I'm Yours

124 4 2
                                    

Vote dulu baru minta lanjut

Sakila

Pagi ini terasa berbeda dengan pagi yang sudah kujalani selama tiga bulan ini. Jika sebelumnya aku bangun dengan perasaan kosong kali ini kehangatan serta perasaan nyaman begitu memenuhi tubuhku. Tersenyum ketika melihat sebuah lengan yang mendekap pinggangku. Berdebar ketika dada bidang tepat berada di hadapanku. Rasanya aku ingin seperti ini sedikit lebih lama lagi. Perasaannya yang teramat kurindukan untuk pria yang kucintai.

Semalam begitu banyak hal yang kita bicarakan di mulai dari masalah kita sampai hal-hal lain. Selama ini aku menumbuhkan perasaan kecurigaanku padanya tanpa tahu jika di sana dia kesulitan. Selama ini aku hanya memikirkan perasaan hatiku yang terasa merintih kehancuran, mencurigai suamiku sendiri. Sungguh itu bukanlah perbuatan yang baik.

Setelah mendengar penjelasan Mas Andra tadi malam, ada perasaan lega karena kecurigaanku selama ini adalah hanya ketakutanku yang berlebihan dan juga perasaan bersalah karena telah meragukannya juga mengabaikannya. Bahkan dia pulang saja aku tak tahu, ponsel sudah kumatikan tuga hari yang lalu dan tak pernah aku bawa pergi. Semalam pun Mas Andra menunjukkan puluhan pesan yang sudah ia kirimkan untukku membuatku yang menggumamkan kata maaf—lagi dan lagi. Alih-alih marah atau kesal Mas Andra merengkuhku membawaku jatuh dalam tubuhnya yang keras. Seolah dia benar-benar merindukanku.

Aku memundurkan sedikit tubuhku memberikan jarak antara kami. Mendengak untuk menatap wajahnya yang masih pulas tertidur. Kuulurkan tanganku untuk membelai lembut wajah yang terlihst lebih tirus. Entah apa yang kurasakan melihat wajah tirus suamiku, guratan hitam yang samar di bawah matanya. Aku sedikit senang ketika dia mengatakan jika dia menghindari Rani selama wanita itu berada di rumah. Tetapi aku juga sedih mengetahui jika dia harus merelakan pola makan bahkan tidurnya hanya untuk menghindar merasakan takut aku akan terluka.

Allah, aku benar-benar mencintainya. Terima kasih karena sudah menjodohkan dia untukku dan tetaplah jaga hubungan kami, lindungi pernikahan kami. Berikan kami keturunan-keturunan yang Soleh dan Soliha. Aamiin.

Dalam diam aku panjatkan doa seraya terus mengamati wajah damai suamiku.

“Mas tampan, ya?”

“Hah?”

Aku terkejut mendengar suara serak khas bangun tidur itu mengalun indah di indra pendengarku.

“Mas .. Mas sudah bangun?” tanyaku

“Hmm.” Dia berdehem lalu menarik kembali tubuhku dalam dekapannya. Dan aku kembalu bertatapan dengan dadanya yang sudah terbalut dengan kaos putih polos. “Tepat satu jam yang lalu.” Jawab Mas Andra seraya mendaratkan kecupan di kepalaku.

“Mas tidak membangunkanku?”

“Kamu terlihat lelah, Mas tidak tega. Terlebih semalam sudah menguras banyak waktu tidurmu.” Ujarnya yang membuat wajahku tiba-tiba memanas.

“Terima kasih … sudah mau mengertiku, aku mencintaimu. Sangat.” Ujar Mas Andra dan berikutnya aku merasakan sebuah kecupan mendarat di keningku lama.

“Terima kasih Mas sudah mau menjaga hati Mas untuk Sakil. Maaf kalau Sakil sempat berpikiran sempit.” Ujarku seraya mendengar untuk menatap wajahnya yang kini juga menatapku.

“Semalam sudah kita bahas, kan. Kamu tidak pernah salah, Mas mengerti.”

Aku tersenyum yang juga dibalasnya dengan senyuman manisnya. Sungguh ini pagi yang indah. Di mana aku bangun dan pertama kali yang aku lihat adalah suamiku menatapku dengan penuh cinta seolah aku adalah wanita satu-satunya di dunia.

P E R F E C TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang