BAB 13 [Masih tak ada jawaban]

316 125 143
                                    

Aku punya musuh yang gak aku mengerti. Siluman rubah yang aku fikir hanya ada di cerita khayalan dan bunga tidur. Sejak aku mengetahui jati diri Ar sebenarnya aku jadi semakin dekat dengannya. Bukan lagi musuh yang sering menjahili ku setiap hari tapi seperti seseorang yang selalu ada untuk melindungi ku di manapun aku berada.

Ar masih setia bungkam seribu bahasa tentang tujuan mereka menyerang ku. Entah sampai kapan...

"Mau pulang bareng Za?" tanya Vick hati-hati.

Dia tau setiap kali Vick bicara dengan ku Ar pasti datang ikut campur tapi sepertinya tidak untuk hari ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dia tau setiap kali Vick bicara dengan ku Ar pasti datang ikut campur tapi sepertinya tidak untuk hari ini.

"Boleh," Za tersenyum mengangguk setuju.

Tatapan mata Vick yang teduh membuat Za luluh. Dia selalu tidak bisa mengatakan tidak setiap kali Vick mengajaknya pulang bareng.

"Aku telpon pak Amir dulu bilang dia gak usah jemput," ucap ku lagi. Za menyentuh layar handphonenya menunggu sambungan telvon dari supir pribadinya.

Setelah izin di dapatnya Za pun bergegas pulang dengan Vick. Di sepanjang jalan menuju parkiran dia tidak mendapati bayangan Ar sedikitpun.

Mungkin dia sudah pulang duluan.

"Kamu lagi nungguin siapa?" tanya Vick curiga.

"Ah! Gak kok! Gak nunggu siapa-siapa," elaknya.

Di sepanjang jalan Za melihat jajanan di pinggir jalan. Otaknya bekerja ingin mencicipi salah satu es krim itu.  Maklum saja siang ini cuaca sangat panas sekali jadi Za kepingin makan yang dingin-dingin.

"Vick berhenti di depan bentar dung aku pengen beli es krim," pinta Za memohon.

Vick segera menghentikan mobilnya tepat di jajanan pinggiran jalan raya. Ar hanya membuka kaca jendela mobil tanpa keluar dari mobil. Mengeluarkan satu lembar uang lima puluh ribuan dan memberikannya kepada abang jualan es krim itu.

Za menawarkan es krim kepada Vick tapi dengan lembut Vick menolaknya.

"Beneran gak mau?" tanya Za meyakinkan.

Dia menggeleng cepat, "Gak usah, aku gak suka es krim."

"Ya udah,"

Di sepanjang jalan Vick sama sekali tidak terlihat seperti orang yang ngiler atau kepengen es krim. Menoleh pun tidak. Za ingat Vick kan tidak pernah terlihat memakan sesuatu sejak dia masuk sekolah itu. Siapa pun tidak pernah melihatnya menyentuh makanan di mulutnya. Siapa pun itu kecuali dirinya sendiri.

"Akhir-akhir ini kamu kelihatan aneh Za? Kenapa?" tanya Vick.

Za menoleh kaget, dia masih bingung sama pertanyaan Vick. "Aneh gimana? Aku biasa-biasa aja kok."

"Kamu tuh sering ngelamun di kelas. Ngelamunin apaan sih?"

Za memang sering melamun malah mungkin setiap hari. Dia melamun tentang hal yang tidak biasa di sekitarnya. Beban pikirannya bertambah. Seharusnya dia remaja normal yang hanya sibuk dengan tugas sekolah dan ngerumpiin cowok bukan malah sibuk memikirkan musuh-musuhnya yang dia gak tau asal-usulnya dari mana.

"Mikirin ujian," jawab Za singkat. Es krimnya sudah habis sekarang.

Vick tersenyum kecil mendengarkan jawaban Za. Dia yakin Za belum siap membicarakan rahasia dengannya.

Akhirnya mereka sampai di rumah Za. Za berterima kasih dan turun dengan cepat dia gak ingin Vick bertanya lagi. Entah jawaban apa yang mau dikatakannya nanti.

"Besok pulang bareng lagi ya?" pinta Vick sebelum Za masuk dan menutup pagar itu.

Za sudah berdiri tegak dan mengangguk, "Iya."

Aku melangkah gontai ke kamar, memejamkan mata berfikir tentang hari ini dan kemarin-kemarin. Berbaring lalu menumpahkan semua kekacauan yang ada di kepala ku.

"Enaknya di antar pacar?"

Sontak aku kaget, sejak kapan Ar sudah berdiri santai di pagar balkon kamar ku. Dia masih memakai seragam sekolahnya.

"Sejak kapan kamu di situ?"

"Dari tadi," ucapnya acuh. "Lama ya pake mobil cepetan aku yang jalan kaki,"

Aku berdiri dan berjalan keluar balkon kamar ku, "Ada apa? Ke sini mulu lu! Lihat kan gua baik-baik aja,"

"Aku tau,"

"Trus?"

Ar berkata tanpa ekspresi wajahnya kelihatan datar, "Besok jangan pulang dengannya,"

Jidat ku berkerut, "Kenapa?"

Dia gak menjawab, Ar langsung turun melesat pergi seperti bayangan. Aku cuma bisa bengong melihat tingkah lakunya.

"Apa-apaan sih tuh anak datang gak di undang pulang seenaknya," emosi Za gak jelas.

###

Tbc,

Terima kasih untuk mau vote n comment cerita ku yang gak menarik ini 🙏🙏🙏

dari Ar hingga Za [END]Where stories live. Discover now