Bab 31 ǁ Pertanyaan tanpa Jawaban

17.8K 1.7K 27
                                    

"Pasti ada sesuatu yang membuatnya mau mengantar Valerie kemarin Selasa." Lutfi mengungkap isi pikiran di tengah aktivitas makan siang shift mereka. Haikal belum datang, sehingga ia menggunakan waktu untuk sedikit bergosip.

"Mungkin saja Chef Haikal sudah mau membuka hati kembali," duga laki-laki yang duduk di sebelah kanannya. Ia berkata demikian bukan tanpa alasan atau bukti.

Haikal memang dua tahun terakhir ini enggan berhubungan dengan perempuan. Sebab, lima tahun sebelum itu bukanlah hal menyenangkan. Beberapa kali mencoba menjalin hubungan spesial, perjalanan cintanya tidak pernah lebih dari lima bulan. Bukan karena Haikal tipe laki-laki tidak bertanggung jawab, tidak komitmen, atau semacamnya. Hal itu terjadi dengan alasan sama, yaitu Haikal hampir tidak pernah ada waktu untuk kencan karena sulit mengaturnya.

Pekerjaan chef dapat dikatakan tidak fleksibel. Mereka bekerja dari pagi hingga sore atau bahkan malam. Rata-rata durasi kerjanya 12 jam dan itu belum termasuk lembur dan tidak ada kata libur ketika weekend datang.

Para chef di Hotel Dellacato termasuk orang beruntung karena waktu kerja hanya 9 jam jika tanpa lembur. Namun, meskipun demikian, extend yang sering didapat membuat mereka merasakan bagaimana bekerja menjadi chef pada umumnya. Membuat keseharian mereka hanya di dapur dan pulang untuk tidur. Jadi, jangan heran banyak dari mereka yang masih melajang di usia matang.

Rahang Adnan yang bergerak mengunyah pun terhenti. Ia melirik Maha yang melontarkan kata tidak enak didengarnya. "Chef hanya tidak mau bawahannya ada yang terlukan dan sampai tidak bisa kerja," celetuknya setelah ingat ocehan Valerie waktu itu.

Lutfi mengarahkan mata penuh selidik pada Adnan. Ia menangkap sesuatu yang menarik dalam waktu kurang dari 5 detik. Sebuah seringai jail lantas muncul. Tangan kanannya yang memegang dinner spoon bergerak ke depan di udara sesuai ketukan lagu."Kukatan dengan indah. Dengan terluka. Hatiku hampa ...."

Adnan menangkis benda stainless steel itu menggunakan garpu hingga menimbulkan denting. Ia menatap protes karena merasa tersindir oleh lirik lagu milik Peterpan tersebut. Meskipun demikian, temannya itu tetap lanjut bernyanyi sembari membalas tatapannya dengan sorot usil.

Di dalam ruang istirahat itu, Lutfi dan Maha tergelak. Rasa cemburu jelas tergambar di wajah Adnan. Mereka juga melihat sepasang telinga laki-laki itu memerah.

"Diamlah!" Suara Adnan terdengar tenang karena tidak masalah jika perasaannya ketahuan. Ia kembali menusuk daging ikan gurami tepung berlumur saus asam manis.

"Wo, woo ... adikku ternyata punya pesona juga. Kukira tingkah tomboinya tidak membuat kalian tertarik." Lutfi benar-benar merasa seperti menemukan rahasia besar yang siap mengebom kitchen mereka suatu saat nanti.

"Bukan begitu, Fi." Adnan menyangkal tanpa menambah oktaf.

"Ucapanmu barusan, secara tidak langsung kamu mengakui kalau menyukai Valerie, Kak."

Lutfi menepuk bahu belakang Maha dengan hati bangga. "Kalimat yang cukup bijak," pujinya seraya kembali menatap usil Adnan yang kembali mengunyah.

Laki-laki yang tengah menjadi bahan bully-an rekannya itu tersadar akan sesuatu. Ada satu kata terlewatkan olehnya begitu saja beberapa detik lalu. Ia mengaliri tenggorokan dengan air putih dingin beberapa teguk. Masih dengan jemari yang melingkari gelas, dirinya mengutip, "Eh, tunggu ...! 'Kalian'?"

Maha dan Lutfi yang baru memasukkan makanan menahan tawa. Mereka tidak ingin mati konyol hanya karena tersedak akibat menertawakan teman. Itu bukanlah cara elite untuk kembali pada Yang Maha Pencipta.

"Iya, Kak Adnan sama Chef Haikal!" Maha menyahut setelah mulutnya tidak penuh.

"Ooh! Jadi, Chef juga menyukai Valerie," gumam Adnan datar.

"Mungkin."

"Kalau dilihat dari sikapnya."

Lutfi dan Maha menanggapi dalam detik yang sama.

Adnan ingin mengatakan sesuatu, tetapi sosok laki-laki yang membawa dua piring berisi makan siang dalam satu tangan terperangkap di netranya. Dari jarak 2 meter di belakang, perempuan yang mereka bicarakan muncul. Ia diam-diam menghela napas berat melihat keduanya bersama.

"Belum juga selesai?" Haikal setengah mengkritik. Ketiga orang itu lebih dulu makan, tetapi isi porselen hitam bergaris kuning keemasan yang mengelilingi pinggirnya masih tersisa banyak.

"Chef, sini, sini!" Lutfi membantu Haikal menyeret kursi di sisi kirinya.

Laki-laki tersebut meletakkan gelas berisi air putih. Setelahnya, ia mengambil satu piring milik Valerie dan ditempatkan di hadapannya.

"Terima kasih, Chef," ucap Valerie tulus setelah pantat mendarat di kursi sebelah kanan Adnan dan tangan sehatnya melepas cengkeraman gelas. Ia sedikit menggeser piring hingga berada tepat di depannya.

Lutfi dan Maha saling lirik dan menahan cengiran sementara Adnan berusaha memasang wajah datar. Meskipun demikian, Lutfi dan Maha dapat dengan mudah menangkap perasaan mengganggu yang tercermin di mata Adnan.

Sementara itu, Haikal tidak merespons dan langsung makan. Membantu Valerie mengantre hingga membawakan makanan—Valerie mengekor untuk memilih hidangan sementara Haikal memegang piring mereka berdua—membuat waktu istirahatnya sudah termakan banyak. Tidak sempat sarapan karena extend 1 jam di awal membuatnya tidak dapat menahan rasa lapar lebih lama lagi.

__________***___________

13.12 WIB, 31 Oktober 2023

Thanks for Your Apreciation,
Fiieureka

Tasteless ProposalWhere stories live. Discover now