Part 16

2.1K 160 2
                                    


Apakah akan seseru ini ceritaku? Sungguh aku sempat nggak percaya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah kejadian itu Ellina selalu pulang lebih awal. Sesekali Paulo penjaga rumah Juna ke rumah Ellina untuk memasikan keadaan disana. Bagaimanapun juga rumah Ellina menjadi tidak aman dan sering sekali mengalami teror. Juna sudah menyuruhnya pindah tapi Ellina tetap bersih keras tinggal disana. Beberapa sudut rumah Ellina sudah diberi cctv agar tau siapa yang selama ini mengirim barang-barang teror di rumahnya. Hari sudah menjelang malam seorang laki-laki tua menghentakkan tongkatnya dilantai. " Teror trus rumah itu sampai wanita itu keluar dari rumahnya" suruh laki-laki tua itu kepada anak buahnya.

" Ternyata kau memang menangtangku gadis tengik, lihat saja akan aku hancurkan rumahmu" laki-laki tua itu menyalakan korek api di tanganya.

Ellina tertidur di ruang tamu rumahnya sambil menyalakan tv. Neneknya tidur didalam kamar. Sementara ini Ellina ingin menjaga rumahnya, sebenarnya dia tidak ada keberanian tapi tidak akan ada orang yang menjaganya di rumah jadi dia harus lebih hati-hati sendiri apalagi dia hanya berdua bersama neneknya. Pukul dua malam bel rumahnya berbunyi Ellina terkejut siapa malam-malam begini pergi ke rumahnya. Apakah peneror itu? Pikir Ellina. Ellina berjalan ke arah pintu tapi dia mengurungkan niatnya dan kembali lagi di ruang tamu. Ada perasaan takut. Ellina mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Juna.

" Dokter .. sepertinya peneror itu datang lagi" send. Ellina kembali meringkuk takut. Juna tak kunjung membalas pesannya. Ada asap masuk dari arah pintu belakang dan juga pintu depan rumah Ellina. Tau-tau ada api yang mengobar dan Ellina panik dengan segera ia membangunkan neneknya. Bagaimanapun dia harus keluar. " Imo, ayo kita keluar dari rumah " Ellina mencoba tidak takut, dia harus keluar. Neneknya terbatuk menahan asap yang terus saja masuk dalam pernapasanya. Ellina memegang erat tangan neneknya. Orang-orang berdatangan membantu memadamkan rumah Ellina tapi tak kunjung ada yang masuk ke dalam menyelamatkan Ellina. " Imo, aku akan mencari jalan keluar. Imo jangan takut " ujar Ellina. Seseorang dari arah belakang menendang pintu dengan sangat keras sampai pintu itu hancur. Ellina terkesiap ada orang yang datang.

" Nenek baik-baik saja " ujar laki-laki itu dengan nada paniknya. Segera nenek itu di bawa keluar dari rumah itu. Ellina melepaskan peganganya. Sementara neneknya keluar, Ellina mengambil laptopnya di kamar. Belum sempat berjalan lebih jauh ke kamarnya tangan Ellina ditarik oleh seseorang dengan kuat. " Mau kemana kita harus keluar dari rumah ini " cercah laki-laki itu. " Tap...tapi aku harus mengambil laptopku " tanpa ada respon dari laki-laki itu. Ellina membelalakkan matanya saat laki-laki itu membopongnya seperti karung. " Dokter... turunkan aku " Api kian membesar. Juna harus segera keluar bersama Ellina. Pintu yang tadi ditendangnya sudah terbakar dan dia tidak bisa melewatinya. Juna mencari cela dimanapun setiap sudut rumah Ellina.

" Dokter? " Juna terpaksa harus melewati balkon. " Ellina kita akan ke lantai dua jadi kau diamlah " ujar Juna. Ellina sudah tidak tahan kepalanya pusing dan dia tidak kuat lagi menahan asap yang sendari tadi di hirupnya. Juna membawa Ellina ke arah balkon tidak ada cara lain juga dia harus lompat. Juna menurunkan Ellina dari boponganya " Miss Wenner bangunlah " Juna menggoyang-nggoyangkan Ellina. " I...i..iya" mata Ellina terbuka sedikit. " Kita harus lompat jadi bisakah kau memegang leherku dengan kuat. Baiklah aku anggap itu sebagai jawaban " Tanpa aba-aba Juna melompat bersama dengan Ellina. Juna merasa badanya remuk semua. Ellina tidak bergerak sepertinya dia pingsan. Semoa orang nampak terkejut dan segera membantu Juna. Mereka berdua di bawa ke rumah sakit namun tidak dengan Juna. Laki-laki itu masih menangani rumah Ellina.

"Ricard, selidiki mengenai kebakaran ini. Aku serahkan padamu" Juna mengacak rambutnya dengan kesal. Sial!! Rupanya kali ini dia harus benar-benar turun tangan. Pemadam kebakaran sudah memadamkan api rumah Ellina. Polisi mulai mengidentifikasi tempat kejadian. Sebenarnya dia butuh istirahat tapi kejadian ini semakin membuatnya yakin jika penjahat itu akan mencari cara agar Ellina mati ditanganya. Hari semakin larut, Juna kembali ke rumahnya besok pagi dia akan mengambil cuti di rumah sakit. Ada hal yang harus diselesaikanya.

