16

1.3K 152 4
                                    


Walaupun tubuhnya sudah sangat lemas Leo tetap mengangkat kepalanya, melihat sosok bernama Naresh yang memasuki ruangan melalui pintu besar dengan pandangan bengis. Pria itu dengan gagah melintasi ruangan dengan para pengawal yang menunduk hormat padanya. Langkah Naresh kemudian berhenti saat sampai di takhtanya dan duduk dengan gaya paling angkuh yang pernah Leo lihat.

"Kau masih ingat aku bukan, Leonardo Nagendra?"

Leo berusaha bangkit dari posisi berlututnya dan menatap Naresh dengan pandangan seakan bisa membunuhnya dengan itu. Tentu ia masih ingat betul dengan kejadian dua tahun lalu saat Naresh dan juga prajuritnya menghajar dirinya hingga babak belur. Leo bahkan sempat berpikir akan kehilangan nyawa saat itu juga.

"Jadi kau tidak mengingatku?" Naresh bangkit dari duduknya, berjalan ke arahnya dengan kepala mendongak angkuh.

Tidak mau kalah, Leo menatap balik Naresh dengan tubuh lemahnya yang bisa ambruk sewaktu-waktu. Jika saja energinya mencukupi kemungkinan besar Leo sudah akan menerjang pria itu dengan sekuat tenaga. Memojokkannya hingga kemudian memaksa untuk mempertemukannya dengan Jennie. Sialnya itu tidak terjadi sekarang.

"Jujur saja, aku sedikit sedih karena ini. Aku pikir kau akan mengingatku sejak kejadian itu."

Leo mendengus jengkel walau dengan melakukan itu ia dapat merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya. "Sebenarnya apa masalahmu hingga mengurungku dan membuatku seperti ini!!" teriak Leo marah. Sudah cukup kesabarannya menghadapi sosok yang paking berjasa memisahkannya dengan belahan jiwanya.

"Jangan berteriak padaku!!" Naresh mengulurkan tangannya dan menampar pipi Leo dengan keras hingga menciptakan bunyi yang berakhir dengan tumbangnya vampir itu secara menyedihkan ke lantai.

Tamparan itu sebenarnya tidak berarti apa-apa baginya jika tubuhnya dalan keadaan normal. Sayangnya hal itu tidak menimpanya saat ini hingga ia dapat merasakan pipinya dirambati rasa sakit yang amat nyata. Diam-diam Leo berjanji akan membalas perlakuan Naresh saat ini. Ia tidak akan membiarkan pria itu mempermalukannya begitu saja tanpa balasan.

"Beraninya kau berteriak pada seorang Nata!!"

Naresh membungkukkan tubuhnya dan kembali meraih wajah Leo dengan tangan kanannya. "Dan kau bilang apa tadi? Apa masalahku?" tanyanya dengan tawa miris, Leo dengan jelas bisa melihat mata Naresh diselimuti kaca bening.

"Coba tanyakan saja pada pimpinanmu!! Tanyakan apa yang dia lakukan pada bangsaku!! Pada keluargaku!!"

Tangan Naresh mencengkram semakin kuat wajah Leo hingga membuatnya tidak bisa membuka mulut sama sekali. Sesaat kemudian Naresh menyentakkan tangannya hingga membuat kepalanya terlempar ke kiri dengan keras.

"Ambilkan tongkat Zilveren milikku!!"

Sesuai dengan perintah Naresh, salah seorang pelayan dengan cepat keluar dari aula dan kembali dalam waktu singkat. Salah satu tangan pelayan itu membawa benda perak yang lagi-lagi mirip dengan yang dimiliki Arsen. Apa benda itu semacam benda wajib bagi manusia serigala? Ini sudah kali ketiga ia melihat benda itu?!

"Apa yang akan kau lakukan?! Kau akan membunuhku?!" tanya Leo lirih saat ia melihat Naresh mengubah benda itu menjadi lebih panjang.

"Membunuhmu bukanlah sesuatu yang menguntungkan bagiku. Dengan tongkat berisi mantra ini, aku akan membuatmu membunuh seluruh petinggi dan juga para pemimpin vampir yang lain."

"Kakak!!"

Sebuah suara yang amat cerah tiba-tiba terdengat. Membuat kontan seluruh penghuni ruangan menoleh ke arah pintu masuk. Di sana ada sosok yang amat Leo rindukan keberaannya. Yang keberadaannya saat ini, di sini berkat sosok yang membuat sesuatu dalam dirinya terasa meletup-letup hingga hampir meledakkan tangisnya.

HIRAETHWhere stories live. Discover now