THIRTY FIVE - Rumit.

138K 8.3K 367
                                    

Mencintailah sewajarnya. Maka kamu tidak akan terlalu sakit jatuhnya.

•••

"PACAR lo itu bener bener! Gilanya udah tingkat akut!" Lina memakai safety belt lalu menghidupi mesin mobil. Belva menatap Lina prihatin, tak enak juga cewek itu sudah repot-repot datang kerumahnya hanya untuk menuruti perintah mutlak Nathan.

"Tapi dia kenapa nggak mau jemput gue?"

"Lo sebagai pacar harus sedikit perhatiin dia, lah. Kenapa sih lo mikirin diri lo sendiri?"

Belva menautkan alisnya. "Plis, ya, gue udah ngertiin dia banget."

Lina menghembuskan nafas kesal, rasanya ia ingin mencabik mulut Belva sekarang juga. "Udah? Dasar gila. Bahkan lo sama sekali nggak peduli dia dimana dan kenapa."

Belva hanya bisa diam, tak tahu harus menjawab bagaimana lagi. Ia tak mengerti, yang ia tahu selama ini ia sudah cukup memperhatikan Nathan. Jika memiliki pacar bisa serumit ini, maka ia memilih untuk tidak bertemu dengan Nathan.

"Lo kemana kemarin?" Pertanyaan yang tiba tiba ini membuat Belva tertegun sebentar. Mencari jawaban yang pas untuk membuat Lina percaya.

"Gue? Ada acara keluarga."

"Lo keliatan menghindar banget. Ada masalah?"

Belva sedikit salah tingkah, lalu mencoba untuk tetap tenang dengan meremas jari jarinya. "Sedikit. Tapi itu nggak penting banget."

Suara dering ponsel Lina yang tergeletak di dashboard mobil berdering membuat empat pasang mata mengarah kesana.

Terpampang jelas nama Nathan tertera disana. Lina yang menyadari itu langsung meraihnya dan mendekatkan kearah telinganya dengan malas.

"Lo udah jemput dia, kan?" Suara maskulin terdengar dari ujung sana membuat Lina berdecak.

"Udah! Kenapa lagi?!"

"Pastiin dia baik baik aja."

"Gue nggak bakal makan dia, kali! Nih, lo ngomong sama dia sendiri." Lina menyerahkan ponselnya pada Belva membuat cewek itu meraihnya dengan gerakan ragu.

"Buru. Keburu di tutup, loh. Katanya lo kangen."

Belva menunjukkan muka salah tingkahnya. "Jangan keras-keras." ujarnya dengan suara tertahan.

Belva dengan ragu mendekatkan ponsel biru itu ketelinganya. "Halo?"

Tak ada jawaban.

Belva menjauhkan ponselnya dan menatap layar yang dimana sambungan masih berjalan.

"Nathan? Are you okay?"

Setelah terjadi keheningan yang tak begitu lama, suara serak terdengar dari sebrang telepon. "I'm fine."

"Kamu dimana?"

"In your heart. I love u. Bye." Hanya tiga kalimat singkat itu yang menjadi akhir perbincangan. Tangan Belva yang memegang ponsel kini mengendur dan terhempas. Ia menghela nafas panjang lalu menatap ponsel yang sudah tidak lagi menampilkan sambungan.

"Dia kenapa, sih? Ngasih tau dimana aja susah banget."

"Emangnya kalau lo tau dia dimana, lo bakal punya hati buat nyamperin?" Tanya Lina dengan sarkas. Entah hanya perasaan Belva saja, Lina sepertinya sangat kesal padanya akhir akhir ini yang selalu bertindak bodoh di luar jalur.

"Ya.. setidaknya gue tau."

"See? Artinya Lo nggak peduli sama dia." Daripada mendengar celetukan Lina yang membuat telinganya sakit dan makin merasa bersalah, ia menyumpal dua alat indranya itu dengan sepasang headseat dengan alunan musik yang mengalir.

My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now