Bab 50 ǁ Pertemuan tentang Dito

9.4K 994 37
                                    

Ini BAB EKSKLUSIF hampir 2k kata. Bab yang MENGUAK MASA LALU DITO. Jadi, don't miss it and enjoy it!

_________>>> 

Ketika jam istirahat tiba, Haikal tidak bergabung dengan Adnan dan lainnya. Padahal, Maha mengajaknya untuk ikut mengobrol dengan Valerie lewat video call. Mereka hanya terlihat bersama ketika di musala saat jam istirahat.

"Valerieee?" sapa Lutfi heboh dengan menggoyangkan kedua tangan di depan layar yang menampilkan seorang perempuan berkaos abu-abu gelap dan hitam lengan panjang. Rambut hitamnya tergerai.

Maha yang baru datang pun ikut duduk di lantai sebelah tangga kitchen yang biasa mereka gunakan nongkrong. Ia tadi sempat tidak setuju dengan ide Lutfi yang menyarankan mereka video call di sini. Di rest room saja tidak masalah, kenapa harus di tempat sempit seperti ini?

Lutfi beralasan akan lebih leluasa dan tidak ada yang akan mendengarkan. Maha yang sedang tidak ingin mendebat lebih jauh pun akhirnya menurut.

"Kakakku apa kabar?" Valerie membalas lambaian dengan satu tangan karena yang sebelah memegang ponsel.

Berbeda dengan tiga laki-laki yang tampak di layar berukuran 6 inchi. Ponsel hitam milik Adnan itu berada di tembok setinggi kurang lebih 1 meter. Sebuah pot tanaman hias menyangga supaya berdiri landscape dengan sempurna. Mereka duduk berderet dengan jarak cukup untuk semua tertangkap dalam layar. Tampak persis seperti tiga bocah sedang menonton televisi. Lagi-lagi, itu adalah ide Lutfi.

"Waaah! Kamu terlihat cantik memakai topi," puji Lutfi.

Valerie berdecak melihat raut jail yang mulai tampak itu. "Setiap hari di kitchen kan aku pakai."

"Tapi itu berbeda, Valerie, tidak ada pengembangnya."

Valerie sukses terbahak mendengar kelakar tersebut. Lutfi selalu dapat membuatnya menarik bibir ke atas tanpa memandang kondisi. Lutfi terlalu melebihkan gambaran hat chef.

"Bagaimana kabarmu?" Adnan buka mulut.

Perempuan itu tersenyum dan berkata, "Alhamdulillah, baik. Kitchen aman, kan?"

"Aman. Tidak perlu khawatir!"

"Tidak aman."

Kata yang terlontar dari bibir Adnan dan Lutfi masuk ke indra pendengaran bersamaan. Keduanya saling pandang dan tidak terima dengan jawaban lawan, sementara Valerie terkekeh.

"Pekerjaan aman, tapi kita yang tidak aman," sergah Maha sebelum mulut Lutfi berkata macam-macam dan membuat Valerie kebingungan.

"Kenapa?"

"Kitchen kurang—"

Lutfi buru-buru menutup mulut laki-laki di sisi kanannya dengan tangan. "Macan kutubmu butuh hormon endorfin. Soalnya, kamu sebagai pawang malah mangkir kerja."

Adnan yang tahu arti tersirat itu pun hanya mampu menyembunyikan senyum kecut.

"Aku cuti, Kak."

"Kamu besok masuk, kan?" Adnan mengisi giliran tanya.

Raut wajah Valerie berubah sendu. Sorot matanya pun melemah, tetapi ada senyum yang bertengger di bibir meskipun dipaksakan. "Aku masih butuh cuti."

Valerie tidak berhasil menyembunyikan kesedihannya hanya lewat senyuman. Mereka bertiga dapat membacanya dengan mudah.

Lutfi adalah orang pertama yang merespons aura mendung itu. Ia memiting Adnan. "Kamu apakan Valerie, ha, sampai jadi sedih begitu?"

Valerie kembali terkekeh-kekeh. "Kak, jangan menganiaya anak orang!"

Tasteless ProposalWhere stories live. Discover now