FOURTY EIGHT - Panggilan.

102K 6.6K 482
                                    

Aku rindu suatu hal dimana saat kita duduk berdua di atas rumput, memandangi langit, dan saling bercerita bahwa kita berdua akan bisa melewati semua alur yang rumit.
Biasakan terulang kembali?

•••

"KAMU tau perbuatan yang sudah kamu lakukan? Kamu mencelakai nyawa orang lain."

Angga mendengus mendengar itu. Menurutnya itu sangat tidak benar, karena disini pun posisinya ia juga mengalami luka.

"Bu, bukan hanya saya yang melakukan perlawanan. Tapi dia pun melakukan hal yang serupa sama saya."

"Tapi kamu lebih menyakiti dia. Sekarang dia ada di rumah sakit dan apa kamu bisa tanggung jawab?" Angga terdiam, tak bisa membalas perkataan yang di lontarkan wanita paruh baya di depannya, guru bimbingan konseling.

"Jadi apa akar permasalahannya sampai kamu melakukan kekerasan ini? Kamu kan yang memulai duluan?"

"Bukan saya, Bu. Dia yang nyerang saya--"

"Tidak usah berbohong. Semua bukti mengarah jika kamu yang terlebih dahulu melakukan penyerangan. Sekarang, apa penyebabnya?" Tatapan nyalang dari Bu Siska membuat Angga terdiam sejenak, mencari alasan yang tepat, namun sedetik kemudian ujung bibirnya tertarik keatas.

"Belva. Dia mau saya melakukan perlawanan pada Nathan secara cowok itu selalu mendekati dia."

Bu Siska menautkan alisnya, tak asing mendengar nama yang terlontar itu. Seingatnya Belva sedang hangat menjadi perbincangan di sekolah.

"Kenapa cuman masalah ini kamu sampai segitunya? Masalah kayak gini bisa di selesaikan baik baik."

"Saya harus bagaimana lagi? Belva sangat memohon sama sama buat melakukan perlawanan kepada Nathan. Saya.. nggak tega aja ngeliatnya."

"Kamu tidak bisa menyalahkan orang lain dengan sepihak. Jelas jelas kamu yang tidak bisa mengatur emosi."

Angga berdiri, tak mau melanjutkan ini karena moodnya merasa sudah sangat jatuh. "Terserah ibu. Saya bahkan bisa memanggil ayah saya untuk menyelesaikan masalah ini dan melayangkan tuntutan ke Nathan maupun Belva atau bahkan sekolah ini."

Angga pun melangkahkan kakinya pergi dari ruangan tersebut dan menutup pintunya keras.

Cowok itu mengusap pelipisnya, menghela napas dan berharap ia akan menang lagi kali ini.

Tangan hangat menyentuh pergelangannya membuat ia menoleh dan menatap wajah lembut tapi begitu letih yang di layangkan Belva.

"Emm.. gimana? Nggak papa, kan?"

Angga terdiam sebentar lalu membuat tubuhnya berhadapan dengan Belva. Matanya menatap lembut ke arah cewek tersebut.

"Aku nggak papa. Sekarang, yang aku khawatirin itu kamu. Aku tau kamu pasti bakal kena masalah gara gara aku." Dengan tiba tiba Angga memeluk tubuh Belva dan mengusap rambutnya pelan.

Belva membalas pelukan tersebut dengan ragu, ia menautkan alisnya dan merasa aneh dengan apa yang di katakan oleh Angga padanya.

***

Setelah kejadian tersebut, semua terasa makin aneh. Semua orang makin memandang Belva sebagai malapetaka. Makin bertindak tidak suka terhadap cewek tersebut. Semua makin menyalahkan dia atas masuknya Nathan kerumah sakit.

"Aku rasa, makin hari orang orang makin nggak suka. Kenapa sih kamu ngelakuin hal itu kemarin?" Belva menoleh kearah Angga yang tengah mendongakkan wajahnya ke langit dan memejamkan matanya.

My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora