Bab 28 ǁ IKemarahan Haikal

11.7K 1.1K 39
                                    

"Ya, Tuhan! Kenapa aku punya adik semalang kamu, Val?" Laki-laki yang hari ini memakai ikat kepala merah bergaris putih selebar 1 milimeter memeluk Valerie tiba-tiba.

Perempuan yang baru saja bergabung untuk briefing di Selasa pagi ini tidak langsung paham jalur pikiran orang tersebut. Ia bergeming tiga hitungan, lalu berdecak sambil menepuk ker7as punggung lebar itu. Detik selanjutnya, pelukan mereka terurai.

"Sebagai kakak yang penyayang, seharusnya kamu ceritakan semua penderitaanmu itu padaku!" suruh Lutfi. Kedua tangannya menggetil pipi Valerie gemas. Ia baru tahu kondisi sebenarnya pagi ini setelah bicara empat mata dengan Haikal.

Semalam WhatsApp grup mereka ramai dengan topik Valerie. Berawal dari Lutfi yang mendapati Dito marah-marah di grup jadi kepo. Hanya saja saat Lutfi bertanya duduk perkaranya, Haikal berjanji akan menjelaskan secara langsung—pagi ini.

Valerie memukul lengan Lutfi dengan kesal seraya memperlihatkan wajah tertekuk. Laki-laki itu membebaskan pipinya, lalu terkekeh-kekeh.

"Jangan cemberut begitu! Kamu seperti orang minta disayang Chef," godanya kemudian. Ia membenarkan posisi badannya menghadap Maha.

Valerie melirik tajam. Satu kepalan tangan naik dan tersaji di depan wajah laki-laki di sisi kirinya. Ia sedang dalam keadaan mood swing karena PMS.

Lutfi melingkarkan tangan kanannya ke bahu Valerie dengan santai. Tangan satunya memberi tekanan tipis beberapa kali di bagian atas chef hat hitam yang menyembunyikan sebuah kunciran kuda. "Masih pagi, jangan merajuk! Nanti kubelikan cokelat deh, ya, pulang kerja?" cakapnya.

Valerie menyodok pinggang Lutfi hingga lengan itu terangkat dari bahu. Ia membenarkan posisi topinya sambil memperhatikan Lutfi. "Di sini cokelat banyak. Kenapa aku harus repot-repot menunggu sampai pulang?" debatnya.

Lutfi meringis mendengarnya. Belum sempat menyahut, ia mendengar suara Haikal menyapa dua chef shift malam yang akan pulang. Mereka berpapasan ketika Haikal keluar dari office area. Akhirnya, ia tidak jadi bersuara dan merapikan barisan.

Aroma parfum familier berupa perpaduan teh dan lemon menggelitik indra penciuman mereka ketika jarak Haikal makin dekat. Ia berdiri di antara dua baris saling berhadapan untuk memimpin briefing.

Kedua tangannya menengadah, lalu diikuti yang lain. "Sebelum memulai pekerjaan hari ini, mari berdoa meminta kelancaran, kesehatan, dan keselamatan!" ajaknya penuh wibawa.

Semua kepala itu menunduk selama setengah menit. Setelahnya, Haikal mulai memberikan pengarahan tentang agenda mereka di kitchen hari ini—dari pagi sampai jam pulang extend.

"Valerie, bantu Lutfi membuat apple pie untuk coffee breaks!" perintahnya setelah barisan itu bubar. Ia sedikit menggulung lengan chef jacket hitamnya dan berjalan ke gudang.

"Ya, Chef!" seru Valerie semangat. Ia segera menyambar mixing bowl dan melesat menuju flour container[42] yang berisi tepung terigu bergluten rendah.

"Kamu bantu saya menimbang bahan!" Haikal berseru sekaligus mengedikkan dagu ke arah seorang anak SMK yang baru seminggu PKL di kitchen yang menjadi tanggung jawabnya. "Lihat catatan agar tidak salah takar yang bisa mempengaruhi cita rasa dan bentuk kue!" terangnya sebelum keluar dari gudang dengan membawa sebuah keranjang berisi beberapa bahan yang diperlukan.

"Ya, Chef!" Anak remaja itu mendekat pada Haikal sambil membawa timbangan.

Lalu lintas di kitchen yang hawanya paling adem dari semua jenis kitchen yang ada itu pun mulai sibuk kembali. Pekerjaan mereka hari ini cukup banyak sehingga diharuskan dapat memperhitungkan waktu dan kecepatan kerja dengan tepat.

Tasteless ProposalTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon