Chapter 38

566 314 53
                                    

Sampai sekarang Aulia dan Rafi belum balik, entah ke mana mereka berdua. Mungkin Rafi sibuk mengitari seisi sekolah mencari keberadaan Aulia.

"Syif," panggil Arya lembut.

"Iya pacar?" jawab Syifa tersenyum manis.

"Aku ke kelas dulu ya, udah mau pelajaran berikutnya." ujar Arya. Hal itu membuat bibir Syifa melengkung ke bawah.

Arya pergi meninggalkan Syifa. Kini Syifa sendirian, tidak ada yang mengajaknya ngobrol karena Jhon dan Afima sibuk berantem. Vimla melerai Jhon dan Afima, yang lain asik berjoget ria di depan kelas sedang Nuzla sibuk memainkan game pou di hp.

Menghela nafas, Syifa beranjak dari kursi hendak menyusul kedua sahabatnya itu. Hp keduanya tidak di bawanya, ditinggal begitu saja diatas meja.

"Gue titip hp Aul sama Rafi ya Nuz." ujar Syifa yang diangguki Nuzla.

Langkah kaki Syifa berjalan melewati koridor kelas 7. Saat hendak melewati kelas 7-7, dirinya melihat Vanya masuk ke situ dengan bingkisan kecil yang dipegang.

Untuk apa Vanya ke kelas Bian?

Ah...pasti Vanya ingin mendekati Bian seperti dirinya dulu saat belum jadian dengan Arya.

Syifa tidak memperdulikan, ia lanjut nengok sana-sini siapa tau ada Aulia sama Rafi.

"ASSALAMUALAIKUM PANGGILAN KEPADA SYIFA AULIA HANIFA HARAP KE RUANG JURNALISTIK SEKARANG. TERIMAKASIH." ucap suara seseorang, yang tak lain adalah Rahma, temannya di ekskul jurnalistik.

Syifa mengernyit, untuk apa dirinya dipanggil? Apa karena akhir-akhir ini dia jarang ikut ekskul?

Syifa berlari kecil ke ruangan jurnalistik. Niat awal mencari Aulia dan Rafi dia urungkan.

Tok! Tok! Tok!

Cklek

Setelah mengetuk pintu, Syifa menemukan teman-teman ekskulnya yang memandangnya dengan kagum. Rahma, yang berbicara di speaker tadi menjabat tangan Syifa seolah Syifa adalah orang penting.

"Selamat, ya, Syif." ujar Rahma dan yang lain.

"Hah? Selamat untuk?" tanya Syifa heran karena hari ini bukan hari ulang tahunnya.

"Masa lo lupa? Itu loh, cerpen yang lo kasih waktu itu. Gue sama temen-temen yang lain ikut sertain lomba tanpa sepengetahuan lo. Gue udah duga lo bakal menang dan ternyata benar. Lo juara 2 tingkat Kota." jelas Rahma tersenyum bangga.

"Ayo, gue anter buat ambil piala sama piagam lo." ajak Rahma.

Syifa mengangguk, mereka berdua menuju bagian utama ruang jurnalistik.

Di ekskul jurnalistik, bukan hanya membuat majalah dan buletin sekolah, tetapi juga membuat cerpen, puisi, artikel, yang setiap bulan akan mengirim satu atau lebih buat diikut serta lomba.

"Gue...gak tau lagi harus ngomong apa. Terimakasih ya buat kalian semua." ucap Syifa. Mata perempuan itu berkaca-kaca saking senangnya.

"Halah kayak gak kenal kita aja, Syif." cerocos Rahma.

"Rah...gue boleh nanya sesuatu? Sama kalian semua." ucap Syifa.

"Nanya aja kali." kekeh Rahma penasaran.

"Soal gosip gue yang menggemparkan sekolah beberapa hari yang lalu. Kalian tau siapa pelakunya? Gue bukan nuduh...tapi ekskul jurnalistik ngelola bagian mading juga kan?" Syifa tak enak sendiri.

Rahma dan yang lain nampak terkejut. Namun dengan cepat menentralkan kembali mimik wajahnya.

"Gue gak tau siapa yang pasang berita tentang lo Syif. Pas gue ke sekolah, lo tau sendiri gue kadang suka telat. Udah ada gosip itu di mading. Anggota bagian mading juga nggak ada yang tau. Bahkan si Fino yang datang jam 6 pagi, tempelan kertas tentang lo udah ada. Seolah pelaku sudah merencanakan dengan matang. Dan kita semua gak ada yang percaya. Karena kan emang lo ngejar-ngejar Arya dari dulu sedangkan Bian itu sahabat lo." jujur Rahma.

Syifa terdiam sejenak. Siapa pelakunya?

Walaupun gosip udah reda, Syifa akan tetap mencari tau siapa yang nyebarin gosip mengenai dirinya. Dia akan memberi pelajaran kepada si pelaku yang sudah mencemarkan nama baik dirinya.

"Yaudah makasih ya untuk infonya. Dah Rahma. Dah semuanya!" pamit Syifa lalu keluar dari ruangan jurnalistik.

Di jalan menuju kelas, Syifa sibuk memikirkan si pelaku. Sampai-sampai ia tak fokus dan menabrak seseorang.

BRUUKK

Syifa meringis, memegangi bahunya yang terkena bahu orang.

Syifa mendongak, mendapati Arya tengah menatapnya panik.

"Eh? Pacar gak papa?" tanya Syifa memeriksa bahu Arya. "Pacar mau ke mana?"

"Lo gak apa-apa? Ada yang sakit?" tanya Arya khawatir.

"Gue mau ke ruang guru nih, mau serahin tugas bahasa inggris." Arya memperlihatkan buku tulisnya.

"Aku-kamu nya mana?" melas Syifa.

Arya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Jadi lupa sendiri. "Eh iya lupa."

"Pacar, tau nggak?"

"Nggak. Kan belum dikasih tau."

"Tadaaa!!" Syifa menunjukkan piala serta piagam. "Aku menang lomba cerpen."

Sedangkan Arya mencubit pipi Syifa. Bangga memiliki pacar yang berbakat. "Pacar siapa dulu dong." ucap Arya.

Kepala Syifa menunduk, sembari memegang pipi kanannya.

"Udah, pacar ke ruang guru aja! Aku mau ke kelas!" usir Syifa mendorong punggung Arya.

"Lo marah Syif?"

"Iya marah! Aku kamunya manaa!!"

"Bercanda, kamu marah Syif?" ulang Arya.

Syifa menggeleng cepat, menolehkan kepala ke Arya.

"Nggak, aku gak marah."

"Terus kok aku diusir?"

"Diliatin banyak orang ih." ujar Syifa menunjuk orang disekelilingnya yang mondar mandir.

"Tapi suka kan?"

"Suka."

"Yaudah aku kumpulin tugas dulu. Kamu ke kelas, jangan bolos. Aku gak suka." ucap Arya, nada bicaranya kembali dingin.

"Iyee pacarku yang bawel."

"Dari pada gue ketus." gumam Arya.

"Hah apa?"

"Nggak tadi ada kambing lewat."

"Emang di sekolah ada kambing?"

"Nih, kambingnya depan gue."

"Ishhh! Aku Arya akuuu!!!"

"Iya iya. Gue ke ruang guru dulu kumpulin tugas."

Syifa mendengus. "Terserahh!"

Dan percakapan pun berakhir.

Tbc

Anehh ya

Kelas 88 [SUDAH TERBIT] [END] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora