"Sayang! Kamu sadar?!" Mamah menghampiriku dengan Haidar adik ku yang sedang iya gendong
Aku mengangguk "Gak apa-apa mah" jawab ku
Mamah menghela napas "kamu bikin mamah khawatir! Tadi Samu'el telphone Daddy pakai Handphone kamu dan ngabarin bahwa kamu masuk rumah sakit" jelas Mamah
Aku melotot mengingat Samu'el, dengan buru-buru aku mencabut infus yang ada di tangan ku
Bruk
Brak
"Ya allah Dentala kamu mau kenama?" Mamah menahan ku saat aku akan membuka pintu ruangan ini untuk keluar
"Samu mana mah! SAMU MANAAA!" Jerit ku histeri
Mamah masih menahan tangan ku "AKU MAU SAMU MAH! MAU SAMUUUU! HIKS HIKS!"
Brakk
Pintu ruangan terbuka, menampilkan Daddy dengan Mas Genta
"ya allah! Mah ini kenapa Dentala?" tanya Daddy panik
Tubuhku melemas membuat ku terduduk sambil menangis tergugu di lantai. Suara tangis ku, Mamah dan adik ku terdengar bersautan
Mas Genta menarik tangan ku yang meneteskan darah segar, mungkin karna aku mencabut infus-an secara brutal
"GAUSAH SENTUH GUE!" Aku berteriak menampis lengan nya yang ingin memegang lengan ku
dia tersentak sedikit terkejut dengan perlakuan ku "Tangan kamu berdarah Dentala" geram nya
Aku terkekeh miris "GUE GAK PERDULI, BAGUS KALO GUE MATI!"
"DENTALA!" teriak Daddy dan Mamah secara bersamaan
Tangisan Haidar semakin kencang, bayi kecil yang bersama Mamah. Aku melirik Haidar sekilas, Ada rasa kasihan melihat ketika melihat bayi mungil yang berada di gendongan Mamah terhentak kesana-kemari
Dengan susah payah aku bangun dari keterdudukan ku menatap ketiganya secara bergantian dengan air mata yang terus mengalir menatap mereka dengan pandangan kecewa
"Gausah sok peduli sama gue! Perduliin aja kebahagian diri lo sendiri! Gue udah terlajur hancur!" ucap ku tajam
Aku mendekat ke arah Mamah. Menatap matanya yang di banjiri air mata "LO! mau hancurin gue sampai mana lagi? Kalo kaya gini mending gue gak lahir dari rahim lo!"
Plak!
"Daddy!" teriak Mamah
Kepala ku tertoleh ke kanan, tangan kanan ku secara reflek memegang pipi yang baru saja Daddy tempar, sakit. Satu kata yang mewakili perasaan ku saat ini, tetapi tamparan Daddy tak sebanding dengan sakit hati ku! Hati ku sangat sakit di perlakukan semena - mena dari dulu oleh keluarga ini!
Aku melihat Mas Genta bergerak ke arah ku "diem lo disitu sialan!" cegah ku
Ku langkahkan kaki berjalan ke arah Daddy "tampar lagi.....TAMPAR LAGI KAYA WAKTU LO PUKUL DAN BANTING GUE PAS KECIL! AYOK!" tantang ku dengan nada sinis
Daddy diam mematung saat mendengar perkataan ku. Aku menoleh pada Mas Genta yang sedang menatap ku dengan tatapan yang sulit di artikan
"Lo mau gue kan? INI? INI? INI YANG LO MAU?" tawar ku sambil merobek baju pasien yang ku kenakan dan hanya tersisa tank top hitam yang membalut tubuh ku
Mamah dan Daddy terkejut atas apa yang ku lakukan. Dengan gerakan cepat Daddy mengambil selimut dan menyelimuti seluruh tubuh ku tetapi ku tepis selimut itu dan ku lempar tepat ke wajah Mas Genta
Tak ada reaksi yang dia tampil kan. Dia terus menatap ku dengan pandangan lurus.
Napas ku terengah, debaran jantung pun meninggat.
