Bab 4 ǁ Citra Diri yang Dipertaruhkan

20.1K 1.9K 88
                                    

Tinggalkan pekerjaanmu dan silakan pulang! Entah sudah berapa kali batin Haikal merapalkan lima kata itu. Ingin sekali bibirnya mengucapkan kalimat tersebut pada perempuan tidak tahu takut yang sekarang sedang memotong cake untuk kemudian di-plating[18] itu.

Mata elang Haikal menatapnya lekat-lekat. Jika tidak ingat pekerjaan di kitchen sedang banyak dan tergesa meskipun orang middle[19] sudah datang, dapat dipastikan dirinya mengusir Valerie sejak tadi. Sejak Valerie bertingkah tadi pagi, pikiran serta hatinya tidak tenang.

Haikal membantu seorang bawahannya, tetapi tidak jarang memperhatikan setiap gerakan Valerie. Tanpa sadar ia menarik satu sudut bibir ke atas melihat Valerie yang terus tersenyum dengan mata berbinar ketika sedang menghias potongan cake. Mirip seperti anak kecil mendapat sekardus permen yang sudah lama diidam-idamkan. Entah kenapa pemandangan itu membuat aura galak Valerie yang tertanam di benaknya sedikit mengabur.

"Untukmu." Si Decorateur[20] menyodorkan sebuah mawar kecil yang terbentuk dari krim berwarna merah muda tepat di depan wajah Valerie. Ia meletakkannya di ujung gunting kecil yang ia gunakan untuk memisahkan krim tersebut dari tatakan.

Perempuan itu menghentikan gerakan tangan kanan yang sedang mengoles cokelat leleh pada cake. Badannya yang setengah membungkuk ditegakkan. Tangan bebasnya mengambil alih bunga tersebut, lalu mengamati setiap lekukan kelopak yang terbentuk. "Kekasihmu pasti girang kalau dibuatkan mawar seperti ini, Kak," selorohnya masih dengan memperhatikan mawar buatan Adnan.

"Kenapa?" tanya Adnan dengan tenang.

Valerie mendongak, menatap laki-laki yang lebih tinggi 14 sentimeter darinya itu. "Iya karena ini mawar yang bisa dimakan."

"Oh!" tanggap Adnan lirih, kemudian melirik Valerie. "Tetapi aku tidak punya kekasih."

Valerie memicing untuk kedua kalinya. Ia memindai sosok Adnan dari atas sampai bawah lewat tatapan. "Omong kosong. Aku tidak percaya," komentarnya setelah beberapa saat.

"Kalian serasi," komentar Maha yang sedang melintas dan mencuri-curi pandang untuk memperhatikan mereka sejak beberapa detik lalu.

"Iya harus dong! Kita kan partner." Valerie memamerkan cengiran pada laki-laki berambut cepak itu.

Maha berdecak lirih dan menggeleng pelan. Ia menatap gemas Valerie sejenak karena merasa Valerie tidak tahu maksud tersirat dari ucapannya barusan. Kemudian, ia melangkahkan kaki kembali menuju AC room.

"Kak Adnan benar-benar jago. Aku saja sampai sekarang belum bisa membuat mawar sekecil ini." Valerie menoleh ke laki-laki tersebut selama 2 detik.

Ia ingat bagaimana setiap usahanya gagal untuk menciptakan mawar berdiameter 2 sentimeter itu. Padahal, ia sudah berlatih membuat hiasan mawar dari krim dengan ukuran semungil itu sejak belum lulus SMA. Entah dirinya yang kurang teliti, kurang sabar, atau tangan kurang lentur sehingga krim yang keluar dari spuit tidak benar-benar membentuk kelopak. Bentuknya hanya akan seperti lekukan tidak beraturan.

"Aku bisa mengajarimu," ucap Adnan tersenyum hingga menciptakan lesung pipi.

Valerie meletakkan piping bag yang ada di genggaman tangan kanan, lalu mencolek hasil karya laki-laki yang selalu terlihat paling tenang di antara semua penghuni kitchen. Membuat krim tersebut rusak dalam sekejap mata di ujung telunjuk kanan dan berakhir di dalam mulutnya dalam hitungan detik. Wajahnya berubah datar ketika krim itu menyentuh lidah dan dicecap. Ia tidak sadar Adnan memperhatikan.

"Jorok!" omel Adnan setelah berlalu empat hitungan sambil menahan kekehan.

"Chef Haikal tidak lihat." Valerie mengangkat bahu tidak acuh sebelum pergi mencuci tangan.

Tasteless ProposalWhere stories live. Discover now