Meragu

92 6 3
                                    

Happy Reading
Setelah membaca biasakan tekan tanda bintang dan beri sedikit saran :)

💞

Seperti minggu pagi pada biasanya. Kini keluargaku berkumpul yang kali ini berada di meja makan. Mama tidak membuat sarapan hanya menghangatkan sisa makanan semalam yang memang masih banyak meskipun sebagian sudah diberikan untuk keluarga adik Ayah serta beberapa tetangga yang dekat dengan rumah kami. Alhamdulillah, semalam tidak kekurangan apa pun.



Aku makan antara mau dan tidak. Aku masih memikirkan tentang hari ini. Nanti siang aku makan siang bersama keluarga Pak Andra. Beberapa pikiran berkecamuk dalam benakku sejak Pak Andra mengatakan niatnya. Semalam memang kami sudah bertemu tetapi kami belum berbicara yang seharusnya-ya mengobrol. Semalam aku hanya menyapa pada orang tua Pak Andra. Sekedar cium tangan tidak lebih. Dan siang ini kami akan bertemu yang membuatku yakin jika pertemuan kali ini untuk memwawancaraiku. Aku yakin!



"Hari ini kamu pergi sama keluarga Nak Andra, Kak?" Tanya Mama yang menyadarkan dari lamunanku. Ya sejak tadi aku hanya diam. Nasi serta sayur sopku pun hanya aduk acak.



"Oh. Iya Ma. Pak Andra ngajak Sakil buat makan siang sama Ibu Bapaknya." Jawabku menatap Mama



"Pantes makannya kek gitu. Ternyata mau disidang camer tho." Goda Rei seraya memasukkan sesendok kuah sop pada mulutnya.



"Apaan sih." Aku berdecak kesal.



"Nanti kamu harus sopan lho Kak. Kalau ditanya jawabnya pikir dulu baik-baik baru jawab." Pesan Mama



"Mama jangan bikin tambah gugup Sakil dong. Dari semalem Sakil takut ketemu keluarga Pak Andra." Akuku yang memang seperti itu ditambah mendapat pesan dari Mama menambah rasa gugupku.



Mama terkekeh, "gak usah takut. Pertama mungkin ya ... agak serem tapi pelan-pelan juga enggak. Lagian Mama lihat mereka orang baik-baik apa lagi berpendidikan juga jadi pasti tahu menyikapi seseorang."



"Gak nyangka kamu udah mau nikah Kak." Ujar Ayah tiba-tiba.



"Yah, kenapa Akad sama resepsinya harus dipisah sih? Kenapa gak semuanya di pertengahan tahun aja. Bulan depan kayanya kecepetan, kaya mendadak gitu kayak kita nikah karena kecelakaan." Dumelku. Aku tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kesalku. Anggaplah aku memang belum dewasa. Hei aku baru 20 tahun yang lagi pengen-pengennya main, diperhatiin. Ya aku tak munafik jika aku masih ingin seperti teman-temanku yang bisa gonta-ganti pacar tapi gak gonta-ganti juga. Tapi ya gitu deh .. belum ada ikatan sekuat pernikahan. Bicara terdengar seperti menyesal, ya?



Ayah menatapku serius. "Apa kamu menyesal, Kak?"



Pertanyaan itu sedikit membuatku tertohok. Menyesal? Apa aku menyesal menerima lamaran Pak Andra?



Tidak! Aku tidak menyesal. Aku akan menjadi wanita paling bodoh jika aku menolak Pak Andra. Siapa sih cewek yang gak mau dinikahi pria seperti Pak Andra. Fisik dapet, Pendidikkan dia udah magister. Materi dapet dan yang paling penting AGAMA. Sekarang kebanyakan pria sukses tapi minim agama. Mereka terlalu larut menggapai tabungan dunia. Tapi Pak Andra, dia seimbang. Tabung dunia dan akhirat seimbang. Apa yang kurang coba?



"Enggak Yah. Sakil gak nyesel tapi ya .. ini seperti terburu-buru. Satu bulan itu bukan waktu yang lama. Bulan depan status Sakil sudah berubah. Istri. Sakil kayak belum pantes saja. Kalau bulan Juli kan Sakil masih bisa belajar. Belajar masak, belajar biar bisa jadi istri yang gak Cuma angkat tangan kalau awal bulan. Sakil pengen jadi istri yang juga dibutuhin suami Sakil, Yah. Dan kalau bulan depan Sakil sudah nikah Sakil belum siap. Terlebih nanti ngurus Akad, pasti juga ribet kalau kayak gini kapan Sakil belajar?"

P E R F E C TNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