Bab 59 ǁ Perpisahan Sesungguhnya

12.3K 1K 44
                                    

"Terima kasih untuk kesempatan hampir enam tahun saya di sini. Tetap pertahankan apa yang sudah baik dan tingkatkan apa yang perlu diperbaiki. Selama bekerja bersama kalian, pasti saya punya banyak salah. Semoga kalian berkenan memaafkan segala kesalahan saya yang sengaja maupun tidak. Harapan saya, semoga Chef Adnan bisa lebih baik dari saya dalam mengemban tugas sebagai CDP yang baru. Jika nanti kita ada waktu untuk bertemu kembali, semoga semua dalam keadaan lebih baik dan bahagia." Haikal menutup briefing terakhirnya di pastry kitchen Kamis pagi dengan berpamitan.

Haikal sebenarnya sudah berada di kitchen sejak sejam yang lalu untuk keliling berpamitan, termasuk pada personel shift malam yang belum pulang. Untuk terakhir, ia menyambangi timnya.

Mendung makin mengumpul pada mereka yang mendengarkan. Membuat suasana ruangan makin sendu di Kamis pagi ini. Hawa dingin merasuk ke tubuh mereka yang justru memanas. Rasa tidak rela begitu kuat menggelayuti hati masing-masing.

"Chef ...." Lutfi adalah orang yang pertama merespons. Ia maju beberapa langkah untuk memeluk erat.

Haikal mengulas senyum pedih dan membalas pelukan laki-laki yang matanya memerah. Ia menepuk punggung Lutfi beberapa kali.

Setelahnya, satu per satu dari mereka memberikan pelukan perpisahan yang sama. Bahkan anak PKL yang baru dua bulanan mengenal ikut berat hati. Sebagai salam perpisahan yang terakhir, lengan mereka berlima—Haikal, Adnan, Lutfi, Maha, dan Dito—saling terkait di pundak untuk memberikan pelukan hangat bersama. Lutfi dan Maha adalah orang yang paling tidak dapat menahan genangan di pelupuk. Namun, Lutfi menjadi yang terparah karena sampai sesenggukan.

Seorang perempuan yang sejak tadi mendengarkan masih setia berdiri di tempat sambil meremas apron. Wajahnya dibuat setegar mungkin dengan bibir mengerat. Memperlihatkan bahwa dirinya berusaha baik-baik saja dengan keputusan Haikal.

Namun, di balik itu, Valerie rasanya ingin memeluk dan mengatakan untuk tidak pergi. Ia ingin memohon-mohon jika Haikal masih bersikeras pergi. Ia ingin meminta Haikal tetap di sisinya. Hanya saja masih ada sisa kewarasan yang sekuat tenaga ia pertahankan untuk tidak melakukannya.

Begitu pelukan terurai, mata merah Haikal beralih pada Valerie yang berdiri sekitar 2 meter darinya. Ia menarik tipis kedua sudut bibir ke atas dan berjalan mendekat.

Valerie mendongak saat langkah laki-laki berkemeja biru dongker itu berhenti dan berdiri tepat di hadapannya. Ia menggigit bibir bawah untuk menyembunyikan getaran, tetapi hanya mampu bertahan selama 2 hitungan. Rasa sesak terlalu menyiksa dan mendesaknya untuk meluruhkan tangis.

Sesaat Haikal ragu, tetapi akhirnya maju selangkah lagi. Kedua lengan kokohnya melingkar di pinggang perempuan itu. Mendapat balasan, ia mengeratkan lengan. Pikirnya, pelukan adalah kenangan berharga untuk sebuah perpisahan.

Wajah Valerie tenggelam dalam dada Haikal. Parfum familier yang menenangkan menyeruak ke indra penciuman. Netra indah nan uniknya langsung menganak sungai. Suara isakan syarat pilu mengiringi. Jika boleh serakah, dirinya sungguh ingin meminta Haikal untuk tetap tinggal.

Haikal tetap seperti itu untuk memindai kehangatan yang Valerie berikan lewat pelukan. Ia akan mengingat ini meskipun mereka telah berbeda benua. Ia akan merasakan kembali pelukan ini lewat ingatan saat merindukan Valerie. Mereka tidak akan bertemu setelah ini, tetapi setidaknya ia tetap dapat merasakan kehadiran Valerie lewat kenangan.

"Percayalah! Radit akan segera menemuimu. Beri dia waktu untuk berpikir jernih," ucapnya lembut.

Bukan, bukan itu yang sebenarnya paling ingin Valerie dengar dari Haikal. Juga bukan itu yang sebenarnya ingin ia sampaikan. Ia dan Valerie selaras untuk membuat janji bahwa suatu saat mereka akan bertatap muka kembali. Namun, Haikal tidak akan mengatakan hal semacam itu hanya demi menenangkan Valerie. Dirinya tidak bisa menjanjikan apa pun karena tidak ada yang pasti.

Tasteless ProposalWhere stories live. Discover now