.

Hal yang ditakutkan dr. Revan terjadi, ia takut jika Uliya akan bertemu dr. Akbar.

Padahal saat Amila bilang, dia tidak satu universitas dengan Uliya, membuatnya lega, karena sahabatnya yaitu dr. Akbar tidak akan bertemu Uliya.

Namun, dr. Revan tidak berpikir mereka memang tidak satu universitas, tapi bisa saja Uliya juga ada di kota ini, kuliah di universitas lain. Bodoh!

dr. Revan takut jika dr. Akbar akan kembali marah karena mengingat luka dua tahun silam, selama itu dr. Akbar sudah berusaha membuang amarahnya pada Uliya. Tentu dr. Revan tahu alasan dr. Akbar membenci Uliya.

Kenapa dunia harus sesempit ini, Ya Tuhan? batin dr. Revan

dr. Revan pun tidak tinggal diam" Cewek bar-bar, cepet ajak Uliya pergi" perintah dr. Revan pada Amila.

Tentu Amila kesal dengan panggilan dr. Revan terhadapnya. Cewek bar-bar katanya?! Namun, Amila mengesampingkan egonya agar tidak ribut dengan dr. Revan. Karena mengajak Uliya pergi dari siatuasi ini lebih penting.

"Nggak usah lo suruh juga gue emang mau ajak Uliya pergi dari sini. Dari hadapan cowok sialan itu?!" Amila menatap dr. Akbar dengan tatapan sinis. Tidak ada embel-embel dokter lagi. Pikir Amila, terlalu sopan memanggilnya sebagai dokter. Bahkan, sikapnya sangat tidak patut seperti cowok brengsek yang menyakiti perempuan.

"Temanmu itu yang seharusnya disebut perempuan sialan." dr. Akbar menatap Uliya tajam.

Tertohok.
Ucapan dr. Akbar sangat mengena di hati Uliya.

Uliya diam, tak sanggup membalas ucapan dr. Akbar.

"Akbar!  jaga ucapan lo!" dr. Revan memperingati dr. Akbar

"Saya tidak perlu menjaga ucapan pada perempuan seperti dia."Matanya masih menatap tajam pada Uliya, namun Uliya tetap diam menunduk.

"Mulut lo brengsek yah kaya cowok-cowok bucin di sosial media. Yuk Mil, kita pergi. Kita nggak ada urusan sama mereka." Amila menarik lengan Uliya,  melangkah cepat meninggalkan dua laki-laki tersebut.

***

Sejak dari taman itu, Uliya masih diam. Di benaknya bertanya-tanya kenapa dr. Akbar sampai mengatakan bahwa dia perempuan sialan? Apa salah Uliya? Seingatnya, Uliya tidak menyakiti dr. Akbar maupun Mbak Naura. Justru Uliya dengan sadar dirinya mundur di antara hubungan mereka berdua.

Tadi, saat menabrak dr. Akbar, setelah meminta maaf, Uliya sudah berniat tersenyum pada dr. Akbar tanda sapaan setelah lama tidak bertemu pun komunikasi. Karena Uliya ingat pembicaraannya semalam dengan Amila, bahwa Uliya harus ikhlas. Tidak ada lagi marah atau pun benci karena dr. Akbar yang membuantunya hanya karena kasihan.

Sudah berhasil Uliya memaafkan dr. Akbar yang beralasam membantunya hanya karena kasihan. Jika di lihat dari sisi lain, kebaikan dr. Akbar yang diberikan pada Uliya tidak sedikit. Apalagi berkat dr. Akbar juga Uliya mendapat paralel tiga. Sungguh hal yang tidak terduga.

Mengingat dr. Akbar dan Difa saat itu juga membuat Uliya semakin sadar bahwa dia memang seharusnya ikhlas. Difa anak dr. Akbar, tandanya jika dr. Akbar sudah berkeluarga.

Uliya tidak sepicik itu mengharapkan laki-laki yang sudah berkuarga.

Dan pagi tadi, Uliya dengan hati yang sudah bersih dari harapan semu. Tidak ada rasa kecewa pun marah pada dr. Akbar. Namun, kenapa dr. Akbar sekarang berbalik menjadi menyimpan kebencian pada Uliya?

"Gue punya salah apa Mil sama dr. Akbar?" ucap Uliya lirih

Sendok berisi bubur menggantung di depan mulut Amila, dia letakan kembali sendok itu"Nggak usah mikirin dokter sialan itu lagi ok.'

"Katanya, gue yang sialan"Uliya mengacak-acak bubur di mangkuknya.

"Stop Li! dulu lo nggak pernah bikin masalah sama dia atau Mbak Naura kan? Ya udah, lo nggak ada salah."Amila menatap Uliya, memberikan keyakinan jika Uliya tidak bersalah.

"Barangkali gue bikin salah sama mereka, tapi gue nggak sadar Mil. Gue harus minta maaf"sahut Uliya.

Amila mendelik"Nggak usah memperumit diri dan hati lo deh Li" Ucap Amila pelan namun tegas.

"Gue harus menanyakan apa kesalahan yang udah gue perbuat, dan gue harus minta maaf" Uliya kekeh dengan keinginannya.

Amila pun menghembuskan nafasnya gusar, sudah jengah dengan sikap keras kepala sahabatnya. "Terserah lo"

"Mil"panggil Uliya

"Kenapa lagi?"sahut Amila

"Gue yakin waktu di ice skating perempuan cantik itu Ibunya Difa, berarti isteri dr. Akbar. Lalu, kemana Mbak Naura?"

    KEMBALI (REVISI)Where stories live. Discover now