Reza Penasaran

2.2K 122 2
                                    

Setelah dua tahun Uliya berhasil mengenyahkan dr. Akbar dari hati dan pikirannya, kenapa sekarang justru Amila membuatnya mengingat lagi? membuat luka lama kembali terbuka.

Dari jarak tidak terlalu jauh, di koridor Reza berlari menghampiri Uliya "Lo pasti belum sarapan, makan yuk" ajak Reza

"Gue mau makan sama temen kelas gue"

"Sama gue aja yuk" ajak Reza lagi sedikit memaksa

Karena Uliya yang risih dengan tatapan mahasiswa lain yang tertuju kepada dirinya dan Reza, Uliya memilih berjalan menjauhi koridor ruang kelas.

Reza mengikuti langkah pergi Uliya "Mau makan apa?"

"Terserah" Uliya tidak sedang marah atau cuek, memang benar Uliya mempersilakan Reza mau mengajaknya makan apa.

"Hemat banget ngomongnya" Reza melirik Uliya yang jalan menunduk

"Hhh, emang lo nggak risih apa Za, kalo sering deket sama gue. Gue ini perempuan sedangkan lo laki-laki" Uliya mengatakan dengan gusar

"Iya terus kenapa? kalo deket sama lo pun gue nggak jadi banci"

"ih gereget gue" Uliya kembali melangkah, kesal karena Reza tidak menangkap arah pembicaraan Uliya yang bermaksud ingin adanya batas antara laki-laki dan perempuan.

Reza sudah menyamakan langkahnya dengan Uliya. Uliya memutar bola matanya "Gue cuma takut timbul fitnah karena kita yang terlalu deket, gue tau lo itu sahabat gue. Tapi seorang perempuan dan laki-laki yang bukan mahrom juga perlu menjaga batasan. Lo nggak liat tatapan temen-temen tadi gimana? gue takut mereka jadi suudzon"

"Yang penting kita nggak pegangan tangan, pelukan, atau bersentuhan yang lain kan?" Jawab Reza meyakinkan Uliya agar dia tidak merasa takut sedang hal-hal yang disebutkannya tadi.

***

Uliya dan Reza memasuki kedai biasa Uliya sarapan atau makan siang.

"Uliya" Sapa teman Uliya, dan Uliya pun berbalik badan melihat temannya.

Ada Fella dan Arfi -teman Fella

Fella adalah teman satu kos dengan Uliya, mereka berdua akrab ketika di kos karena kebetulan kamar mereka bersebelahan, tak jarang juga mereka sering tidur bersama. Entah Uliya yang akan tidur di kamar Fella atau Fella yang tidur di kamar Uliya.

"Gue gabung ya Fel" izin Uliya

"Dengan sangat tidak keberatan karena lo bawa si cogan Li" Fella sudah tersenyum girang menerima Uliya dan Reza bergabung

"Ganjen banget sih lo jadi cewe" Reza yang merasa risih dengan sikap Fella pun, segan mengucapkan perkataan tersebut.

"Za, jaga sikap lo. Fella cuma becanda kali" Ucap Uliya menegur Reza karena perkataannya yang tidak sopan.

Fella dan Arfi tertawa melihat tampang Reza yang dinilainya terlalu serius menanggapi ucapan Fella.

"Sans kali Za, lo sensi amat kaya cewek lagi pms aja."

"Ya udah, kita duluan ya. Bentar lagi masuk nih. Oh iya Li, nanti malam marathon nonton drakor ya mumpung besok free" Fella pamit sembari mengambil tisu makan.

"Siap"

"Jangan sering marathon nonton drakor, nanti tidurnya kemalaman. Nggak baik buat kesehatan." Ucap Reza membuat aktifitas mengunyah Uliya berhenti sejenak, lalu kembali menelan makanannya.

"Mahasiswa memang biasa tidur malam kan? karena mengerjakan tugas." balas Uliya memutar bola matanya.

"Kalo tugas kan kita mengerjakan kewajiban, sedangkan nonton drakor emang kewajiban? kalo kewajiban kita kerjakan kan dapet pahala, nah nonton drakor mah nggak dapet pahala malah bisa dapet dosa karena maksiat liatin Oppa yang bikin berimajinasi nggak bener."

