Pulang

140 6 6
                                    

Di vote juga ya :)

💘💘💘

Andra

Setelah selesai sahur aku langsung menyiapkan keperluan untukku bawa ke Jakarta. Tidak banyak, hanya satu ransel berisikan laptop dan beberapa keperluanku yang lain. Aku tidak perlu mebawa pakaian karena aku cukup banyak meninggalkan pakaianku di rumah mertuaku. Di rumah pun aku memiliki lebih dari cukup pakaianku. Yang aku perlukan hanyalah laptop agar aku bisa bekerja di sana.

Dan tepat ketika jarum jam menunjukkan pada angka 6 aku ke luar dari kamar menghampiri orang tuaku untuk segera berpamitan. Aku memang mengambil jadwal penerbangan pagi. Setelah mendengar jika Sakil sakit aku tidak bisa lagi menunggu lebih lama. Aku hanya ingin segera menemui istriku dan memohon maaf padanya atas kemarahanku yang kekanak-kanakan.

Aku melihat Ibu dan Bapak sedang duduk di ruang tamu. Bapak yang membaca koran pagi sementara Ibu hanya duduk santai di sana.

“Pak … Bu,” panggilku menarik perhatian mereka.

“Wis arep mangkat, Le?” tanya Bapak masih dengan nada halusnya. (Sudah mau berangkat, Nak?)

“Iya Pak. Andra memang mengambil jadwal pagi.” Jawabku

Lho. La kok pagi tho, Le? Kenopo ndak siang wae? Si Rani juga mau berangkat lagi surabaya kamu antarkan dulu ya dia.” Pinta Ibu yang membuatku mengangkat alisku kupikir ke dua alisku hampir menyatu. (Lho, Kok pagi sih, Nak? Kenapa tidak siang saja?)

“Tidak bisa, Bu. Andra sudah memesan tiket pagi lagi pula Andra tidak menjanjikan apa pun pada Ibu atau pun Rani akan mengantarkannya hari ini.” Jelasku mencoba tak tersulut emosi. Ini bukan pertama kalinya Ibu bersikap seperti ini. Pasalnya Ibu selalu menjanjikan pada Rani atas namaku. Dengan duduk di seberang Ibu aku mencoba membuatnya mengerti.

“Tapi Ibu sudah terlanjur janji ke Rani kalau kamu mau mengantarnya ke terminal. Jam 9 kok berangkatnya. Kamu tunda ya, ambil pemberangkatan siang atau sore. Mau ya?” pinta Ibu yang meluncurkan nada memohonnnya. Jika Sakil tidak sedang sakit mungkin aku akan luluh tetapi kali ini istriku di sana lebih membutuhkanku.

“Maaf Bu Andra tidak bisa. Andra harus berangkat sekarang. Lain kali Ibu jangan menjanjikan apa pun ke orang lain atas nama Andra.” Ujarku masih berusaha untuk bersikap sopan. Bagaimanapun surgaku berada di telapak kakinya.

Namun sepertinya Ibu tidak mengerti terlihat dari decakan lirihnya serta wajah masam miliknya. “Apa istrimu itu tidak bisa mengerti kalau kamu itu sibuk?”

“Sakil selalu mengerti keadaan Andra. Saat ini Sakil sedang sakit, Bu. Andra harus segera pulang.” Jelasku

“Sakil sakit, Le?” tanya Bapak terkejut.

Aku menolehkan wajahku menatap Bapak, “Iya Pak. Semalam Rei mengatakan pada Andra.” Jawab Andra

“Ya kenapa kalau dia sakit? Di sana ada orang tuanya. Mereka bisa menjaganya tanpa perlu kamu datang jauh-jauh hanya untuk menemui istrimu itu.” Ujar Ibu yang kini tak lagi membunyikan nada ketidaksukanya pada Sakil.

Jujur, aku sedikit tersentak dengan ucapan Ibu bahkan aku sedikit terluka tak terima jika istriku mendapat perkataan seperti ini. “Bu, Andra ini suaminya sudah seharusnya Andra menjaganya. Selama ini Andra baru bisa menghidupinya secara finansial Andra belum bisa menjaganya. Lagi pula Andra tidak akan tenang kalau tidak melihatnya langsung. Sakil prioritas Andra sekarang.” Jelasku masih berusah untuk bersikap sopan meskipun rasanya emosi membakar tubuhku.

P E R F E C TWhere stories live. Discover now