Chapter 53

89 90 0
                                    

Anak 8-8 sibuk mengantre di depan Ruang Guru untuk mendapatkan tanda tangan Pak Ahmad serta nilai tugas makalah olahraga semester satu.
Antrean kelas cukup panjang sampe keluar-luar, banyak murid yang terhalang jalannya tapi mereka tidak punya nyali untuk menegur.

Zidan yang baru keluar setelah berhadapan dengan Pak Ahmad mendengus kesal.

"Anjir tuh guru, nggak ngehargain gue banget." dengus Zidan.

"Napa lu? Pak Ahmad gak mau tanda tanganin makalah?" tuding Sakha.

"Kaga, dia suruh gue revisi. Banyak yang salah kata-katanya. Berasa anak kuliahan kali gue kayak kerjain skripsi. Guru olahraga kek guru Bahasa Indonesia aja." keluh Zidan.

Semua anak 8-8 terkikik geli diatas penderitaan Zidan, meskipun sebenarnya mereka semua juga was-was. Cuma karena takut kalah akan taruhannya Demon, Sakha dan yang lain mengeraskan rahang. Jangan sampai revisi. Kecuali kalau tidak mengurangkan nilai rapot.

Usai Zidan yang keluar dari Ruang Guru, tibalah Putra yang tersenyum sambil memerlihatkan giginya dan memamerkan tugas makalah serta nilai yang tertera. Diantara yang lain, Putra emang paling pinter. Harusnya dulu Putra masuk kelas unggulan. Tapi di akhir semester dia sengaja menjelek-jelekan nilainya supaya gak masuk kelas unggulan itu. Kata Putra sih dia malas kalau terlalu di forsir belajar jadi lebih enakan santai.

"Gue dapet sembilan puluh dong, tanpa revisi!" ucap Putra menggoyangkan kertas makalahnya.

"Iya enak Put lo pinter, lah gue?" Zidan jadi minder. "Untung lo gak masuk kelas unggulan, bisa berantem mulu lo sama si Demon."

"Jangan bahas Demon anjir." gerutu Putra. "Gara-gara dia gue sama Aisyah jadi berantem."

Zidan tertawa. "Lagi sih lu udah dibilangin batu."

Syifa memperhatikan ocehan teman-temannya yang disertai humor itu. Tiba gilirannya untuk dinilai oleh Pak Ahmad, Syifa masuk ke dalam setelah Aulia. Syifa tersenyum, mengucap salam dan memberikan tugas makalah itu ke Pak Ahmad.

Pak Ahmad dengan telaten memeriksa lembar demi lembar. Guru itu tersenyum, menandatangani dan memberi nilai sembilan puluh di makalah Syifa. Tak lupa Pak Ahmad menuliskan nilai dicatatan khusus anak 8-8. Syifa bersorak dalam hati, itu berarti dia tidak revisi bukan?

"Saya nggak revisi Pak?" Syifa bertanya memastikan.

Pak Ahmad menengadahkan kepala ke atas. "Ya, silahkan saja kalau kamu ingin revisi."

Syifa menggaruk kepalanya yang tak gatal. "E-eh gak mau Pak. Oke Pak terimakasih."

Aulia dan Rafi yang menunggu di depan Ruang Guru langsung menyerbu Syifa dengan pertanyaan.

"Gimana Syif? Lo revisi kek gue nggak?" tanya Aulia penuh harap. Rafi di samping Aulia pun sama, berharap Syifa revisi biar ada teman.

"Nggak," ucap Syifa. "Gue gak revisi."

"Elah, revisi aja dong!" sahut Aulia. Dasar sahabat biadab.

Syifa spontan menggeplak kepala Aulia. "Enak aja lu revisi. Gue cape tau buatnya! Makanya banyak-banyak baca novel, biar tau cara penulisan yang bener!"

Aulia mencebik. "Gue gak kutu buku kek lo."

"Ett bedaa dong Aul. Gue cuma suka baca novel bukan buku pelajaran." Syifa meralat.

"Nyindir gue nih ceritanya karena gue suka baca buku IPA?" Rafi menaik turunkan alis.

"Iye dah yang nilai IPA nya bagus mulu mah beda." kekeh Syifa.

"Udah yuk gais mending kita ke Kantin beli minum. Gue haus." ucap Aulia merangkul Syifa dan Rafi.

"Gue di traktir kan?" Syifa mengedipkan mata jahil.

Kelas 88 [SUDAH TERBIT] [END] Where stories live. Discover now