🏵️

739 367 35
                                    

Suasana kelas 8-8 berubah mencekam karena Bu Eva melaksanakan ulangan IPA mendadak. Bu Eva terlihat mengatur tumpukan kertas yang akan dibagikan.

"Jangan ada yang nyontek, ketauan nyontek, keluar dari kelas. Hari ini ulangan." ucap Eva tanpa basa-basi. Seisi kelas langsung ngomel.

"Bu nggak bisa gitu dong kan kita belum belajar masa langsung ulangan? Udah belajar aja nilai jelek apalagi kaga belajar Bu. Yang ada dapet nol!" beo Sakha.

"Iya Bu bener kata Sakha. Nyontek disuruh keluar, nilai jelek dimarahin. Kan serba salah saya." sahut Zidan.

"Minggu depan aja ya Bu nanti saya belajar deh Bu suer!" jari Razan membentuk gunting.

"Tau nih Bu abis olahraga masa langsung ulangan? Capek fisik sama batin itu mah." protes Rafi.

Syifa menggelengkan kepala mendengar penuturan teman-teman sekelasnya yang kelewat santai.

Bu Eva memutar bola mata. Sudah ia duga dengan komentar para murid kelas 8-8 saat ada ulangan mendadak.

"Tentang rangkaian seri dan paralel. Tidak ada alasan belum belajar karena minggu kemarin sudah Ibu jelaskan sebelum praktek. Yang dengarkan pasti tau." tegas Bu Eva seraya membagikan kertas ulangan.

"Langsung jawab di kertasnya, gak usah ngeluarin kertas lagi." lanjut Bu Eva.

Syifa melihat soal nomer satu. Baru satu soal aja kepalanya udah pusing. Apa perbedaan lampu yang dipasang seri dan paralel?

Rasanya Syifa tau jawabannya tapi ia lupa. Dengan asal, Syifa menjawab: kalau seri, saklarnya dimatikan satu semua lampu mati. Kalau paralel, saklarnya dimatikan satu lampunya masih ada yang nyala.

Beralih ke soal nomer dua, kepala Syifa semakin pening. Mengapa tidak boleh menggunakan amparameter secara paralel?

Gusti, tanyakan saja kepada tukang listrik! Batin Syifa kesal.

Karena waktu terus berlalu, Syifa mengisi jawaban asal. Coba kalau soal nya pilihan ganda. Kan gampang tinggal tang ting tung.

Aulia menepuk bahu Syifa dari belakang. Meskipun sahabat, teman sebangku Syifa bukanlah Aulia melainkan Nuzla. Karena dulu pas awal masuk kelas 8, Nuzla lah yang menjadi teman pertama dirinya. Nuzla, murid pindahan dari Purwokerto. Pengin pindah tempat duduk Syifa tidak enak dengan Nuzla.

"Lo tau nggak Syif nomer tiga? Gue udah mikir seribu kali gak tau juga." tanya Aulia menggaruk kepalanya.

"Gue aja ngasal, salah nanya orang lu." Syifa mendengus.

"Yah terus gimana dong kasian banget nilai gue nol." Aulia cemberut.

"Kerjain aje sebisa lo. Mau dapet nol juga gak apa-apa. Angka-angka juga." ujar Syifa. Walau hatinya mengatakan 'duh kalau nilai gue anjlok gimana nasib gue ya.'

"SEDANG APA KALIAN? NYONTEK?!" Bu Eva melipatkan tangannya. Mendengar teriakan guru itu Aulia dan Syifa kontan mengelus dada, kaget.

"Eh anu Bu, Aulia pinjem penghapus saya. Saya mau minta balik tapi Aulia bilang penghapusnya ilang. Saya kan jadi kesal Bu. Untung saya punya penghapus lagi." jawab Syifa, cari alasan logis.

Bu Eva menggelengkan kepala. "Oh kirain. Yaudah kamu Syifa! Gak usah nengok-nengok. Ulangan tuh hadap depan, bukan ke belakang. Sekali lagi kamu nengok kesana sini Ibu ambil kertas ulangan kamu!" ujar Bu Eva, galak.

Syifa hanya cengengesan. "Iya, siap Bu Eva cuntak!"

✅✅✅


Istirahat kedua setelah sholat zuhur, Syifa menyuruh Bian untuk ke kelasnya. Seketika keadaan kelas ramai. Belum lagi dirinya kena cengan.

Syifa meminta izin pada Nuzla untuk meminjam kursinya buat Bian duduk dan Nuzla mengangguk saja.

Syifa menyodorkan buku tulisnya yang berisi pertanyaan-pertanyaan ulangan IPA tadi. Untungnya dia sempat nyatet di meja dan memindahkan pertanyaan itu ke buku tulis.

"Jadi nomer satu sampai sepuluh jawabannya apa, Bi?" tanya Syifa, menunjuk soal.

Aulia melebarkan matanya mendengar pertanyaan Syifa yang sadis. "Gila lo Syif anak orang disuruh ke sini buat ngajarin lo doang. Mana ganteng pula!"

"Orang mah datang kerjakan lupakan. Ini malah minta ajarin. Sedeng." Rafi menggeplak kepala Syifa.

"Hahaha gak papa santai aja. Gue malah senang kalau Syifa mau belajar. Dari pada haluin Arya mulu ya kan?" Bian menyindir. Aulia dan Rafi berpandangan, lalu tersenyum penuh arti.

"Aku mencium aroma kecemburuan disini." goda Rafi mengendus-endus.

Aulia tertawa. "Apaan sih Fi malah ngendus beneran."

Rafi beralih menatap Bian. "Jadi, lo suka sama Syifa?"

Uhukkk

Rafi menepuk bahu Bian berulang-ulang. "Setuju banget gue lo sama Syifa, dari pada sama Arya, udah di ghosting, disakitin, masih aja dikejar. Emang sahabat gue mah makhluk aneh."

Bian terkekeh mendengarnya. Apa Rafi dan Aulia memberikan restu?

"Gue sama Bian cuma sahabatan kayak gue ke kalian berdua." ujar Syifa sebal.

"Aish gak peka ah lo mah. Bian tuh jelas suka sama lo. Kita yang baru kenal aja tau. Masa lo yang udah temenan lama nggak peka?" beo Aulia.

Syifa yang jengah menghadapkan tubuhnya ke Bian. Menatap Bian lamat.

"Bi lo suka sama gue?" tanya Syifa langsung.

"Hah?" Bian kaget. "Ngg-nggaklah! Kan kita temenan." elak Bian.

Syifa mendengus kasar. "Tuh kan gue bilang juga apa. Bian juga mana mau sama gue. Pasti dia cari cewek yang anggun gak kayak gue gini."

"Bener-bener ya lo berdua gue gak jadi nanya. Bel masuk bentar lagi bunyi." cerca Syifa.

Aulia dan Rafi hanya diam, tidak membalas ocehan Syifa. Dalam hati mereka merutuki Bian yang berbohong pada perasaannya sendiri.

Temen-temen lo aja peka gue suka sama lo. Sedangkan lo? Batin Bian miris.

Besambung-

Feel nya dapet nggak?

Jangan lupa vote dan komen ya gais!

Love<3

Kelas 88 [SUDAH TERBIT] [END] Where stories live. Discover now