34

454 46 4
                                    


"Jadi, hal penting apa yang mau lo omongin sama gue?" tanya Gama beberapa saat setelah keduanya sampai di halaman depan rumah Vidia.

Hujan sudah tidak turun sederas tadi dan hanya menyisakan rintik-rintik air yang membuat siapapun menggigil, kecuali dua vampir yang tampak saling menatap saat ini. Langit sudah semakin gelap karena hari mulai beranjak sore dan dibuat semakin gelap dengan awan mendung yang memeluk cakrawala di atas sana.

"Gue sudah menemukan suatu hal yang membuat semuanya seperti ini."

Dahi Gama berkerut, tampak tidak paham dengan ucapan Leo. Dan lagi, kenapa temannya ini terasa begitu berat saat mengatakannya. Leo sendiri tampaknya paham jika ucapannya barusan cukup sulit untuk dipahami. Laki-laki bermata hijau itu kemudian menarik napas dengan berat.

"Pertikaian antara vampir dan manusia serigala. Gue udah tahu dari mana semua itu berasal."

Suara Gama memang tidak menggema di telinga, tapi tatapan tanya itu membuat Leo tahu jika temannya itu menginginkan jawaban yang lebih jelas lagi darinya. Menceritakan hal besar ini memang terasa berat, tapi Leo harus melakukannya karena entah kenapa ia merasa berkewajiban untuk menyelesaikan semua ini yang membuat para vampir dan manusia serigala mengumbar kebencian satu sama lain tiada henti.

Leo melangkah semakin mendekat ke arah Gama lalu sedikit menundukkan kepalanya karena tinggi temannya itu yang lebih pendek darinya. Bukannya mengejek atau apa, tapi semua itu adalah kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Sekalipun itu Gama. Meminum susu peninggi badan juga tidak ada gunanya karena umur kawannya itu sudah 153 tahun, belasan tahun lebih muda darinya.

Leo mulai membisikkan semuanya dengan intensitas suara yang ia perkirakan sendiri tidak akan terdengar bahkan jika orang yang menguping itu berada di jarak satu meter. Seiiring dengan berjalannya cerita yang Leo bisikkan berbagai ekspresi melewati wajah Gama silih berganti. Vampir dingin itu bahkan beberapa kali membelalakkan matanya yang tidak seberapa lebar karena kaget.

"Lo yakin itu semua benar?"

Leo mendesah, tampak kecewa dengan respon Gama saat ini. "Jingga melihat masa lalu Tuan Kasmala dengan kemampuannya. Menurut lo itu semua bohong?"

Mata Gama mengerjap beberapa kali. Berusaha mempertimbangkan kebenaran ucapan Leo. Namun, seberapa keras pun ia menyangkal akan sangat bodoh jika tidak mempercayai penglihatan masa lalu Jingga yang begitu akurat. Tapi, memikirkan seorang Kasmala Braja melakukan hal sesadis itu pada wanita yang dicintainya hanya karena tidak bisa bersama, itu sungguh berbanding terbalik dengan image yang ditampilkan selama ini.

"Terus? Selanjutnya apa?"

Kepala Leo mengangguk sekali dan kembali menunduk, membisikkan serentetan kata yang ia harap bisa mengubah hubungan antara manusia serigala dan vampir.

"Lo paham, kan?"

Pertanyaan Leo disambut dengan anggukan tegas Gama.

"Bagus. Kalau begitu sesuai rencana kita ketemu besok pagi-pagi buta di tempat yang gue tentukan."

Gama lagi-lagi hanya mengangguk. Memangnya apa lagi yang bisa dilakukan selain ini? Temannya ini adalah salah satu anggota Heredis yang sebenarnya harus ia hormati—walau sebenarnya Gama akui sering melakukan hal yang sebaliknya.

"Lo ... nggak minta bantuan anggota Heredis lain?" tanya Gama pada akhirnya. Lagi pula sebagai calon penerima kekuasaan di masa depan, menurutnya anggota Heredis punya porsi yang membuat mereka berhak mengetahui hal ini.

"Itu sudah gue pertimbangkan, walau sebenarnya gue nggak ingin melibatkan Janma di dalamnya."

Gama cukup mengerti dengan opini yang dilontarkan Leo. Jika ia jadi temannya, dirinya juga akan melakukan hal yang sama. Janma adalah putri satu-satunya Kasmala Braja, jadi ada kemungkinan besar jika perempuan ambisius itu tahu dia malah akan mati-matian membela ayahnya.

HIRAETHWhere stories live. Discover now