"Masyaa Allah, nggak sia-sia lo sekarang rajin ikut kajian Za. Tapi kan gue nggak berimajinasi nggak bener!"

Reza terkekeh melihat raut wajah Uliya seperti orang yang kepergok ketahuan melakukan hal yang dituduhkan memang benar.

"Siapa dokter sialan itu?"

Uliya kira, Reza tidak akan menyakal soal ini lagi. Padahal Uliya sudah menjawab dokter sialan adalah dokter yang dulu pernah merawat Uliya lalu salah menyuntik Uliya. Namun sepertinya Reza tahu, jika dokter itu dengan Uliya sepertinya ada suatu hal atau hubungan? karena Reza melihat dengan jelas raut wajah Uliya yang berubah ketika membahas dokter itu.

Uliya tidak berbohong, dr. Akbar memang dulu pernah salah menyuntik. Tepatnya, nadi Uliya yang sulit ditemukan jadi dr. Akbar yang selalu gagal menyuntik Uliya, hingga suntikan yang ke empat baru berhasil.

"Dibilang kalo dokter sialan itu dokter gue yang nyuntik gue sampe empat kali, bikin tangan gue pegel, makanya dapet sebutan dokter sialan" Jelas Uliya berusaha meyakinkan Reza

"Gue tau lo emang nggak bohong, tapi pasti ada hal lain yang bikin dokter itu disebut sama Amila dengan sebutan dokter sialan. Apa alasan lain itu?"

Uliya memutar bola matanya, dia jengah. Kenapa Reza harus menanyakan hal yang menurut Uliya tidak penting.

Serius, sejak dua tahun ini Uliya menganggap kisahnya dengan dr. Akbar adalah hal yang tidak penting.

"Jadi, apa alasan lain sampai dokter itu disebut dokter sialan?" Reza kembali menekan Uliya supaya Uliya mau menjawabnya.

Uliya menarik nafasnya gusar, dia mulai menceritakan dari awal dia kenal dr. Akbar hingga Uliya privat dengan dr. Akbar yang membuat mereka dekat dan adanya perasaan yang hadir pada Uliya, namun dr. Akbar sudah memiliki kekasih.

"Bahkan, dokter itu mau jadi tutor lo Li. Masa dia nggak ada rasa apapun sama lo?"

Uliya tersenyum pahit kala mengingat hal itu "Nggak ada, dia cuma kasihan karena gue miskin dan penyakitan. Gue nggak ada banyak uang buat ikut bimbel, karena waktu itu orangtua gue banyak ngeluarin duit buat gue. Daripada uang buat bimbel, gue lebih milih uangnya buat gue melanjutkan pendidikan lagi."

Reza mendengarkan dengan seksama penjelasan Uliya. Dia menatap Uliya, yang tentunya Uliya segera menunduk.
" Hus jangan bilang lo miskin dan penyakitan gitu lah. Jadi, sekarang lo nggak ada rasa apapun buat dokter itu lagi?"

Tidak ada jawaban, Uliya hanya tersenyum.

"Udah yuk, gue mau ngerjain tugas kelompok" Uliya bangkit, menghampiri kasir lalu membayar.

Mereka berdua keluar dari kedai, berjalan di trotoar kembali menuju kampus.
"Gue penasaran, seganteng apa sih dokter sialan itu?"

"Ganteng? tau dari mana kalo dia ganteng? ketemu aja nggak pernah lo Za"

"Udah pasti ganteng sih ya kan?"

"Sok tau lo"

"Cowok yang deket lo kan pasti ganteng"

"Emang iya gitu?"

"Iya, buktinya gue ganteng"

"Lo ganteng?  pede banget sih lo Za" Uliya tidak kuat menahan tawanya, dia menutup mulutnya sambil tertawa.

"Emang gue ganteng" Ucap Reza dengan rasa percaya dirinya

Uliya tepuk tangan "Saya mengapresiasi rasa percaya diri anda yang tinggi"

"Ganteng gini kalo nggak banyak amal juga percuma yah Li"

"Betul, karena seleksi masuk surga bukan dilihat dari kecantikan atau kegantengan wajahnya, tapi amalnya."

    KEMBALI (REVISI)Kde žijí příběhy. Začni objevovat