26

1.3K 127 5
                                    

Saat Leo berkata akan menitipkan Jennie di rumahnya, pikiran Vidia langsung lari kemana-mana, terutama kakaknya Dhirga. Kakaknya itu jelas akan menolak jika Jennie akan tinggal di rumah walau sebentar, tapi itu semua bisa menunggu, karena kakaknya juga tidak berada di Indonesia sekarang. Untuk sekarang ia bisa dibilang aman.

"Kata Senja kita cukup dekat. Benar, kah?"

Vidia tersentak dari lamunan sesaatnya dan menoleh ke arah Jennie yang sedang duduk di ranjangnya.

"Bisa dibilang begitu, tapi sebenarnya kau punya satu teman lagi yang cukup dekat."

"Oh ya?" Jennie menanggapi dengan antusias.

Tangannya kemudian menepuk sisi kosong tempat tidur dan mengisyaratkan pada Vidia yang duduk di kursi belajarnya mendekat. Menurut, Vidia akhirnya mendekat dan duduk berhadapan dengan gadis cantik itu.

"Coba ceritakan tentang dirinya, dan kenapa dia tidak menemuiku saat ini."

Vidia menatap Jennie sebentar dan menghela napas. "Namanya Ara, dia terlalu sibuk untuk menemuimu saat ini, tapi tenang saja, aku sudah memberitahukan kalau kau sudah kembali. Dia bilang akan menengokmu besok atau lusa."

"Kenapa dia begitu sibuk?"

"Ara seorang aktris. Sebentar, aku akan memperlihatkan fotonya."

Tangan Vidia dengan cepat meraih ponselnya yang ada di nakas dan mencari foto Ara yang kebetulan ada di galeri ponselnya. Semakin bertambah umur biasanya tingkat kenarsisan seseorang akan berkurang, tapi Vidia rasa itu tidak berlaku pada Ara. Sejak resmi terjun ke dunia hiburan anak itu jadi kelewat narsis hingga punya hobi tersendiri buat berfoto di ponselnya. Sebenarnya Vidia sudah berusaha menghapusnya, tapi karena itu terlalu banyak jadi ia putuskan untuk membiarkannya. Tangannya kemudian menyodorkan benda persegi itu pada Jennie. Gadis itu langsung tersenyum saat matanya berjumpa dengan potret Ara yang sedang berpose sedemikian rupa.

"Dia cantik."

"Iya."

"Ah ya! Boleh aku tanya sesuatu?"

Kepala Vidia mengangguk dan langusng ditimpali Jennie dengan senyum simpul penuh kelegaan, tapi diam-diam Vidia dapat merasakan ada kekhawatiran di mata gadis itu.

"Kenapa kak Leo nggak ngajak aku ke rumah dia? Dan kenapa aku harus tinggal di rumah kamu?"

Sebenarnya Vidia tidak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi di antara manusia serigala dan vampir hingga mereka bisa bermusuhan sedemikian rupa, tapi jika melihat masa lalu, pasti ada satu kejadian yang menyebabkan permusuhan ini. Suatu kejadian yang Vidia yakin betul adalah hal yang sangat besar.

"Kak Vidia, aku diajakin si tuyul main ke kuburan. Boleh, nggak?"

Tiba-tiba sebuau suara cempreng nan imut muncul di balik badannya dan membuat Vidia menoleh. Di sana ada Sasuke yang masih seimut biasanya dan sedang melayang di sisi lantai dekat kaki ranjang. Vidia berpikir sejenak untuk mempertimbangkan, karena yang ngajak main Sasuke ini tuyul. Makhluk yang suka melakukan perbuatan tidak bagus.

"Boleh, tapi inget! Nggak boleh ikut-ikutan nyolong kayak mereka, oke?"

Sasuke memberikan kedua jempolnya pada Vidia dan tersenyum lebar. Hantu imut itu lalu berbalik dengan antusias kemudian menembus tembok dan menghilang dari kamarnya.

"Hantu, ya?"

Kepala Vidia tertoleh lagi pada Jennie yang ikut memandangi udara kosong yang tadi sempat Vidia tengok karena keberadaan Sasuke. Gadis itu kemudian mengangguk. "Iya. Kamu tahu kalau aku bisa lihat hantu?"

"Aku tahu dari Senja."

Vidia tersenyum lebar lalu dengan begitu saja memeluk Jennie ke dalam pelukannya. Pelukan hangat dari seorang teman yang merindukan temannya, yang membuat Vidia tanpa sadar larut dalam rasa haru yang mungkin akan jadi tangis haru jika saja pintu kamarnya tidak diketuk lebih dulu.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang