Berubah

150 4 14
                                    

💘💘💘

Menyambut pagi bersama seseorang yang dicintai itu terasa berbeda. Bukan bermaksud untuk berlebihan tetapi memang seperti itu rasanya. Hangat. Ketika membuka kedua mata dan menemukan seseorang yang berharga berada di samping kita itu benar-benar seperti sebuah anugerah. Perasaan hangat disertai bahagia. Tentu saja dengan pasangan halal kita. Jika buka mata dan mendapatkan pria yang bukan makhram kita bukan anugerah tetapi mala petaka. Naudzubillah.

Ada perasaan di mana terkadang aku menginginkan terus seperti ini. Setiap hari ditemani Mas Andra. Tetapi aku harus puas dengan keadaan sekarang. Aku tidak mau menjadi egois yang selalu menuntut ada suami. Mas Andra sudah pusing dengan pekerjaannya, aku tidak mau menjadi bebannya dengan menuntut agar tetap bersamaku. Lagi pula jika harus mengalah tentu saja aku yang harus mengalah. Sudah kewajiban seorang istri untuk ikut suami, bukan? Dan aku harus beruntung karena Mas Andra masih membiarkanku untuk menyelesaikan pendidkanku.

Setelah subuh aku langsung pergi ke dapur dan memasak untuk sarapan kami. Memasak nasi serta menggoreng ikan nila yang aku beli kemarin. Tak lupa membuat sambal kecap untuk melengkapi sarapan kami. Setelah masakanku semua selesai, aku membuatkan teh manis untuk Mas Andra dan juga teh hangat untukku. Aku tidak terlalu suka teh manis. Setiap aku meminumnya rasanya ingin memuntahkannya.

"Masak apa kamu?" sebuah suara terdengar pas ketika aku menghidangkan dua gelas mug di atas meja. Mas Andra datang dengan pakaian santainya. Terlihat jika dia barus selesai mandi. Wajahnya terlihat begitu segar ditambah rambut lebat hitam yang masih basah.

"Goreng ikan nila yang kemaren Mas. Ayo duduk terus kita sarapan." Pintaku seraya menarik kursi yang biasa Mas Andra tempati. Kursi paling ujung.

Mas Andra tersenyum lalu mengelus puncak kepalaku sebelum ia duduk. Dan aku segera mengambilkan piring dan menghidangkan sarapan untuk Mas Andra sesuai porsi makannya.

"Terimakasih, istriku." Ujar Mas Andra ketika aku menghidangkan piringnya yang sudah berisikan nasi putih beserta lauknya. Aku hanya tersenyum lalu duduk dan mengambil untuk diriku sendiri.

Kami mulai menyantap sarapan dalam diam. Sesekali aku menawarkan Mas Andra jikalau dia ingin menambah lagi. Menikmati sarapan seperti ini tentu saja sesuatu yang jarang terjadi. Aku begitu menikmatinya, menjadikan seperti istri seutuhnya yang menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh suamiku.

"Masakanmu selalu enak ya. Mas gak nyangka kalau kamu bisa masak juga." Ujar Mas Andra setelah menegak teh manis dan menjauhkan piring yang hanya tersisa duri ikan. Lalu menopangkan dagunya pada kedua kepalan tangannya dengan meja yang ia jandikan sebagai tumpangan kedua siku miliknya. Kedua netranya menatapku.

Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum. "Mama sudah menyuruh Sakil buat belajar masak pas 3 SMP. Mama suka maksa Sakil buat ikut masak sampai Sakil bisa. Tapi tetep aja Sakil Cuma bisa masak yang mudah-mudah dan rasanya pun masih kalah jauh sama Mama."

"Enggak. Masakan kamu enak kok. Mas suka. Buktinya Mas selalu lahab makan masakan kamu." Bantah Mas Andra yang membuatku tersenyum. Merasa dihargai. Ketika kamu lelah untuk menghidangkan sesuatu dan dapat diterima dengan baik sama orang yang ingin kamu masakan tentu saja itu adalah kebahagian disertai kepuasan tersendiri.

"Alhamdulillah kalau masakan Sakil bisa diterima sama lidah Mas. Tapi, kalau masakan Sakil gak enak, kurang garam atau keasinan misalnya. Mas bilang aja, jadi Sakil bisa memperbaikinya." Pintaku yang membuat Mas Andra tersenyum lebar seraya menganggukkan kepalanya.

P E R F E C TUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum