1

17.4K 1.2K 33
                                    

Pagi ini seorang gadis cantik dengan senyum di wajahnya menatap seseorang di sisi kanannya.

"Kamu harus kuat," Kata orang itu, ia menggenggam kuat jemari adiknya, "Banyak yang sayang sama kamu, jangan bikin perasaan kita hancur,"

"Semoga bisa,"

"Harus bisa," Ucapnya meyakinkan, "Kamu harus yakin sama diri kamu sendiri,"

"Kak Jisoo masih belum bangun?"

"Nggak perlu mikir yang lain dulu, pikirin dulu kondisi kamu,"

"Aku takut kak," Ujarnya sembari mengeratkan genggamannya.

"Hey, dengerin kakak," Ucap Jennie pada adiknya yang kini berbaring di ruang inap, beberapa menit lagi Rose akan dipindahkan menuju ruang operasi, "Apa yang kamu takutin sayang, kakak disini, Lisa juga disini, Hanbin, Bobby, semuanya disini,"

"Nggak ada yang bakal ninggalin kamu," Imbuhnya.

Air mata gadis itu menitik, sejujurnya didalam hatinya berkecamuk perasaan ingin bertemu dengan kakak tertuanya. Orang yang selama ini merawat, memperdulikan, memperhatikan, bahkan beredia untuk disusahkan justru tak ada disisinya, tidak ada kata penyemangat serta penenang yang keluar dari mulutnya.

Iya, Jennie memang sudah ada saat ini. Sosoknya yang berubah total kini sudah lebih peduli dan sayang terhadap keluarganya, hanya saja bagi Rose peran Jisoo selamanya tak dapat digantikan oleh siapapun.

Tiga tahun lamanya kakaknya itu mengumpulkan uang untuk biaya pengobatannya, keringat bercucuran serta pengorbanan demi pengorbanan ia lakukan hanya untuk biaya operasi adiknya.

Namun disaat waktu terpenting seperti ini rasanya Rose benar-benar ingin mengucap kata maaf serta ucapan terima kasih, ingin sekali memeluk kakaknya erat-erat.

Empat hari berlalu, empat hari sudah ia masih belum mendapat kabar soal kepulihan Jisoo dari masa kritisnya.

Rose sangat berharap, operasinya kali ini benar-benar bisa berjalan dengan baik dan lancar. Tak lupa ia memohon pada Tuhan agar kakaknya itu segera sadar.

Hanya satu yang ia takutkan, ketika hari ini adalah akhir dari semuanya.

Dan ia belum sempat mengucap apa yang seharusnya didengar oleh Jisoo.

"Jangan nangis, nanti tambah sakit," Kata Jennie sembari mengusap lembut pipi adiknya.

"Kak Jennie juga jangan nangis," Tanpa sadar Jennie ikut menitikan air matanya, lantas segera diusapnya.

Dua orang perawat sudah datang menghampiri, mereka bertugas untuk membawa Rose menuju ruang operasi.

Jennie masih setia menemani adiknya, ditemani Hanbin yang saat itu juga ada.

Brankar besi itu mulai keluar dari ruangan, berdebar jantung perempuan yang sedang terbaring itu, banyak ketakutan-ketakutan yang ia rasakan. Air matanya masih tak berhenti menetes.

"Maaf, keluarga pasien tidak diperbolehkan masuk," Kata salah satu perawat perempuan ketika mereka berada di depan ruang operasi.

"Hey, yang kuat," Kata Jennie setengah berbisik, ia sedikit membungkuk menatap adiknya, "Janji sama kakak kalau kamu pasti sembuh,"

Jennie menggenggam jemari adiknya, "Buktiin ke Kak Jisoo kalau kamu juga hebat," Bergetar suaranya saat menatap Rose.

Rose hanya mengangguk dan menggenggam lebih erat jemari kakaknya. Sebuah kecupan mendarat pada keningnya, lantas ia bisa melihat wajah kakaknya yang sudah berlinang air mata.

Dua orang perawat yang sedang menunggu dua insan itu sudah memberi aba-aba untuk segera masuk ke ruangan dan segera melakukan operasi cangkok ginjal.

Perlahan jemari-jemari yang saling menaut itu melonggar dan terpisah.

Pintu ruang operasi tertutup.

Saat itu juga kembali pecah tangis seorang gadis yang mengenakan sweater polos berwarna abu-abu itu. Seorang laki-laki yang sedari tadi ada di belakangnya segera mendekat dan merengkuh masuk ke dalam pelukannya.

"Kita berdoa ya, semoga operasinya lancar," Kata Hanbin menenangkan, "Rosie pasti kuat, dia pasti bisa ngelewatin ini semua,"

"Tapi gue takut Bin,"

"Apa yang lo takutin Jen, adik lo bukan orang yang lemah,"

"Gue nggak mau kehilangan mereka Bin, gue nggak mau,"

"Siapa yang bilang mereka bakal ninggalin lo," Jawab laki-laki itu, "Lo harus optimis buat saudara-saudara lo, buang jauh-jauh pikiran negatif tentang mereka,"

Kali ini Jennie tak kembali menjawab. Ia terhanyut dalam tangisnya.

Hidupnya benar-benar sedang berada di titik sulit, diwaktu bersamaan kedua saudaranya harus bertaruh melawan maut. Sejujurnya pikiran Jennie tidak pernah lepas dari rasa takut akan kehilangan adik dan kakaknya.

Sama sekali tidak bisa ia bayangkan jika akan ada salah satu saudaranya yang akan pergi terlebih dahulu untuk bertemu Tuhan, atau bahkan keduanya sekaligus.

🖤🖤🖤🖤

RESET [BLACKPINK]Onde histórias criam vida. Descubra agora