Satu Seperempat Jam yang Sia-sia

2.4K 126 3
                                    

Revisi

Ingat ya!


1. Tap bintang





2. Komen





3. Koreksi typo























***

Pintu bercat putih dan kaca bening sedari tadi menjadi fokus pandangan Uliya. Bukan, bukan pintunya yang kelewat bagus sampai mengalihkan fokus perhatian manusia. Pintu itu layaknya pintu-pintu lain, tempat lalu-lalang, datang-pergi melewatinya.

Satu jam seperempat Uliya di tempat belajar umum. Uliya baru tahu kalau di daerahnya sendiri ada fasilitas umum yang biasa para pelajar gunakan untuk mengerjakan tugas, rapat, atau bahkan diskusi para mahasiswa dan pekerja kantor.

"Dek, mentornya belum dateng juga?" Tanya salah satu mahasiswa perempuan yang beberapa saat lalu berkenalan dan sedikit mengobrol dengan Uliya.

Uliya tersentak, ia menoleh.
"Iya ni, Ka. Hehe."

"Ya udah, Kakak duluan ya." Pamitnya.

Uliya mengangguk dan tersenyum sebagai balasan.

"Hhh..Kalo gini sih bukan privat, tapi setor tugas. Dimana-mana yang namanya privat itu diajarin bukan cuma disuruh ngerjain soal seabreg." Gerutu Uliya.

"Pengin berkata kasar, takut dosa. Enggak berkata kasar, tapi dia ngeselin parah. Bisa-bisanya bikin janji sendiri tapi enggak ditepati."

"Valid, semua cowo bisa janji tapi enggak bisa menepati. Asjk dr. Akbar ngeselin banget sih."

Tidak berhenti di situ, Uliya meluapkan kekesalannya dalam hati.

Ting

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Si tuan yang sedang ia sumpah serapahi dalam hati mengirim pesan. Uliya segera membuka pesan itu.

📱Dogan
Saya ada acara mendadak, hari ini kita skip dulu privatnya.

Uliya meremas ponselnya, giginya menggeretak, mata belonya semakin melebar memancarkan kekesalan penuh.

Uliya dengan cepat membawa jarinya menari di atas keyboard benda persegi yang digenggamnya, menuliskan balasan untuk si dokter ganteng yang kaku.

📱Uliya
Semoga cuma saya yang dibuat sakit hati ya, Dok!

Beberapa saat, Uliya mengintip pesannya ternyata belum dibuka.

Tidak ingin tersulut emosi, Uliya menarik napas lalu
mengembuskannya melalui mulut.

"Sabar, sabar, orang sabar pahala nya besar." Ucapnya sembari menghapus pesan yang beberapa detik ia kirim ke dokter ganteng yang kaku itu.

***

Melupakan kekesalannya kepada si dokter ganteng yang sudah sepekan ini menjadi mentor privatnya, akhirnya Uliya pergi ke rumah Amila.

Baru saja ingin memarkirkan motornya, Uliya justru diminta mengeluarkan kembali motor matic merahnya.

"Keluarin lagi motornya, yuk kita beli asupan dulu sebelum otak kerja rodi." Cegat Amila saat Uliya hendak menurunkan standar motornya. Fyi, kerja rodi yang dimaksud Amila adalah mengerjakan tugas sekolah yang banyaknya mampu menguras tenaga kerja otak, katanya.

    KEMBALI (REVISI)Kde žijí příběhy. Začni objevovat