Bab XX

651 12 0
                                    

Di depan seperti biasa menanti hadirnya senja yang sebentar lagi kuyakin dia akan berkata hai padaku. Untuk sebentar kemudian mengucapkan sampai jumpa dan menyisakan sedikit semburat sebelum malam menelannya. Dan ymternyata tak setitik semburatpun kudapati, bahkan ucapan hai darinyapun tak ada. Dia terhalang oleh tebalnya awan hitam. Oh mendung, kenapa kau biarkan aku menahan kerinduanku padanya sebegitu dahsyatnya. Tega-teganya kau perlakukan aku seperti ini? Hati mulai bergejolak. Padahal harapannya senjakala memberikan kedamaian walau secuil. Nyatanya damaiku tertutup awan kelabu.

Aku terpaksa hengkang dari tempatku berada. Dan masuk ke rumah. Televisi coba kunyalakan. Barangkali di sana ada senjakala di dunia lainnya.

Kugonta-ganti saluran televisiku, ternyata lebih banyak film-film yang bercerita tentang orang miskin,kemudian kaya lalu akhirnya lupa, puncaknya mendapat malapetaka dan berakhir dengan kembali padaNya. Hampir semua saluran menayangkan film pendek semacam itu. Damaiku sama sekali hilang, langit mendung tak mendukung, sampai-sampai televisipun memuakkanku.

Aku lari ke kamar, mencoba mencari senjaku di smart phoneku. Kuyakini tak akan ada yang mampu menghalangi kini. Dikala era modern semacam ini kupastikan aku bisa berselancar di dunia maya untuk menyaksikan berbagai macam senja dari seluruh dunia.

Benar saja, youtube berhasil memberikannku sepercik kedamaian lewat tayangan yang aku lihat. Senjakala memang nyata aku lihat dengan mataku. Sayangnya ketika kulihat dari jendela ternyata hari sudah gelap. Kupikir malam telah menyapaku. Perlahan percikan itupun hilang. Ternyata yang kulihat hanyalah kefanaan belaka. Aku teringat kembali kepada kelabunya awan sore tadi, kini pikirku melayang-layang ke sana dan membenarkan bahwa tak menjadi masalah kelabu itu asalkan kelabu itu adalah sesuatu yang kulihat secara nyata. Harusnya aku tak dengan serta merta menghakimi awan hitam yang menutup senjaku. Harusnya kalaupun bukan awan hitam yang menyapa terlebih dahulu harusnya aku yang berfikir yang menyapanya terlebih dahulu. Barangkali dengan sapaanku padanya dia mau berbagi barang setitik senja padaku. Sayangnya semua telah berlalu, dan kini hanya gelapnya malam tanpa bintang apa lagi rembulan yang dapat kusaksikan. Akhirnya aku menyerah dengan memejamkan mata setelah segalanya kuceritakan padaNya. Ya suamiku masih ditempat kerjanya. Akupun tak mau mengganggunya, aku mencoba memejamkan mata untuk menuju ke alam bawah sadarku.

Tak ada mimpi yang datang padaku, sampai-sampai hari telah menuju tengah malam. Suamikupun pulang dan seperti biasanya aku lanjutkan tidurku sedang dia menanti pukul 3 dini hari. Pernah suatu kali suamiku tak memaksakan diri membuka matanya hingga pagi jam 3 dini hari, aku kesiangan dan berakhir dengan grabag-grubuk menuju ke tempat kerja.

Waktu berlalu begitu cepatnya dan jam 3 pagi sudah pas. Suamiku membangunkanku dengan kecupannya. Dan aku mencoba membuka mata walau begitu susah seperti ada lem perekat di kedua mataku. Tapi kupaksakan untuk bangun.

Air hangat sudah tersedia, nampaknya suamiku tahu akan kedinginanku semalam. Aku mandi dengan air hangat untuk kemudian bersiap menuju ke tempat kerja. Di luar langit masih begitu gelapnya dan aku keluar membonceng suamiku menuju ke perempatan biasa. Aku mengantri di halte shuttle bus menuju terminal. Memang hari ini ku lihat antrian tak sebegitu panjang. Tapi akupun tak ingin berspekulasi bahwa hari ini akan indah. Hari kemarin sudah kujadikan sebagai pelajaran kehidupan. Semua berjalan dengan lancar sampai di terminal. Aku langsung duduk di meja kerjaku.

Aku mendengar dari Eny bahwa istri dari supervisorku juga sedang hamil muda. Ya memang aku dan supervisorku si Danang melangsungkan pernikahan tak beda jauh. Aku tanggal 31 Agustus sedangkan dia tanggal 02 September. Dia salah satu orang yang menyebarkan gosip layaknya Andi, kalau-kalau aku ini hamil di luar nikah. Danang menghampiriku. Akupun mencoba menanyakan perihal kehamilan istrinya.
"Nang, katanya istrimu sudah isi ya??"
"Iya Kinanth, alhamdulillah ni sudah isi."
"Oh ya syukur kalau begitu, semoga sehat terus ya."
"Ia Kinanth, tapi ko aneh ya, perasaan aku baru nikah pada bulan September awal tapi kenapa usia kandungan istriku sudah 12 minggu aja ya?"
"Ya, kalau dokter itu ngitung kehamilan bukan dari kapan kita perempuan tidak haid lagi, tapi dihitung dari hari pertama terakhir haid dan hari terakhir terakhir haid. Makanya pasti akan membingungkan dan akan selalu membuat semua orang tercengang dan menganggap kalau ada pengantin baru trus usia kehamilannya kurang masuk akal maka selalu dianggap hamil duluan. Padahal kan tidak, sekarang kamu sudah tau kan Nang, semoga saja istrimu itu ga mendapatkan derita seperti apa yang aku rasakan. Yang kau tuduhkan padaku kala itu."
"Ya elah Kinanth, aku kan waktu itu hanya bercanda."
"Ya tapi tak seorangpun menganggap bercandamu adalah sebuah kelucuan." Astaga, dalam hatiku, entah rasa puas atau entah apa. Yang jelas jika aku dalam kebenaran tak perlu aku sendiri turun tangan menjelaskan. Dia selalu ada bersamaku dan Dia yang menjelaskan segalanya pada Danang. Aku hanya berharap tak akan ada perempuan lain yang harus menerima penderitaan sepertiku. Cukup aku dengan ceritaku ini yang lainnya jangan.

My PregnancyWhere stories live. Discover now