BAB 4 [kejutan bagian 2]

407 144 157
                                    

Sepuluh menit berlalu za sudah cantik kembali. Dia berbaring di kasur empuknya bersama sahabat sejatinya yang ternyata gak pernah hapal tanggal lahir Za.

"Beneran lu gak ketemu Ar di rumahnya?" tanya Sinta lagi.

"Ya beneran lah, orang gua nyari ampe keliling rumah dia tapi gak ada juga. Ngapain sih gua boong."

"Cepet juga ya dia keluarnya. Lewat dari mana coba?"

"Dari samping lah, masa dari depan! Kalo dari depan udah pasti ketauan gua!"

Flash back on

"AAARRR KELUAAAARR LU SEKARANG!!!"

Dia benar-benar gak peduli kalau dia teriak-teriak di rumah orang. Otaknya sudah penuh ingin membunuh Ar. Gak terfikirkan lagi kecuali itu. Tapi sayangnya ke sudut manapun dia mencari Ar dia tidak dapat menemukannya.

Di tempat yang sama tapi di ruangan yang berbeda Ar bisa melihat Za yang sedang mencarinya dari kaca tembus pandang yang hanya bisa dilihat dari dalam.

"Kalian mengganggu acara ku, kalian mau apa sekarang?" tanya Ar dingin masih membelakangi mereka hanya melihat Za di bawah sana.

"Maaf kalau kami mendadak kemari, tapi ada yang lebih penting daripada ngerjain perempuan di bawah sana," ucap perempuan tinggi berambut biru itu.

"Apa yang lebih penting selain dia?" tanya Ar yang kini menatap mereka semua lekat tak berkedip.

Ini seperti rapat paripurna. Mereka melingkari meja panjang khas zaman kuno tapi dengan desain modern, elegan. Jumlah mereka ada lima kepala di tambah Ar jadi enam orang. Walaupun cuma enam orang. Mereka bukan manusia biasa, mereka yang terkuat dari tempatnya masing-masing. Mereka rubah, siluman rubah dengan ekor delapan.

"Sang Ratu Krei sudah tau kamu di mana Ar," ucap Ibuku lirih. "Duduk lah di sini sayang."

Aku menahan nafas menutup mata sejenak. Berfikir dan berfikir. Aku maju ikut duduk bersama mereka. Mendengar para petuah bicara.

"Kau tidak bisa menghindar lagi dari Ratu Krei," ucap kakek ku parau. Walaupun dia Kakekku tapi wajahnya masih terlihat muda seperti berusia dua puluh tahun dengan rambutnya yang berwarna coklat itu.

"Aku tidak menghindarinya Kek, tidak pernah!" balasku dingin.

"Bagaimana dengan perempuan di bawah sana?" tanya nenek ku. Dia masih cantik tak kalah cantiknya dengan Ibuku.

"Aku mampu melindunginya sendiri. Kalian tidak perlu cemas, dia urusan ku!" kata-katanya tegas tanpa keraguan.

"Kau lah yang harus di cemaskan, dia sudah pulang sekarang," Lena menyeringai penuh kemenangan. Di antara kami dia yang memiliki kemampuan membaca masa depan.

Ar tidak menjawab maupun bergerak dia berfikir apa yang akan terjadi besok. Bukan tentang Za yang memaki atau membalasnya dengan lebih kejam.

Tapi...

###

Tbc,

dari Ar hingga Za [END]Where stories live. Discover now