Boleh Nerobos Hati Lo?

2.2K 116 3
                                    

Amila mengemasi barang-barangnya, sudah cukup semalam dia menumpang tidur di kamar kos Uliya karena hari libur. Sore ini Amila akan pulang kembali ke kos sendiri, jaraknya lumayan jauh.

"Gue balik ya, jangan sedih, jangan ngelamun, dan jangan stres apalagi bunuh diri Li, kita masih bisa ketemu kok. Tenang aja" Sikap Amila yang ceplas-ceplos kadang bikin kesal Uliya kadang juga bikin Uliya tertawa.

"Lebay, kaya lo mau pergi ke alam kubur aja. Lagian cuma ditinggal lo, yakali gue bunuh diri."

Mereka berjalan ke luar kamar menuju gerbang kos.

"Kalo ditinggal dr. Revan berarti lo ada kemungkinan bunuh diri gitu?" Amila melirik Uliya dengan semirik senyumnya.

"Gue masih waras buat mikir mau bunuh diri. Lagian bunuh diri itu dilarang Allah

"Keimanan seseorang itu ibarat air laut, kadang pasang kadang surut. Siapa yang tau kalo setan yang godain lo itu rajanya setan, jadi lo ada pikiran bunuh diri. Semoga aja sih nggak yah"

"Astaghfirullah Mil, bicara lo ih! Naudzubillah" Uliya begidik

Amila terkekeh geli "Hehehe, Gue cuma becanda sambil ngetes lo, lo masih ngarepin tuh dokter sialan atau nggak."

"Nggak lucu Mil. Udah ah, lo kan tim sukses move on gue, kok malah bahas dr. Akbar lagi. Lo mau gue jadi gagal move on?"

"Demi apapun, gue nggak ikhlas lo ngarepin si dokter sialan lagi."

"Hus, panggil nama orang dengan baik, nggak baik panggil kaya gitu" Uliya memperingati Amila

"Kenapa sih lo ngebelain dokter sialan kaya dia? bahkan nggak sadar diri, dia malah ngatain lo perempuan sialan" Amila menggerutu protes atas Nasihat Uliya.

"Gue nggak ngebelain dia, tapi lo harus ingat ini "Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Hujurat:11)." Jelas Uliya

Raut wajah Amila yang dongkol, kini hilang menjadi datar, memahami tuturan Uliya.
"Hhh astaghfirullah, maafin gue deh"

Uliya tersenyum lalu terkekeh"Minta maaf sama orangnya lah"

Amila pun mengerucutkan bibirnya"Ya gimana mau minta maaf, tau tempat tinggalnya aja enggak. Masa gue harus nguber ibu kota yang luas dan padat penduduk ini"

Uliya tertawa mendengarkan Amila, dia lucu jika sedang kesal seperti ini.

"Kenapa nih ketawa-ketawa, seneng banget kayaknya?" Suara laki-laki datang menghampiri Uliya dan Amila.

Uliya dan Amila pun menengok ke arah sumber suara.
Reza datang, motornya diparkirkan lumayan jauh dari gerbang kos Uliya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Amila, melirik sinis pada Reza.

"Terserah gue lah" Reza mengedikan bahunya, dia hanya melihat Uliya.

"Mau nganter gue ke Bu Nila, mau nyerahin tugas kelas gue" Uliya menjawab pertanyaan Amila yang tidak dijawab Reza.

"Ooh, ya udah gue pulang ya. Assalamu'alaikum" pamit Amila

Uliya menganggk sambil menyalami Amila "Wa'alaikumussalam. Hati-hati di jalan, kalo ada lampu merah jangan main nerobos aja" Uliya menimpali dengan suara sedikit keras karena Amila berjalan menjauh dari gerbang.

"Asiaaap, lo juga hati-hati. Hati lo masih kosong, barangkali tiba-tiba ada yang nerobos masuk." Sahut Amila.

Uliya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tingkah atau tutur kekonyolan Amika memang sering bikin Uliya tertawa atau seperti tadi, menggelengkan kepalanya.

"Gue boleh dong nerobos hati lo?" Ucap Reza tiba-tiba

Uliya pun mengalihkan pandangannya pada Reza, menatap Reza diam.

Hingga sekian detik Uliya tertawa "Hahaha selera humor lo udah kaya Amila yah Za"

Reza hanya menggaruk tengkuknya sambil tersenyum meringis.

