SEVENTEEN - Gombal?

210K 12.5K 378
                                    

READY?
.
.
.
LETS GO!

SUDAH sekitar seminggu Belva masih uring uringan, membuat Lina makin kesal di buatnya. Dan sudah seminggu itu pula Belva dan Nathan tak pernah berbicara satu sama lain. Ralat, sebenarnya Nathan sudah melakukan berbagai cara agar Belva memaafkannya. Tapi, cewek itu selalu menghindar dengan berbagai alasan.

Di lain tempat, Nathan duduk dengan tatapan kosong di matanya. Ia tak fokus dengan apa yang sedang di terangkan gurunya di depan kelas. Ia masih pusing memikirkan bagaimana lagi ia harus meminta maaf kepada Belva.

Tapi, tunggu. Mengapa dirinya harus repot mengejar Belva seminggu belakangan ini? Bukankah ia senang melihat Belva yang marah padanya? Jadi tidak ada lagi ocehan yang keluar dari bibir cewek itu untuknya. Sekarang, semua itu bohong. Nyatanya, didalam lubuk hatinya, ia rindu akan sosok cewek itu. Rindu akan segala celotehan konyol yang di lontarkan Belva.

Nathan bangkit, lalu meminta izin untuk pergi ke toilet. Setelah izin, ia pergi keruangan dimana guru guru memberikan pengumuman lewat sana. Yap, ruang speaker.

Cowok tersenyum simpul saat melihat pintu ruangan itu terbuka, serta tak ada siapapun didalamnya. Dengan cepat Nathan masuk dan berdiri menghadap speaker.

Nathan memetik gitar yang ada di pangkuan sekarang ini. Sebelum kesana, ia berniat mengambil dulu gitarnya di ruang musik.

Petikan gitar mengalun indah di penjuru sekolah. Murid murid pun menautkan alisnya karena memang tidak pernah mengalami ini sebelumnya.

Lalu beberapa detik kemudian, suara senandungan Nathan mulai terdengar. Cowok itu mengalunkan lirik lagu ''There For You" milik Martin Garrix dengan merdu, membuat semua orang bisa menebak bahwa ini adalah suara dari seorang Nathan.

"Woy! Itu suara kak Nathan!" Seorang perempuan di kelas Belva berseru senang.

Belva yang sedang menenggelamkan kepalanya di sela lipatan tangannya pun tak bergeming. Ia hanya terus mendengarkan alunan musik yang ia tahu bahwa itu adalah suara Nathan. Tapi jujur, hatinya merasa lebih hangat sekarang.

"Emm.. sorry udah ganggu waktu belajar kalian. Gue tau lo denger ini, Bel. Iya, Belva." Seisi kelas melotot mendengar itu. Dengan serempak, mereka menolehkan kepalanya ke arah Belva yang berada di pojok. Begitupun Belva, cewek itu ikut terkejut karena namanya terbawa bawa.

"I'm sorry. Gue nggak tau kalau hal itu bakalan terjadi. Gue emang payah untuk ngomong langsung ke lo. Tapi ini gue, cowok yang emang nggak pernah pede ngomong kata maaf didepan perempuan manapun. Kecuali, nyokap gue tentunya," Nathan tertawa kecil menanggapi ocehannya itu.

Belva pun bangkit, ia segera berlari meninggalkan kelas tanpa meminta izin kepada guru yang sedang mengajar. Cewek itu berlari di tengah koridor yang sepi. Derap sepatunya terdengar nyaring di penjuru koridor.

Sebenarnya, cewek itu sedang menahan rasa sakit di kepalanya. Tapi, jika ia tidak menghentikan Nathan, maka ia bisa menjadi trending topic di sekolahnya.

"Kak Nathan! Stop!" Suara itu tak hanya terdengar di ruang speaker melainkan juga di penjuru sekolah.

"Gue tau lo bakal dateng."

"Please, berhenti." Belva pun mengatur nafasnya, sakit di kepalanya malah makin menjadi jadi.

"Gue nggak akan berhenti sebelum lo maafin gue dan nggak diem lagi. Dan, lo harus terima ini." Nathan menyodorkan tas yang entah berisi apa kepada Belva. Cewek itu sempat terdiam, lalu tanpa berfikir panjang, Belva mengangguk cepat walaupun ia sedikit aneh dengan kata kata yang di keluarkan Nathan.

My Cold Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang