41

325 41 4
                                    


Pada akhirnya kebenaran akan terungkap di saat yang tepat, walau harus menyakiti beberapa pihak. Janma hanya bisa memejamkan mata seraya menahan air matanya agar tidak jatuh ketika papa akhirnya mengakui segala perbuatannya. Ia tidak boleh menangis. Setidaknya untuk saat ini, saat ada banyak vampir yang mulai memandangnya dengan tidak menyenangkan. Sebisa mungkin Janma tetap mengangkat kepalanya berusaha sekeras mungkin untuk tidak memedulikan tatapan itu.

"Kasmala Braja, mulai hari ini kau akan dihukum menggantikan hukuman Javas Ovra dengan waktu yang tentu saja lebih lama." Rosco akhirnya memutuskan bersamaan dengan sebuah kepulan asap yang muncul ke dalam ruangan yang kemudian berubah menjadi sosok malaikat maut yang lain.

Dua sosok kelam nan asing itu muncul tepat di samping Kasmala yang hanya bisa tertunduk dengan dua lutut yang mencium lantai. Wajahnya menggambarkan penyesalan yang amat sangat, tidak hanya pada Navya dan seluruh manusia serigala, tapi juga pada putri juga istrinya yang sudah bisa dipastikan sangat kecewanya dengannya. Kasmala tidak akan punya cukup keberanian lagi untuk menatap dua wanita itu.

"Tuan, putrimu ingin bicara denganmu sebelum kau pergi."

Sosok di samping Kasmala berbicara, membuatnya tersentak sejenak lalu secara spontan membuka mata dan mendapati putrinya yang berlutut di hadapannya. Mata putrinya itu menatapnya dengan sedih, walaupun begitu bibirnya tersenyum seakan ingin memberi kekuatan padanya. Tanpa bisa ditahan lagi isak Kasmala mengudara yang langsung mengundang gelengan dari Janma.

"Maafin Papa, Janma. Papa...." Lidah Kasmala terlaku kelu hingga apa yang bisa dilakukannya selanjutnya adalah menundukkan kepalanya sedalam mungkin.

Ayah macam apa dia ini!!

"Papa sudah jadi orang tua yang buruk buat kamu. Maafin, Papa."

Janma menggeleng, air mata tanpa bisa ditahan lagi mengalir deras melewati pipinya. "Terlepas dari apa yang Papa perbuat di masa lalu, Papa tetap orang tua yang terbaik buat aku. Aku udah maafin, Papa."

Untuk pertama kalinya Kasmala tersenyum, merasa beruntung memiliki putri seperti Janma dan juga merasa bersalah atas apa yang menimpa putrinya saat ini. Tidak betapa lama kemudian dua malaikat maut di sampingnya memegang kedua lengan Kasmala lalu memaksanya berdiri, seakan memberitahu jika waktu yang mereka berikan untuk ayah dan anak itu telah habis.

Kasmala tidak melawan sama sekali bahkan ketika dua sosok itu membawanya berbalik hingga membuatnya tidak lagi bisa menatap putrinya. Kasmala memutar kepalanya ke belakang, membuat pemandangan putrinya yang sempat hilang kembali nampak dan memunculkan sebuah senyum lemah sarat akan banyak emosi.

"Sampaikan maaf Papa pada Mama," bisik Kasmala lirih sebelum akhirnya sepenuhnya berbalik dan menghilang beberapa detik kemudian bersama dua sosok malaikat maut asing itu.

Mata Janma memandang ngilu kepergian papanya bahkan setelah aula sudah hampir kosong dan hanya menyisakan dirinya. Air matanya masih tidak bisa berhenti mengalir seakan ingin terus menunjukkan betapa menyakitkannya ini untuk dirinya. Kemungkinan besar Janma masih akan ada di tempat itu lebih lama lagi jika saja seseorang tidak menyentuh bahunya dengan lembut. Walaupun enggan kepala Janma berputar kemudian langsung disuguhi dengan pemandangan Apta yang menatapnya dengan pilu. Janma sudah siap memberi bentakan pada vampir itu, tapi batal saat mendengar apa yang dikatakan Apta.

"Semuanya bakal baik-baik aja."

Janma ingin membantah dan mengatakan betapa tidak masuk akalnya ucapan Apta, tapi yang keluar justru adalah isak tangisnya yang semakin menjadi. Apta memandangnya penuh simpati menghilangkan sosok penuh kejahilan yang biasa nampak pada dirinya. Tangan laki-laki itu meraih salah satu tangan Janma lantas menariknya ke dalam pelukannya dan memberikan sebuah dekapan hangat yang sarat akan dukungan. Janma ingin menolak apa yang diberikan vampir itu, tapi dirinya yang saat ini terlalu lemah dan putus asa untuk melakukannya.

HIRAETHWhere stories live. Discover now