Bab 12 ǁ Dalam Ancaman Kecerobohan

14.5K 1.3K 10
                                    

Valerie bagai mendapatkan vonis mati!

Perempuan ber-blouse putih polos tersebut berjalan lunglai selama 9 menit hingga tiba di gerbang perumahan. Seorang satpam yang sedang berdiri di depan pintu pos jaga meyapa, tetapi indra pendengar Valerie sama sekali tidak merespons. Pandangannya pun kosong. Ia memaksa kakinya yang terasa seperti jeli terus menyusuri pinggir jalan. Meskipun baru saja makan kue, energi yang didapatkannya langsung menguap karena Haikal.

Bagaimana ini? Dua kata tersebut terus berteriak di dalam batin.

Tidak sampai 5 menit kemudian, ia sampai di rumahnya yang bergaya Yunani dengan cat putih mendominasi. Seorang perempuan berambut lurus dan tersisir rapi menoleh, lalu beranjak dari teras mendekat. Valerie menyadari ada jemari melingkar di lengan bawah, tetapi ia abai dan tetap berjalan masuk. Rasanya untuk menoleh dan menyapa sekadar "hai" saja berat.

Gita meneliti raut wajah Valerie dari samping kanan sambil menggoyangkan lengan. "Val?"

Gita membiarkan Valerie terus menginjak lantai granit berwarna krim hingga berakhir di kamar lantai dua. Ia mengunci pintu usai Gita masuk, lalu menggeleng pelan mengingat raut wajah tadi. Jelas itu menandakan ada yang tidak beres.

"Val, mukamu seperti mayat hidup," komentar Gita jujur. Ia berdiri dan kembali mengamati setiap lekukan wajah di hadapannya.

Perempuan yang duduk termenung di pinggir ranjang berlinen cokelat itu pun mendongak. Napasny terasa berat. Matanya pun memancarkan kebingungan dan takut seolah-olah ia sedang tersesat dan tidak ada pertolongan.

"Kue kita tertukar, Valerie."

"Rasanya berbeda jauh. Kamu tidak menyadari itu?"

Suara tegas, penuh penekanaan, dan dingin itu kembali terngiang di benak Valerie. Kalimat itu seolah-olah mampu menusuk jantung Valerie tepat ketika bibir Haikal selesai mengucapkan.

Valerie menggerakkan tangan kanan memegang dada untuk memastikan jantungnya masih di tempat. Sebab, tadi organ vitalnya tersebut terasa lolos dan meluruh hingga perut. Bibirnya yang terasa kaku sedikit terbuka, memperlihatkan ujung gigi kelinci. Ia ingin berkata, tetapi masih terjebak dalam adegan mengejutkan yang terjadi kurang dari setengah jam lalu.

"Aghna Valerie, kamu kenapa?!" desak Gita tidak sabar lagi. Ia makin dibuat panik melihat gelagat sahabatnya yang kehilangan poros dunia.

Masih! Telapak tangannya masih menangkap debaran di dalam sana. Itu berarti ...

"Haa!" Satu helaan napas dari mulut lolos. Matanya bahkan sampai terpejam. Itu seperti membuang beban berat yang menyeka tenggorokan sejak tadi. "Aku masih hidup."

Gumaman itu menciptakan kerutan di dahi Gita.

Perempuan tersebut bangkit menuju nakas di sisi kiri. Ia meraih botol bervolume 1 liter yang selalu tersedia. Tangannya bergerak menuang isi botol ke gelas porselin bergambar batik. Cairan bening tanpa rasa itu mengaliri tenggorokan hingga tidak bersisa setetes pun di wadah.

Gita yang sejak tadi mengamati setiap inchi gerak-gerik Valerie pun makin tidak sabar. Sahabatnya itu seperti baru diburu hantu dan nyawanya tercancam. Ia menarik lengan atas Valerie setelah gelas itu kembali terletak sempurna di nakas. Kedua netra mereka pun bertemu setelah Valerie balik badan dan menghadapnya.

Valerie memegang kedua lengan atas Gita yang terbalut piyama kuning. Matanya sedikit melebar sementara air muka masih menyisakan ketegangan. "Kukira, aku tadi sudah mati, Git," ucapnya, lalu menjauhkan tangan.

Dahi Gita bergelombang makin dalam. Ia mengikuti arah Valerie yang berjalan perlahan. Ketika akan membuka suara, Valerie lebih dulu menambahkan.

"Dengar! Tadi aku mengajak Chef Haikal ke Aboji Resto dan di sana kita berdua memesan tiramisu. Berhubung alergi kacang, jadi dia pesan rasa moka dan itu berakhir dengan dia tahu kalau indra perasaku mati, Git," tutur Valerie tegas dan ekspresif. Tatapannya menerawang dengan kepala sedikit mendongak. Sementara itu, kedua tangannya mengentak-entak udara. Ia membalikkan badan tepat ketika bibirnya diam.

Tasteless ProposalWhere stories live. Discover now