Tumbang

187 13 4
                                    

Vote bisa kali yaa.

“Jika ini permintaan Ibu, Mas yang akan bicara sama Ibu. Mas akan bilang pada Ibu kalau Mas tidak akan menikah dengan Rani.”

“Bukan Ibu Mas. Jangan semua salahkan Ibu. Semua orang! Mereka selalu menanyakan kapan aku hamil, sudah satu tahun, dua tahun, tiga tahun tapi kenapa belum hamil? Semua orang mengatakan jika aku mandul. Tidak bisa memberikan keturunan. Semua orang, Mas. Sakil bingung harus bilang apa, mungkin mereka benar jika Sakil mandul dan ini pilihan terbaik membiarkan Mas menikah. Aku rela Mas, in syaa Allah aku rela.”

“Ibu Cuma punya Mas, jika aku tidak bisa memberikan cucu pada Ibu maka biarkan wanita lain yang bisa memberikan Ibu cucu. Aku mohon, menikah dengan Mbak Rani. Kalian sudah kenal sejak kecil maka tidak sulit untuk bisa saling mencintai. Ibu sangat menyayangi Mbak Rani, Ibu akan bahagia apa bila Mbak Rani benar-benar menjadi menantunya. Kamu senangkan melihat Ibu bahagia. Bahagiakan Ibu, Mas. Aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Mungkin dengan seperti ini Ibu bisa sayang padaku, bisa melihat aku sebagai menantunya, atas izinku membiarkanmu menikah kembali. Mungkin Ibu bisa menganggapku sebagai menantu yang berguna. Bantu aku akrab dengan Ibu, bantu aku mendapatkan kasih sayangnya.”

“Tapi tidak dengan menyakiti hati kamu, Sakila!!”

Ibu Sari hanya bisa menatap lantai kamar dalam keheningan. Pikirannya sejak tadi hanya mengarah pada percakapan antara anak serta menantunya, yang tak sengaja ia dengar 30 menit yang lalu. Niat awal dia ingin memanggil Sakil untuk menanyakan keluarganya yang berada di Jakarta, apakah dia sudah mengabari berita ini. Tetapi, Sari mengurungkan niatnya setelah mendengar suara tegas dari putera tunggalnya yang bersikeras tak ingin menikah kembali berlanjut dengan perkataan sang menantu yang tak bisa ia abaikan begitu saja. Perkataan Sakil mampu meresap pada otaknya yang membuatnya hanya bisa berdiam diri di dalam kamar, tanpa melaukan apa pun.

Perasaan bersalah serta meragu itu sedikit ia rasakan. Mendengar kemarahan sang putera membuatnya takut jika Andra akan marah padanya bahkan yang lebih parah, membencinya. Memikirkannya saja membuat Sari sesak. Dia tak menginginkan putera tunggalnya membencinya. Tetapi, dia pun tak bisa menghentikan keinginannya untuk menjadikan Rani menantunya. Bisakah dia menjadi egois?

Sampai suara pintu dibuk membuyarkan lamunannya. Sari menyeka sudut matanya yang basah, lalu dia berdiri saat mengetahui jika suaminya yang masuk. Hanya dengan melihat ekspresi yang Burhan tampilkan Sari paham jika saat ini sang suami tengah marah besar padanya. Tentu saja Burhan sudah tahu apa yang sudah ia lakukan dan lebih buruknya Burhan mengetahui bukan dari mulutnya sendiri, melainkan orang lain.

“Apa-apa ini, Bu? Maksud Ibu menikahkan Andra dengan Rani, itu apa?” tanya langsung tanpa berniat berbasa-basi terlebih dahulu.

Sari menghela nafasnya, mencoba mengembalikan kembali pikiranya yang beberapa saat merasa iba pada menantunya, Sakil.

“Seperti yang Bapak tahu, Ibu akan menikahkan Andra dengan Rani.” Ujar Sari tanpa merasa bersalah sedikitpun.

“Asstaghfirulloh. Sadar, Bu. Andra sudah memiliki isteri, apa Ibu tidak memikirkan perasaan Sakila, bagaimana dengan hatinya saat ini, Bu. Bahkan Ibu masa bodo dengan Andra. Bapak yakin Andra tidak pernah menyetujui permintaan Ibu ini.”

“Bapak tenang saja, Sakil sudah memberi izin dan soal Andra biar menjadi urusan Sakil. Ibu yakin dia bisa membujuk Andra.”

Burhan tercengang dengan penuturan yang baru saja dilontarkan oleh sang isteri. Sungguh ddiatak pernah menyangka jika Sari bisa berbuat sejauh ini. Bersikap egois tanpa memedulikan perasaan anak-anaknya.

“Sadar, Bu. Andra ra pernah tresno karo Rani. Ibu ra iso maksake kehendak. Kabeh ki wis enek jodohne Bu. Andra wis bahagia karo Sakil, Bu. Opo kurang Sakil Bu, menantu kita sudah baik, soliha, dia begitu sayang sama Andra pada kita. Kenapa Ibu sampai tega menyakiti perasaannya.” Tegas Burhan namun hanya tatapan tak acuh yang diperlihatkan Sari, seolab pintu hatinya sudah benar-benar tertutup rapat. Egonya mengalahkan nalurinya. (Andra tidak pernah mencintai Rani. Ibu tidak bisa memaksakan kehendak. Semua itu sudah ada jodohnya, Bu. Andra sudah bahagia bersama Sakil Bu.)

P E R F E C TWhere stories live. Discover now