FOURTEEN - Siapa Dia?

207K 13.5K 191
                                    

READY?

.
.
.
.
HAPPY READING!

"HALO, Tante. Sore." ujar Belva pelan. Cewek itu masih diam, menunggu lawan bicaranya berbicara. Sedangkan Nathan, cowok itu menyatukan alisnya menahan amarah.

"Belva! Matiin, nggak!"

"Halo, ini siapa, ya? Nathannya mana?" Disana, Renata mengernyitkan dahinya bingung, karena yang membalas ponsel anaknya bukanlah Nathan, melainkan seorang perempuan.

"Oh, saya Belva, Tante. Nathannya lagi nyetir mobil, nih."

"Oh gitu, ya? Tolong suruh Nathan cepat pulang, ya. Hujan makin deras soalnya." Renata berusaha untuk bersuara seperti biasanya. Sebenarnya, dia bingung, bagaimana bisa ponsel yang biasanya menjadi privasi bagi Nathan bisa di tangan orang lain? Seorang perempuan? Apa mungkin perkataan Gibran benar soal Nathan yang sudah mempunyai seorang kekasih.

"Siap, Tante. Selama ada saya, anak Tante aman, kok." Sungguh, Nathan menekan garis keras pada dahinya, kesal. Ia jadi sepeti tuan putri yang harus di lindungi dari segala macam bahaya.

Renata mencoba tersenyum di sebrang sana, "Tante tutup ya." Renata pun segera mematikan sambungan teleponnya dengan sepihak.

"Lo punya sopan santun nggak, sih? Kalau nyokap gue curiga gimana?!" Nathan merampas ponselnya, Belva hanya terkekeh pelan membuat cowok itu menggelengkan kepala tak percaya.

Selanjutnya, Belva pun memutuskan untuk membungkam mulutnya. Rasanya cukup untuk hari ini ia menjahili Nathan. Masih ada hari esok untuk dirinya membuat cowok itu berdecak kesal. Melihat Nathan memutar bola matanya kesal entah mengapa menjadi hiburan tersendiri untuk Belva.

***

"Jadi, kamu punya pacar?" Nathan yang fokus membaca buku novel filsafatnya mengangkat wajahnya dan menatap Renata.

"Nggak." Balasnya singkat lalu kembali membaca bukunya.

"Ada, Mom. Dia itu munafik banget. Padahal, setiap hari dia bolos cuman buat--"

"Gibran, kamu bisa diem, nggak? Sekarang, kamu kekamar, belajar." Gibran pun hanya memutar bola matanya. Ia menyesal sudah ikut nimbrung menjawab pertanyaan Renata. Tapi jangan salahkan ia, salahkan lah mulutnya yang sama sekali tidak bisa di ajak berkompromi.

"Tadi, yang jawab telepon Mommy perempuan. Siapa?"

"Oh, dia? Temen." Jawab Nathan seadanya membuat Renata mendesah pelan karena kesal. Ia meruntuki anaknya yang memang kelewatan irit ngomong jika bersamanya.

"Temen? Kenapa dia ada di mobil kamu? Terus, dia bisa pegang ponsel kamu juga. Kamu nggak pernah cerita tentang dia--"

"MOM! DADDY BILANG DIA NGGAK BISA TIDUR, TERUS MINTA DI KELONIN!" suara nyaring Gibran terdengar dari atas sana membuat Renata memutar bola matanya malas. Tapi, Nathan justru menghela nafas lega, setidaknya dia bisa menghindar dari interogasi bertubi tubi dari ibunya itu.

"Mommy keatas sebentar. Mom harap kamu bisa memilah mana yang baik dan yang nggak." Renata tersenyum lembut kepada anak sulungnya itu lalu segera bangkit dan meninggalkan Nathan yang menatap kosong, tak mengerti kemana arah bicara ibunya itu.

***

"Kau masih hidup?" Suara serak milik seorang perempuan terdengar di telinga Belva. Kemudian cewek itu memeluk cowok di depannya dengan erat membuat Belva menatap sendu keduanya. Sebenarnya itu hanya sekadar film yang di batasi oleh layar terang di laptopnya, tapi, entah mengapa itu membuatnya menjerit dalam hati.

My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now