Bab 26 ǁ Sindiran atau Bukan?

11.8K 1.1K 24
                                    

Valerie memukul pelan lengan Adnan yang sedang meletakkan timbangan bahan. Ia mengendikkan dagu ke arah laki-laki yang warna seragamnya berkebalikan dari semua penghuni pastry kitchen.

"Apa?" tanya Adnan.

Valerie melirik laki-laki di seberang sana. Memberikan isyarat pada Adnan untuk menoleh. "Chef Haikal sudah masuk. Hari ini jadi, kan?" bisiknya.

"Siip." Adnan memberi ibu jarinya tanda setuju.

Valerie tersenyum lebar, kemudian melangkah riang ke orang yang mereka bicarakan. Waktu sudah menunjuk pukul 17.00 WIB dan dirinya sudah tidak sabar untuk berada di tempat MMA.

"Chef?" panggilnya ketika laki-laki itu melangkah 3 meter dari pintu.

Valerie menyusul saat Haikal menoleh dan menghentikan langkah. Ia mendapatkan tatapan tanya sebelum kaki mereka keluar dari kitchen.

"Chef, ikut ke MMA yang biasa Chef dan Kak Adnan ke sana, yuk!"

Tempat yang dimaksud Valerie adalah ruangan di lantai 2 dan 3 di dalam bangunan mirip ruko berlantai enam untuk olahraga muay thai, kick boxing, dan taekwondo. Ada juga fasilitas gym. Durasi tempuh dari hotel sekitar 5 menit jika menggunakan motor dan melalui jalan tikus-rute berupa gang belakang hotel.

"Untuk?" Haikal terdengar tidak tertarik sama sekali.

"Demo masak," celetuk Valerie asal seraya melepas chef hat-nya. Mereka jalan beriringan keluar kitchen.

"Bodoh!" gumam Haikal lirih, lalu menyudutkan iris hitamnya ke kanan. "Maksud saya, mau latihan apa?"

Valerie beroh ria. "Kick boxing dan taekwondo. Saya dengar dari Kak Lutfi kalau Chef bisa dua-duanya. Saya jadi penasaran ...." Ia sengaja menggantungkan kalimatnya sambil menerawang ke depan.

Haikal melihat ke arah lift pada jarak 6 meter. Rupanya, banyak kepala yang mengantre untuk mengisi kotak besi berjalan itu. Untuk yang khusus karyawan pun demikian meskipun tidak sebanyak di sebelah. Bergeser pada tulisan angka berwarna merah di atas pintu, membuatnya enggan menunggu karena sepertinya memakan waktu tidak singkat.

"Kamu saja sendiri," ucapnya setelah melewati kerumunan itu.

Mereka terus berjalan kira-kira 5 meter, lalu belok kiri. Ada sebuah tangga dengan pijakan berwarna putih gading. Dua pasang kaki jenjang Valerie menapak anak tangga satu per satu ke atas-menuju locker room.

"Oke kalau Chef tidak mau ikut! Ada Kak Adnan yang mau menjadi lawan saya," ketus perempuan yang kini rambut hampir sepunggungnya terurai.

"Ajak Lutfi saja," usul Haikal cepat.

Valerie menghentikan kakinya di anak tangga kelima dari atas. Haikal yang sudah berada di dua pijakan lebih atas ikut berhenti dan menoleh. Perempuan itu pun menatap gemas. "Chef, kakak saya yang satu itu hari ini libur dan belum pulang dari Bogor. Tadi siang sudah saya ajak dan dia kemungkinan baru balik malam."

Sejenak Haikal menatap Valerie dengan sorot yang sulit diartikan, lalu kembali melanjutkan jalan. Ia no comment karena tidak tahu harus menyahut bagaimana.

Valerie mendengkus, lalu menyusul Haikal dengan langkah dipercepat hingga membuatnya lebih dulu melewati tangga.

"Huh! Memang Kak Adnan doang nih yang pengertian." Valerie menggerutu karena kesal sendiri sambil terus berjalan. Hanya Adnan dan Haikal yang dapat menjadi lawan latihannya sekarang, tetapi tidak seru jika hanya dirinya dan Adnan yang bertarung.

Meskipun sempat terlintas nama Dito, Valerie enggan mengajaknya. Ia sama sekali tidak berharap jika laki-laki bermulut pedas tersebut bersedia menjadi rekan latihannya.

Tasteless ProposalWhere stories live. Discover now