***
Tak ada puisi yang sanggup ku torehkan padamu
Hanya sebuah kebaikan yang bisa ku berikan
Caraku dalam mengungkapkan perasaan
Jika sesungguhnya aku mencintaimu.

Juna bangun lebih awal jam tidurnya sesungguhnya terganggu. Juna mengambil kunci mobilnya dan berangkat ke rumah sakit. Sesampainya di sana dia mengajukan surat untuk cuti beberapa hari. Setelah urusanya selesai barulah dia menjenguk Ellina dan juga neneknya. Ternyata Ellina sudah bangun dan tengah berbicara dengan Kyla. Juna melihatnya dari balik kaca yang ada dipintu. " Oh kak ada dokter Juna" ujar Kyla. Ellina melihat Juna yang sedang menutup pintu. " Hay!!" Sapa Ellina pada Juna. " Bagaimana keadaanmu? " Ellina bisa melihat raut kekhawatiran di wajah Juna. " Baik jauh lebih mendingan. Maaf merepotkanmu dokter " Kyla merasa atmosfer disekitarnya berubah. " Sepertinya aku harus melihat keadaan Imo dulu, permisi" Kyla keluar dari kamar Ellina.

Tentu saja dia tidak ingin menganggu kedua insan itu. Juna duduk di sebelah Ellina. " Lebih baik kamu disini saja, jangan keluar rumah sakit jika dokter belum mengizinkan. Polisi akan menyelidiki penyebab rumahmu terbakar " Ellina menundukkan kepalanya dia sudah terlalu sering merepotkan Juna. " Ap--apakah dokter baik-baik saja " ucap Ellina. Juna tersenyum lembut, bagaimana bisa dia menanyakan hal yang membuatnya tertawa. " Kau sangan aneh, jika aku terluka aku tidak akan melihatmu disini " Ellina memperhatikan Juna dengan ekor matanya. " Sebaiknya kamu istirahat, aku akan pulang " Juna bangkit dari duduknya, mata Ellina terbelalak melihat tangan Juna yang memar dan sepertinya sangat sakit. Mungkinkah akibat kejadian kemarin saat mereka berdua terjun dari lantai dua. Ellina menarik tangan Juna. " Tangan dokter terluka " Juna menyadari itu dan segera mearik tanganya.

" Hanya luka ringan jangan khawatirkan aku" jawan Juna. Ellina kembali menarik tangan dokter Juna. " tidak kau harus diobati " Juna melihat ke arah Ellina. Ternyata wanita didepanya ini benar-benar khawatir padanya. Juna perlahan melepaskan tangan Ellina. " Akan aku obati, jangan merasah bersalah " Ellina menganggukkan kepalanya. Juna pamit pulang, hatinya lega Ellina baik-baik saja. Dia hanya ingin memastikan saja tidak lebih. Ellina juga tidak mengharapkan apapun, dia bersyukur karena sudah dipertemukan dengan orang yang baik dan perhatian padanya. Itu sudah sangat cukup baginya.

Kyla kembali dia membawa beberapa makanan dan satu buket bunga tulip berwarna pink. Ellina menautkan kedua alisnya heran. " Dari siapa Kyla?" Tanyanya. Gadis itu tersenyum senang. " Wah wah... kakak ini tentu saja dari dokter Juna " Kyla menyenggol lengan Ellina. " Bohong, dia tidak bilang apapun padaku " Kyla masih saja tersenyum. " Iya kak tadi ada seseorang yang mengantarnya kesini dan katanya suruhan dari dokter Juna" Ellina mengambil buket bunga tulip tersebut dan mencium bau bunga itu. Sangat harum dia suka bunga. Juna tersenyum dari balik pintu kemudian melenggang pergi.

Malam harinya Kyla tidur di kamar inap nenek Ellina. Sedangkan Ellina hanya sendirian didalam kamar inap. Ellina sudah terlelap sejak tadi bahkan setelah makan dan minum obat. Kejadian kebakaran itu membuatnya kehilangan rumah dan bunga-bunga yang ditanamnya. Sore tadi para staf dan karyawan sudah menjenguknya. Ellina merasa hanya merepotkan saja, apalagi setelah semuanya tau rumahnya terbakar semua orang menawarinya untuk tinggal di rumah mereka. Tentu saja Ellina menolak, sudah tidak ada hal yang perlu di fikirkanya sekarang. Pintu kamar inap bergeser perlahan tanpa menyembunyikan suara. Seseorang meraba saku celana dan mengambil jarum suntik yang berisi cairan berwarna kuning. Kemudian dia menyuntikkan cairan itu. Mata Ellina terbuka " Si--- siapa kau " Laki-laki itu langsung membekap mulut Ellina dan seketika semuanya menjadi gelap.

***

Tak ada yang tau
Tapi apa kau tau, aku sebenarnya khawatir
Jika tidak melihatmu
Maka mengertilah..

HYLOPHOBIA (TAMAT) #wattys2019Where stories live. Discover now