BEATEN TRACK - 0

80.3K 4K 185
                                    

Repub tanpa edit 18/7/20

Gadis itu duduk diam memandang hujan yang berjatuhan membasahi tanah yang kering. Ah, musim kemarau sudah berlalu rupanya dan kini tiba musim kesukaannya. Musim hujan. Dia sangat menyukai setiap tetesan air yang terjatuh lengkap dengan suara petirnya sejak kecil. Terdengar aneh memang ketika anak kecil menyukai hal yang biasa ditakuti oleh anak seumurannya, tetapi itu terdengar jauh lebih menyenangkan ketimbang suara teriakan serta makian yang sering dia dengar dari luar kamarnya. Suara yang seharusnya menenangkannya ketika takut merajai disertai dengan dekapan yang membuatnya merasa aman.

Dia mengangkat tangannya lalu merasakan air yang dingin menyapa kulit tangannya yang berwarna sawo matang. Hujan selalu dapat menenangkannya, terutama ketika dia merindukan sang ibu yang sudah berpulang. Kini hujan juga membawa kenangan manis mengenai ciuman pertama dengan cinta pertamanya. Ingatannya kembali melayang kekejadian dua minggu lalu saat hujan. Dia sedang duduk di depan perpustakaan yang berada di ujung selasar di lantai dasar. Memandang hujan yang tiba-tiba saja turun padahal masih musim kemarau. Gadis itu sedang menunggu pacarnya yang mengatakan bahwa dia ada kehiatan ekstrakulikuler dahulu setelah itu mereka akan pulang bersama. Laki-lakk yang sudah dia pacari setahun terakhir, orang yang mampu membuatnya merasa nyaman dan aman ketika mereka bersama.

"Lama nunggunya ya?" Tanya suara yang sudah dia kenal, dia menolehkan kepalanya keasal suara dan mendapati laki-laki itu dengan baju basketnya. Rambutnya berantakan tetapi itu tidak memudarkan ketampanannya barang sedikit 'pun. Dia masih dapat membuat debarannya menggila dan mukanya merona.

"Tidak. Aku juga sedang menikmati hujan."

"Kamu suka hujan banget ya?"

"Ya, baunya menenangkan dan suaranya ketika jatuh ke bumi seperti pengantar tidur." Mata gadis itu tetap menatap keluar.

"Mau membuat hujan juga sesuatu yang mendebarkan?"

Gadis itu menoleh ketika mendengarnya, menatap laki-laki itu dengan tatapan bingung.

"Mendebarkan? Bagaimana?"

"Seperti ini, " Dia lalu memajukan wajahnya hingga bibir mereka bertemu selama beberapa saat, "tutup matamu, G." ucapnya saat mengambil jeda. Menyadarkan si gadis dari keterkejutannya, dia pun menurut. Menutup matanya dengan rapat hingga membuat laki-laki itu terkekeh sebelum menempelkan bibir mereka kembali, kali ini dengan lumatan lembut.

Gadis yang dipanggil G itu merasakan perutnya tergelitik tapi rasanya dia menyukai sensai itu. Kakinya juga tiba-tiba saja menjadi lemas, karena itu kedua tangannya dia angkat agar dapat berpegang pada bahu anak laki-laki yang kini masih melumat bibirnya.

"Sudah berdebar?" Tanyanya di akhir lumatan sambil menatap gadis itu, "Tidak perlu dijawab, mukamu semerah tomat. Ayo pulang."

Mengingat itu saja mukanya sudah panas, kali ini juga dia sedang menunggu. Di tempat yang sama tetapi kali ini laki-laki itu belum terlihat di jam yang sama.

"Susul aja kali ya?"

Gadis itu mengambil tasnya lalu berjalan menyusuri selasar, mencari di lapangan basket tetapi tidak juga menemukannya.

"Bodoh, tentu saja. Hujan. Siapa juga yang mau bermain basket di luar?" Rutuknya, dia lalu berjalan ke gedung olahraga, mengintip dari jendelanya hingga matanya menemukan laki-laki itu sedang berada di satu ruangan dengan gadis lain.

Dia merasakan debaran yang tidak dia sukai, tangannya tiba-tiba saja menjadi dingin dan ingatan yang selalu dia ingin lupakan menyeruak kepermukaan tanpa dia mau.

Dia memilih berdiam di sisi jendela yang dia tahu cukup aman untuk memerhatikan mereka berdua. Lalu mereka berciuman. Dia terdiam sesaat menatap adegan itu lalu berjalan menjauh.

Tidak apa-apa. Semua orang akan pergi akhirnya.

Dia mengulangi kalimat itu entah berapa ribu kali sampai hari ini. Biasanya itu bagaikan mantra yang dapat membuatnya merasa baik-baik saja. Tapi, sayangny, kali ini mantra itu tidak bekerja meskipun dia merapalkannya berulang kali sambil berjalan dengan payung di derasnya guyuran hujan.

Dan untuk pertama kalinya, dalam tujuh belas tahun kehidupannya, hujan mengingatkannya akan rasa sakit.

Perjalanan ini mungkin, ralat, pasti akan menjadi perjalanan yang panjang dan sulit tapi bertahan merupakan pilihannya.

Dulu.

Namun ketika pilu menyisakan ragu dan rindu yang menggebu, bagaimana dia tidak meragu?


Beaten Track [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang