BAB 12 [Kenapa harus aku?]

311 118 136
                                    

Ar melangkah lambat ke arah ku. Matanya yang tadi menakutkan seperti pembunuh bayaran tanpa hati sekarang seperti ketakutan menatap ku. Dia mengeluarkan pedangnya dan mengayunkan pedang itu menebas kaitan yang mengikat Za sedari tadi.

Za jatuh tepat di pelukan Ar. Za tidak menghindar sama sekali tidak bicara atau pun melihat ke arah Ar dia masih tak percaya akan semua yang dia lihat tadi.

"Maaf," lirih Ar.

"Untuk apa?" ucap ku hampir tak terdengar dalam tangis yang hampir mereda.

"Untuk semua yang kamu lihat dan kamu dengar," ucap Ar sedih. "Aku gak tau kamu sedekat itu kalo aku tau aku tidak akan___,"

za memotong, "Tidak apa-apa, sungguh! Tidak apa-apa,"

Za lagi-lagi menggeleng gemetaran dan dia menangis terisak. Ar tidak bisa menghentikan air mata itu.

"Kita pulang ya?" pinta Ar.

Za masih menangis terisak-isak hanya mengangguk setuju. Ar menggendongnya melesat pergi meninggalkan hutan yang menjadi saksi kejadian yang takkan terlupakan oleh Za selama-lamanya.

Ternyata Ar memang bagian dari mereka pantas Ar sekuat itu dan secepat itu.

Za sudah sampai di rumahnya, tentu saja Ar yang mengantarkan Za sampai di rumah dengan mobil pribadinya. Tapi entah kenapa Za masih penasaran dan dia masih ragu untuk keluar dari dalam mobil itu.

"Kenapa siluman rubah seperti kalian mengganggu ku? Kenapa aku?" tanya Za.

Ar terlihat bingung. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Dia tidak bisa bilang hal sesungguhnya. Tapi dia juga tidak bisa bohong.

"Aku tidak tau Za," jawab Ar ragu-ragu.

"Malam itu pun kamu datang nolongin aku dan hari ini pun kamu juga yang nolongin aku. Ini bukan kebetulan, jelasin ada apa dengan aku?" tanya Za hampir menangis lagi.

Ar tidak menjawab dia diam dan tetap diam hanya tubuhnya yang memeluk gadis itu erat di pelukannya. Dia juga sakit, sakit karena harus menutupi segalanya dari Za.

"Aku mohon lupakan semuanya," pinta Ar lirih.

"Gak akan! Mana bisa aku lupa! Mana bisa!" pekik Za lalu langsung keluar setelah mengatakan itu semua.

Dia berlari masuk ke kamarnya menutup pintu dengan halus hampir tidak terdengar dan menghempaskan tubuhnya keranjang empuknya. Tubuhnya memang sakit tapi hatinya lebih sakit lagi.

###

Za tidak sekolah hari ini. Tubuhnya panas. Dia masih tidak bisa melupakan kejadian buruk semalam. Jadinya dia hanya tidur dan melamun hingga siang. Mama dan Bi Ica bergantian menyuruhnya makan akan tetapi sedikitpun Za tidak menyentuh makanannya.

"Nanti aja Ma..," tolak Za dengan wajah lesunya.

"Nanti, nanti sampai jam berapa lagi? Kamu harus makan Za," mohon Mama.

Percuma Za bukan penurut yang baik dia tidak akan mendengarkan siapapun yang menasehatinya kecuali dirinya sendiri. Dia gadis paling keras kepala di muka bumi ini.

Mamanya meletakkan makanan itu di meja belajar Za dan keluar menutup pintu kamar Za.

Za menutup matanya dia masih berselimut tebal dan dia tersentak kaget karena seseorang yang tidak asing muncul di harapannya.

Za menutup matanya dia masih berselimut tebal dan dia tersentak kaget karena seseorang yang tidak asing muncul di harapannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lu harus makan!" perintah Ar. Ar duduk manis di ranjang Za.

"Hah!" Za kaget. "Gimana lu masuk kamar gua?"

Ar menoleh menunjuk ke arah balkon kamar Za dan tersenyum simpul seperti makhluk tidak berdosa. Za merengut kesal.

"Besok-besok jendela kamar gua, gua pastiin gua kunci! Biar gak ada makhluk kayak lu masuk kamar gua seenaknya," gerutu Za tak suka.

"Silahkan," balas Ar gak perduli.

Ar bangun dari duduknya mengambil makanan yang di letakkan Mama Za di atas meja belajar Za dan Ar meletakkan piring tersebut di paha gadis cantik itu.

"Sekarang lu makan! Sebelum makanan lu habis gua gak akan keluar dari kamar lu," tegas Ar penuh penekanan.

"Sok perhatian lu," cibir Za sambil menyuapi makanan nasi goreng itu ke mulutnya.

"Siapa yang perhatian! Ge-er! Ini perintah tau!" elak Ar.

"Becanda lu gak lucu,"

Ar tersenyum dia gak bisa berhenti tersenyum melihat wajah menggemaskan Za. Apalagi Za makan karena bukan atas keinginan hatinya. Dia sebenarnya tampak ogah-ogahan. Sampai makanan itu habis baru lah Ar mau keluar dari kamar Za.

Za masih mengenakan piyama tidurnya turun dari tempat tidur dan nyamperin Za yang belum pergi dari rumahnya.

"Lu gak pulang?" usir Za.

"Iya bawel! Sana lu mandi! Besok jangan sakit lagi gak ada lu di sekolah pusing gua,"

"Pusing gak ada temen berantem lu kan?" tebak Za penuh keyakinan.

Untuk sedetik Ar tidak berkata apa-apa lagi dia membalikkan badan Za menghadap ke arahnya dan memeluknya erat. Sangat erat sampai-sampai Za tidak bisa lepas dari pelukan itu.

"Eh!" Za kaget.

Sekali lagi dia ada di pelukan Ar. Bau tubuhnya yang khas tercium di hidung Za. Jantungnya naik turun gak karuan. Tubuhnya tidak menolak. Dia terlindungi dan nyaman di pelukan Ar.

Ar berlahan-lahan melepaskan pelukan mereka. Baik Ar dan Za tidak berkata apa-apa. Mata mereka tidak pernah lepas saling menatap tajam. Za menunggu penjelasan tapi Ar hanya diam saja dan segera turun dari atas balkon kamar Za.

"Kenapa sih dia itu? Udah meluk langsung pergi gitu aja," batin Za bertanya.

Za bingung tidak mengerti dengan hatinya. Terkadang mereka seperti musuh tapi terkadang mereka seperti kekasih.

"Gak! Gak mungkin! Gak mungkin Ar suka gua!" tukas Za. "Dia super jail gitu,"

Sekali lagi Za menghempaskan tubuhnya yang mungil ke kasurnya yang empuk itu. Lalu menutup mata dan berfikir tentang semua kejadian rumit ini.

###

Tbc,.

dari Ar hingga Za [END]Where stories live. Discover now