Chapter 59

106 111 0
                                    

Syifa yang hendak pulang setelah satu jam setengah berada di dalam ruangan kelas, memperhatikan Kakak pengajar menjelaskan akhirnya keluar juga dari ruangan.

Syifa menatap bingung ke arah Bian yang menahan tangannya padahal Syifa ingin cepat-cepat pulang dan merebahkan dirinya di kasur.

"Duduk Syip." perintah Bian. Syifa menghela nafas, mengikuti perintah Bian.

"Kenapa Bi? Gue kan mau balik." ucap Bian.

Bian menyodorkan buku modul les kelas 8. "Kerjain Syip."

"Ih, Bi, kan gue mau pulang. Masa disuruh kerjain soal mtk, sih." protes Syifa. Perasaan hari ini kerjaan dia belajar mulu.

"Matematika dasar yang gampang aja lo nggak bisa. Gimana mau ngalahin kelas 8-9? Belum apa-apa udah kalah lo Syip." ujar Bian menunjuk-nunjuk buku modul.

Syifa mendengus malas. Gak Arya gak Bian, sama aja. Menyuruhnya untuk terus belajar. Mentang-mentang Arya dan Bian pintar dalam akademik dan diantara keduanya Syifa memang paling bego dalam akademik. Sebenarnya Syifa pintar, gak beda jauh dengan Arya dan Bian. Tapi karena rasa malasnya itu yang membuat Syifa jadi tertinggal jauh. Bian tahu itu. Apalagi kabar kalau kelas Syifa dan kelas Arya, sedang bertaruh nilai itu sudah tersebar luas seantaro sekolah. Tentu saja Bian ingin Syifa yang mengalahkan Demon, cowok sombong itu. Tapi, apa Syifa bisa mengejar ketinggalannya itu dalam waktu kurang dari seminggu? Ah, Bian jadi ikutan frustasi!

"Cepat kerjain, jangan bengong!" Bian meninggikan suaranya.

Syifa berdecak. "Iya iya, ini juga gue lagi mikir!"

"Kok lu les Bi? Udah sembuh lo? Tapi tadi nggak masuk sekolah." Syifa mencoba mengalihkan pembicaraan supaya Bian lupa.

Bian mendongak. "Sebenarnya gue masih sakit. Tapi gue paksain buat les, buat ngajarin lo! Gue tau lo mau ngalihin topik, Syip. Udah cepet kerjain. Gue kasih waktu sepuluh menit."

Syifa mendengus. Ternyata Bian lebih pintar dari yang ia kira.

Tiga menit, Syifa masih bengong.

Lima menit, Syifa menggigit-gigit pensil yang dipegangnya.

Sembilan menit, Syifa belum menemukan jawabannya.

"Ini udah hampir sepuluh menit, Syip. Dan lo belum apa-apa. Luar biasa, salut gue sama lo." Bian bertepuk tangan.

Syifa mendelik. "Jangan samain otak gue sama lo dong, Bi! Kapasitas otak gue gak muat kayak lo! Kualitas otak gue aja beda. Enak lo pinter dari lahir."

"Kerjain tiga soal, baru lo boleh pulang." ucap Bian. "Dengan benar."

"Ih Bi, gue ngantuk, mau tidur." protes Syifa kembali.

"Gak ada alasan Syip. Tiga soal doang."

"Tapi, gue nggak ngerti."

"Tanya Kak Arief lah, ya kan Kak?" Bian menatap Kak Arief, guru les yang mengajar pelajaran matematika. Kak Arief yang sedang main game di hp menatap Bian dan mematikan hp nya.

"Iya kalau kamu nggak ngerti bisa tanyakan ke Kakak, Syif." ujar Kak Arief.

"Kak, biarin aku pulang ya Kak?" rengek Syifa meminta bantuan Kak Arief.

Kak Arief memandang Bian. Bian menggeleng sebagai kode agar Kak Arief menolak permintaan Syifa.

"Benar kata Bian, Syif. Kamu harus belajar buat ngejar ketinggalan kamu. Minggu depan UAS loh." ujar Kak Arief. Bian tersenyum puas.

"Mana, sini Kakak ajarin." Kak Arief mengambil pensil dan kertas oret-oretan. Dengan terpaksa Syifa mengangguk dan memperhatikan penjelasan Kak Arief.

Kelas 88 [SUDAH TERBIT] [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang