Mereka terdiam dan sedikit tercengang. Yah, mungkin saja mereka sedikit kaget dengan pribadiku yang berubah.

***

Gutten Morgen, Alle!!!!” teriak Dito.

Aku yang sedang tidak mood pun hanya membalas sapaannya dengan senyuman singkat.

“Alle?” panggil William.

Aku tidak menoleh, aku hanya meliriknya. Benar-benar mood ku sudah rusak seperti ini di pagi hari.

Any problem?” tanya William sembari tersenyum lembut.

Aku hanya menggeleng untuk menanggapi pertanyaan William.

“Jangan sungkan buat cerita sama gue, All. Kita teman. Kita saling membutuhkan.” Ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

Pelajaran telah berlangsung...

Mapel pada jam ini adalah PDTO, Pendidikan Dasar Teknik Otomotif.

“Allesya?” Panggil Pak Sarif selaku guru PDTO.

“Iya, Pak,” jawabku.

“Kamu sedari tadi melamun!” Ucapnya.

“Ah maaf, Pak.”

“Apa kamu sakit?”

“Tidak, Pak.”

“Terus kenapa dari tadi melamun? Kamu berangkat sekolah juga akan sia-sia jika saat pelajaran kamu hanya melamun! Itu perbuatan yang sangat tidak baik, Allesya! Manfaatkan dengan baik atas sekolahnya kamu disini! Dan tidur disaat pelajaran berlangsung juga tidak baik. Terus apa untungnya kamu datang sekolah kalau hanya untuk bermalas-malasan?” Ucap Pak Sarif panjang lebar dan sangat tidak bermanfaat.

“Maaf, pak,” potongku. “Saya dari tadi melamun karena mood saya sedang tidak bagus, ditam--”

“Jangan menghubung-hubungkan mood kamu dengan pelajaran, Allesya! Sangat tidak masuk akal,” ucap Pak Sarif memotong ucapanku dengan sinis.

“Ditambah lagi karena bapak dari tadi ngomong yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Apa bapak tidak melihat semua manusia yang ada dikelas ini? Mereka sangat bosan. Seharusnya bapak menerangkan pelajaran bukan ceramah. Ini sekolah, Pak. Tempatnya manusia untuk menimba ilmu! Bukan untuk menerima siraman qolbu yang tidak bermutu!” Ucapku sarkatis. Habis bagaimana lagi?

“Kamu murid baru tetapi sudah tidak sopan dengan guru!!” Ucapnya semakin meninggi.

“Saya berbicara apa adanya. Semua teman saya yang diajar oleh bapak juga selalu bilang begitu. Bilang kalau bapak itu tidak pernah menjelaskan materi pelajaran dan lebih memilih untuk menceritakan cerita pribadi bapak. Perlu saya tegaskan lagi, jika bapak berada di sekolah ini, tugas bapak hanya mendidik dan memberi penjelasan mengenai pelajaran, bukan untuk curhat colongan!” Ucapku lebih tajam. Muka Pak Sarif sudah merah padam karena menahan amarah. Aku melihat teman-temanku juga terlihat terkejut karena ucapan pedasku.

“Dasar tidak tahu sopan santun! Kamu akan saya laporkan ke kepala sekolah!” Ucapnya sinis.

“Oh, ya? Silahkan dan lihat siapa yang akan menang! Karena semua omongan saya tidak sekedar bau nafas semata!” Tantangku.

Pak Sarif terbungkam dan segera meninggalkan kelas dengan penuh amarah. Aku yang melihat dan sekaligus melakukan semua itu terhadap Pak Sarif hanya menarik nafas panjang dan duduk kembali.

Semua orang yang berada di kelas melihatku dengan tatapan, ah entahlah, aku juga tidak bisa mengartikannya. Aku segera menelungkupkan kepalaku di tanganku.

Bima, Candra, Dito juga mendekat ke arahku tetapi aku tidak memedulikan mereka.

“Alle, lo kenapa?”

“Lo ada masalah?”

“Lo bisa cerita ke kita, Alle,”

“Iya, seenggaknya lo bisa sedikit lega,”

“Lo kalau lagi ada problem itu gausah dibawa-bawa ke sekolah. Apalagi lo ngelampiasin ke guru. Setidaknya se benci-bencinya gue sama guru, gue gabakal kayak lo tadi. Gak sopan!”

Aku dengan refleks mengangkat kepalaku ketika mendengar ucapan itu. Ya, aku tau jika itu suara Agil. Dia menyandarkan bokongnya di meja dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. Dan jangan lupakan wajah dinginnya.

“Lo ya lo, gue ya gue!” ucapku.

“Dasar cewek munafik!” cercanya.

Cih, munafik bilang munafik? Berati sama aja jeruk makan jeruk.”

“Seenggaknya gue bisa ngehargai orang tua, gak kayak lo!”

Brakk!!!

“Harusnya itu lo yang pantas di bilang munafik!”

Tidak. Itu bukan aku yang menggebrak meja. Itu juga bukan suaraku. Aku tau dia. Dia bahkan dengan lancang menarik kerah baju Agil.

Aku sangat lelah. Biarkan saja lah mereka beradu hantam. Aku sedang tidak memiliki mood untuk melerainya. Segera saja aku kembali ke posisi semulaku.

***

Vomment nya dong, guys, biar aku makin semangat nulisnya😅. 

Ini chapter yang paling ga penting😅

ALLESYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang