33

1.1K 98 6
                                    

Sejak tadi pagi hujan tidak bosannya mengguyur kota Jakarta bahkan hingga hari mulai menjelang sore. Karena itu apa yang bisa Mira lakukan sejak tadi pagi adalah memandangi setiap tetesan hujan yang mengalir ke bawah setelah sebelumnya menerpa pintu kaca di hadapannya.

Hela napas panjang kembali terdengar dari mulut Mira dan langsung menarik perhatian Gama yang sedang duduk di sebuah sofa panjang yang tidak jauh darinya. Vampir itu berdiri lalu menghampirinya dan duduk di atas lantai yang sudah dilapisi karpet lembut nan nyaman untuk melihat rentetan tetesan hujan yang berebut turun ke bumi.

"Kenapa?"

Mira menoleh, memandang tidak suka ke arah Gama yang bersikap seakan dia tidak tahu apa-apa.

"Lo yang kenapa."

"Kok malah jadi gue?"

"Kenapa tiba-tiba lo maksa gue tinggal di sini? Kenapa lo nyuruh gue berhenti kerja? Lo mikir nggak sih Gama, kalau gue butuh duit buat bisa makan sama bayar kos?!"

"Dan kenapa lo dengan semudah itu menuruti kemauan gue?"

Mira bagai ditampar dengan ucapan Gama. Kenapa ia dengan begitu mudah menyetujui apa yang Gama minta walau sebenarnya ia tidak suka? Bisa saja ia menolak mentah-mentah permintaan Gama, tapi nyatanya hal itu sama sekali tak terpikirkan olehnya.

"Itu ... karena...."

"Cinta?" sahut Gama yang membuat Mira yang sempat menunduk malu kembali menatapnya.

"Mungkin?"

Gama tertawa hingga menampakkan deretan gigi atasnya juga mata sipitnya yang ikut tersenyum yang membuatnya terlihat semakin menawan. Pemandangan yang ada di hadapannya saat ini adalah pemandangan favoritnya sejak pertama ia melihat senyum milik Gama.

"Boleh gue tanya sesuatu?" tanya laki-laki itu sesaat setalah tawanya mereda dan kembali menatap Mira yang masih menatapnya.

Mira mengangguk syahdu dengan kepala yang kembali mengarah ke arah pintu kaca besar yang ada di hadapannya. Kembali menatap rintikan hujan yang sesekali disahuti dengan kilatan petir yang menghiasi.

"Apa?"

"Bagaimana kalau seandainya kita berpisah selamanya?"

Tidak suka dengan ucapan Gama barusan, Mira spontan mengernyitkan dahi. Kepalanya lalu menyentak ke arah laki-laki itu dan memandangnya dengan tatapan menuntut. Dan bukannya segera menjawab Gama dengan menyebalkannya malah tertawa dan menggerakkan tangannya ke arah puncak kepalanya lalu bergerak menepuknya pelan seakan dirinya adalah anak anjing.

Kesal, Mira dengan begitu saja menyentakkan tangan Gama dan kembali melayangkan tatapan yang sama.

"Maksud lo apa Gama?"

Gama merunduk sejenak, menghela napasnya kemudian kembali menatap Mira. "Gue nggak pakai kata kiasan saat ngomong tadi, jadi gue rasa lo pasti paham apa maksud gue."

"Gue ... nggak mau."

"Tapi gue vampir."

"Dan gue nggak peduli sama sekali tentang itu."

Gama tidak menyahuti perkataan Mira, karena matanya justru memandang gadis dengan tatapan yang begitu dalam. Dalam keadaan seperti ini entah kenapa perkataan Apta juga kertas yang tempo hari dibacanya membayangi angannya hingga tanpa sadar membuatnya bertanya-tanya akan sebuah hal.

Bisakah Mira tetap bersamanya selamanya?

Menjadi miliknya?

Sebuah kesadaran menghantamnya telak ketika benaknya mendadak memutar kisah Apta yang kemungkinan besar akan bergilir menjadi kisahnya.

HIRAETHWhere stories live. Discover now