Bab 61 ǁ Kehidupan Mereka yang Sekarang

21K 1.1K 50
                                    

Dua tahun kemudian ...

"Waah! Rasanya sudah lama sekali kita tidak berkumpul lengkap di sini." Seorang laki-laki berkaos putih dengan model kerah V buka suara begitu sampai di meja nomor 5. Ia melepas kacamata hitam, lalu duduk di hadapan Valerie.

"Kita sih tidak ya, Kak?" Valerie menoleh ke kanan dan menyenggol lengan Adnan yang berada di atas meja.

"Yang jadi sous chef di hot kitchen sekarang makin sibuk," sindir seseorang yang duduk di samping kiri Lutfi.

"Kenapa? Kangen?" Lutfi menoleh. Ia menarik kedua lengan panjang kausnya, lalu merentangkan tangan. "Sini, peluk dulu!"

Maha menyambut tawaran tersebut. Ia sedikit memutar badan dan menghadap Lutfi. Kedua tangannya melingkar di pinggang laki-laki tersebut. "Baiklah ... meskipun sebenarnya aku tidak kangen padamu, Kak."

Wajah Lutfi yang cerah berubah 180 derajat. Ia menjauhkan badan terbalut kaos putih berlapis kemeja hitam flanel lengan pendek tanpa dikancingkan itu. Menatap kesal dan dengan dramatis, ia berkata, "Oh! Kamu sungguh mengecewakanku."

Kekehan keluar dari bibir mereka yang menyimak. Membuat suasana Aboji Resto lepas Magrib ini makin terasa ramai.

Valerie diam-diam mengucap syukur. Setelah beberapa bulan acara kumpul bersama seperti ini tertunda dengan berbagai alasan mulai dari lembur yang hampir tiap hari sampai keperluan individu. Terlebih lagi duduk kendalanya sering pada satu orang yang enam bulan lalu resmi pindah ke hot kitchen, Lutfi. Jam kerjanya melebihi pastry chef.

Satu hal lagi yang membuat rasa syukurnya melambung, yaitu kehadiran Dito. Setelah semua huru-hara yang terjadi dulu—sebelum Haikal pergi—, ini adalah kali kedua laki-laki tersebut berkenan ikut.

Ia cukup lega karena Dito akhirnya mengurangi rasa sensinya pada rekan kerja wanita. Itu mereka rasakan sejak Dito dekat dengan seorang perempuan yang menjadi manajer Jhoae Delico Restaurant. Orang tersebut adalah atasan Gita dan mampu mengendalikan mulut cabe Dito.

"Nan, besok Chef Gauzan siap trial resep baru," ujar Dito yang kini menjadi tangan kanannya.

"Lo?" Adnan menoleh pada Dito.

Percakapan mereka terinterupsi oleh kehadiran seorang pelayan yang membawa pesanan minuman. Coffee latte ice satu, lemon squash dua, dan ocean blue dua gelas tersaji di hadapan masing-masing pemesan.

"Tinggal makanannya ya, Mbak?"

Valerie mengangguk pada perempuan yang ia tahu adalah teman Poppy. "Terima kasih."

"Dit, terakhir Chef Gauzan bilang bukannya masih lima hari lagi?" Adnan meluruskan pembicaraan.

Dito menggeleng cepat. "Aku juga kurang mengerti, tapi tadi Chef sendiri yang bilang saat briefing," terangnya.

Adnan terdiam sejenak. Jelas ia tidak tahu karena hari ini jadwal dirinya libur kerja.

"Eh!" Ia menoleh dan menyenggol lengan Valerie. Mendapat perhatian perempuan di sampingnya, ia melirik Dito. "Tadi Dito tidak kambuh, kan?"

Hal yang tidak luput ditanyakan ketika hari liburnya tiba adalah tentang dua orang tersebut. Dito memang tidak separah dulu, tetapi tetap saja itu mampu membuat Adnan dilanda kesal sesekali.

Adnan dulu bukanlah Adnan yang sekarang. Jika dulu ia adalah yang paling tenang saat melihat Dito memperlakukan Valerie dengan buruk, sekarang tidak lagi. Laki-laki itu lebih protektif daripada yang lainnya, termasuk Radit.

Bahkan pernah sekali dirinya menyuruh Dito berhenti kerja hari itu dan pulang. Ia yang bertanggung jawab langsung pada Executive Chef terkait semua hal di kitchen bagiannya pun berterus terang. Gauzan yang memang sudah paham tabiat Dito pun menyetujui. Sejak itu, para rekan menilai Adnan adalah CDP menyeramkan di balik sikap tenangnya dan kemarahannya melebihi amukan seorang Haikal.

Tasteless ProposalWhere stories live. Discover now