BAB 16 [Hancur Lebur]

592 123 175
                                    

Siluman Rubah yang ambruk di hantam tangan Ar mencoba berdiri. Dia lunglai tak berdaya. Walaupun begitu semangat di dirinya masih menyala-nyala semua tampak dari mata merahnya yang buas.

"Kau tak pernah berubah Luis, selalu ikut campur di hidup ku," geram Ar. "Seharusnya aku sudah melenyapkanmu dari dulu. Mungkin dulu kau bisa lolos tapi sekarang..., aku akan menyelesaikan yang harus aku selesaikan."

Entah sejak kapan siluman Rubah yang bulunya berwarna hitam pekat itu sudah berubah menjadi manusia. Dia meringis kesakitan. Tangan kanannya seperti patah. "Coba saja kalau kau bisa makhluk setengah siluman,"

Luis tertawa sinis sedangkan Ar menggeram marah. Dia mengatuk rahangnya rapat-rapat. Ar tersinggung dengan ucapan Luis. "Bersiaplah ke neraka Luis,"

Setelah mengatakan itu Ar mengeluarkan pedang Bulannya yang bercahaya terang berwarna putih. Bersinar di langit yang gelap. Ar siap menyerang.

Perkelahian tak terelakkan lagi. Siluman Rubah ekor delapan yang ada di hadapan Ar mengamuk. Menyerang, mengelak, mencabik-cabik tanah, pohon, apapun yang ada di sekitarnya. Sedangkan Ar masih tenang mengayunkan pedangnya ingin melukai tubuh binatang buas itu.

Sampai akhirnya Siluman Rubah itu ambruk tak berdaya di tanah dengan darah bercecer di perut sebelah kirinya. Dia tidak bisa berdiri lagi. Tak berdaya. Sedangkan Ar siap melakukan tugas terakhirnya mengakhiri kehidupan Luis.

Mata Ar menyala tanpa ampun, "Neraka menunggumu Luis."

Dia mengayunkan pedang itu ingin menusuk tepat di jantung Luis yang masih setia dengan wujud hewan ganasnya.

Hanya erangan yang terdengar dari Luis. Erangan amarah bukan permintaan belas kasihan.

"GGGRRRR!!"

Za menangis terisak sedih. Ada rasa sakit di hatinya harus melihat sekali lagi kematian di hadapannya. Dia ingin berteriak sekencang-kencangnya, menghentikan niat Ar. Tapi jika Siluman Rubah itu sampai selamat belum tentu dia berhenti mengusik Za.

Pikirannya campur aduk. Walaupun dia takut tapi perasaan dan hatinya tak ingin Ar membunuh siluman Rubah itu ataupun siluman yang lainnya.

Dari balik pohon besar itu Za berbicara seperti berbisik, "B--berhenti...,"

Air matanya seperti hujan yang tiada henti.

Percuma walau Ar mendengar suara sedih Za tetap saja dia akan membunuh Siluman yang ada di hadapannya. Pedang itu sudah siap menusuk ke jantung Luis.

Sedetik kemudian sebelum pedangnya berhasil masuk ke tubuh Luis dia mendengar suara. Lalu langkah kaki hewan yang siap menyerangnya.

"GGGRRRRR!!"

Suara hewan tersebut tiba-tiba menyerang Ar tepat di hadapannya.

Jelas itu teman-teman mereka tadi. Ar tidak bisa menghindari salah satu serangannya. Kini dia terkena pukulan dan hantaman ekor salah satu dari mereka.

Wusshh..

Wajah Ar memar dan tergores. Darah keluar di pipi sebelah kirinya akibat sayatan salah satu ekor Siluman Rubah itu. Tapi baginya itu tidak masalah.

"Sepertinya kau butuh bantuan Luis," ejek cowok berambut putih pendek dan tetap berwajah datar.

Luis mengumpat marah, "Kalau kau tau kenapa diam dari tadi!"

"Hitosi ini bukan waktunya bercanda!" sergah cowok berkumis tipis dan rambutnya di kuncir tersebut.

Cowok berambut putih tersebut yang tentu saja bernama Hitosi tidak menjawab atau membalas ucapannya. Dia hanya sibuk memandang dalam wajah Ar yang juga tenang padahal barusan Ar jatuh ke tanah karena sabetan salah satu ekor Hitosi.

dari Ar hingga Za [END]Where stories live. Discover now