"Hiks......hiks.....hikss.. ...hiks......" aku menangis tergugu
Semuanya terdiam, seakan menyaksikan tangisan ku "Hiks......aku cuma mau bahagia apa aku salah Mah, Dad?" tanya ku dengan menatap kedua suami istri itu
"Kalian gak tau kan, apa saja yang udah aku lewati selama tumbuh menjadi dewasa....."
Aku menatap Mamah dengan derai air mata
"HAHAHAHHAHAAHHAHAH...aku lupa, Mamah kan gak perduli, Bener kan mah?"
Aku tertawa layak nya orang gila di barengi dengan tangis. Rasanya aku ingin mati saat ini juga.
Aku selalu berusaha menerima takdir dan tentunya Mas Genta dalam hidup ku. Tetapi menerima orang baru juga perlu waktu dan usaha
Mereka selalu memaksa, mendorong ku, menekan perasaan ku seperti yang mereka ingin kan. Aku ini manusia! Bukan hewan
Aku lelah, aku butuh sandaran tetapi tidak ada orang yang perduli. Hanya Samu! Dan sekarang Samu udah pergi, lalu aku harus berlindung kepada siapa?
OoO
"Lepasin gue! Gue bukan orang gila!"
Aku memberontak kala lengan dan kaki ku di borgol oleh suster yang menangani ku
Mas Genta sedari tadi hanya diam dan menonton ku mengamuk dan berteriak dengan kencang "Mas tolong aku, Aku gak gila mas... " ujar ku lirih
Dia menghela napas lalu menghampiri ku "Kamu sendiri yang membuat orang lain menyangka kamu gila Dentala" Ujar nya
Aku menggeleng dengan kencang "Aku hanya kecewa! Meluapkan emosi ku yang selama ini ku pendam, Apa aku salah?"
Mas Genta menggeleng "Cara mu yang salah, Bukan dengan seperti tadi, Kau melukai hati orang tua mu" jelas nya
Tangan Mas Genta menyeka keringat di dahi ku "Tapi gak harus di borgol begini kan?" sinis ku sambil melihat kedua tangan yang di borgol dan menggerak kan nya
"jangan banyak bergerak, Tangan mu bisa luka" larang nya
"Saya akan minta kunci borgol nya dan membuka nya kalau kamu sudah tenang dan bisa berpikir jernih" putus nya
Aku menghela napas pasrah. Percuma mengemis juga toh gak bakal di bukain
"Pengen minum ambilin" titah ku
Mas Genta mengangguk beranjak dari keterdudukan nya mengambil air botol dan membatu ku untuk meminum nya
Dan setelah itu keheningan pun terjadi dengan Mas Genta yang masih terus menatap ku, meneliti setiap pergerakan tangan dan kaki ku. Setiap aku bergerak dan mengaduh kesakitan dia akan memeriksa kaki dan tangan ku hanya untuk mengelus atau melapisi pergelangan tangan ku dengan Tissue agar kulit ku tidak tergores oleh borgol
"Sebenernya mas Ini siapa?" tanya ku memulai perbincangan
Dia menoleh ke arah ku "Saya sudah bilang kalau saya tidak mau memberi tahu sebelum kamu ingat sedikit saja tentang saya" jawab nya
Benar - benar keras kepala! Dasar Taurus!
Aku menghela napas pasrah "Yaudah lah iya!"
"Kamu sudah jarang konsul lagi ke sikolog mu?"
"Udah lama enggak"
"Kenapa?"
"gak inget kesitu"
Mas Genta berdesis "Terlalu menyepelekan kamu ini Dentala!"
Karna malas meldeni nya aku hanya mengiakan saja apa yang dia katakan sembari memejam kan mata berharap dia peka dan berhenti berbicara
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION (Story Of Dentala)
Fanfiction⚠️FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA BIAR UPDATE-AN NYAMPE Hidup dengan aturan yang di buat oleh Genta, guru nya tersebut menjadikan hidup Dentala gadis yang bersekolah di Sekolah menengah kejuruan itu menjadi tidak tenang Lalu bagaimana Dentala menjalani...
Bukan orang gila
Mulai dari awal