"Udah pukul 16.10 nih, yuk jalan" ajak Uliya seraya menutup gerbang kos.

"Ngajak jalan nih? Siap, mau jalan ke mana nih?"

"Ih apaan sih, yuk ke Bu Nila maksudnya" Uliya mengerucutkan bibirnya.

"Iya iya, jangan ngambek dong. Nanti orang yang liat ngiranya kamu lagi ngambek sama suami" Reza terus meledek Uliya.

"Reza!" Uliya memukul Reza dengan sling bagnya.

Uliya berjalan melalui Reza

Reza mengejar Uliya "Eh eh, motornya di sana"

"Lagian, parkir motor jauh banget sih"

"Tadi ada tukang es cendol, minum cendol dulu di situ" Jelas Reza

"Nggak nanya" Sahut Uliya masih dengan mode kesalnya.

"Udah dong ngambeknya, gue nggak pandai bujuk perempuan selain Bunda gue."

"Masa? kemarin-kemarin ada cewe nangis bisa diem lo apain kalo nggak lo bujuk?"

"Cewek yang mana?"

"Tau ah"

"Cemburu yaaaa?"

"ih apaan sih!  udah sore, cepet ambil motornya!"

Uliya kesal, kenapa malah jadi ribut di tengah jalan seperti ini sih? dan mereka malah bahas masalah yang tidak penting sama sekali. Reza bilang, Uliya cemburu? atas dasar apa Uliya cemburu? dia hanya kesal karena Reza terus usil padanya.

"Iya, jangan kabur ya. Tunggu di sini ok" Jawab Reza sambil mengerlingkan sebelah matanya.

"Sekali lagi lo usil, gue kabur beneran nih!"  Ancam Uliya

"Iya iya, maaf" Reza berlari mengambil motornya, di sebelah tukang es cendol.

***

Uliya dan Reza sudah berada di depan rumah Bu Nila.

Rumahnya tertutup, gerbangnya juga ditutup. Dengar-dengar dari warga kampus yang sempat heboh karena salah satu dosen di kampus Uliya ada yang kemalingan, yakni di komplek ini. Dilihat-lihat rumah-rumah di komplek ini juga terlihat lumayan mewah-mewah, tak heran jika perumahan ini jadi sasaran maling. Sebab itu, mungkin warga komplek ini waspada dengan cara mengunci rumah dan gerbangnya.

Uliya menekan tombol di tembok, sebelah gerbang.
"Assalamu'alaikum"

"Oh, iya. Kan gue tadi nggak nunjukin rumah Bu Nila. Lo kok tau rumah Bu Nila sih?" Uliya mengalihkan pandangannya ke arah Reza yang ada di belakangnya.

"Gue tinggal di daerah sini juga" jawab Reza santai.

"Hah? lo kok nggak pernah cerita?" Uliya terkejut. Pasalnya, Reza lebih sering menginap di kos temannya yang mungkin sempit dan kurang nyaman, padahal rumahnya di komplek perumahan ini. Artinya, rumah orang tua Reza tidak beda jauh dengan rumah-rumah yang tadi Uliya lewati, bagus.

"Kenapa lo nggak tinggal di rumah lo aja sih? padahal kalo di kos temen lo, lo juga tiap malam keluar cari angin karena gerah. Rumah lo pasti ada AC kan? heran deh, manusia di kasih enak tapi tidak mensyukuri"

"Cerewet banget sih, jadi gemes."
Bukannya menanggapi ocehan Uliya, Reza kembali meledek Uliya dengan memasang ekspresi geregetnya.

"Aneh dasar lo"

"Bukannya tidak mensyukuri, gue justru lagi belajar mandiri, kan lo sendiri suka nasihatin gue kalo gue harus mandiri. Lagian gue juga sering pulang ke rumah kok" Jelas Reza

"Masyaa Allah bagus deh" Uliya tersenyum seraya mengacungkan ibu jarinya.

"Ada alasan lain gue sering tinggal di kos temen gue" Tutur Reza lagi.

"Apa?" Tanya Uliya santai.

"Biar deket kampus dan deket lo juga" Sambung Reza, wajahnya lurus menatap Uliya.

Uliya tersenyum, Reza memang sangat baik.

Reza menunggu tanggapan Uliya.

"Eh, Uliya, eh ada Reza juga. Silakan masuk" Bu Nila tiba-tiba sudah ada di depan gerbang dan sudah membukakan gerbang

    KEMBALI (REVISI)Where stories live. Discover now