Bab V

2.5K 41 0
                                    

Hari itu selesai, namun gendang telingaku masih digedor-gedor dengan kata-katanya. Di hadapan mataku lalu-lalang ekspresinya dan hidung ini tak henti mencium bau dendam yang kini tumbuh begitu subur bahkan kurasai hendak berbunga. Dan bunganya berwarna merah darah. Beraroma amis dan bengis.

Arga suamiku libur hari ini, dan dia pasti menjemputku di perempatan. Dan benar saja dia sudah menunggu kehadiranku di seberang jalan. Aku segera menghampirinya, kucium tangannya sebagai tanda bakti dan kemudian dia balik mencium tanganku serta mengelus perutku.

Entah kenapa hawa emosiku masih saja ada. Dan aku kembali dikelilingi kata-kata tajam itu. Akupun menjadi diam, dan kembali air mata tak terbendung. Bedanya kali ini ada tempatku bersandar.
"Kamu kenapa sayang?" Suamiku menanyakan.
"Tak apa sayang, biar kita sampai di rumah dulu baru kemudian ku ceritakan." Motor yang kami tumpangi lima menit kemudian sudah bercokol di depan rumah. Kami masuk ke rumah dan aku segera membersihkan diri dan mengganti pakaian. Begitu aku sudah duduk di atas kasur Arga suamiku menghampiriku. Dia masih penasaran apa gerangan istrinya pulang kerja ko malah emosi.
"Sayang, coba kamu ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi?" Arga memulai.
" Apa aku salah kalau aku hamil sayang?"
"Tidak, kau hamil karena aku suamimu yang menghamilimu" tanpa sadar kembali air mataku sudah membasahi pipi. Aku tersedu dan kaku.
"Tenangkan dirimu sayang" suamiku memelukku dan mengelus kepalaku. Dan begitu aku tenang ku ceritakan padanya segala yang terjadi.
"Sayang, kau tau bukan kalau kita benar? Kita menjalankan semua yang memang menjadi hukum yang disepakati, aku menyentuhmupun ketika kau sudah syah menjadi istriku bukan? Tak perlu hiraukan omongan mereka sayang. Apakah mereka membantu biaya kehidupan kita sayang?" Suamiku sedikit tersulut emosinya namun aku bersyukur dia masih bisa mengontrolnya.

Usai kuceritakan segalanya aku tak lagi sadarkan diri, aku tidur di pelukannya hingga gelap menghampiri. Memang tak ada apapun yang hinggap di kepalaku ketika ku pulas. Namun begitu mata kembali terjaga semua kata-kata itu kembali menyerangku. Mereka semua menyerangku dari segala penjuru. Kanan, kiri, depan, belakang seolah mereka memata-mataiku, membisikiku akan apa yang mereka katakan. "Arrrrrrhhhhh" pekikku dalam hati. "Kenapa tak kunjung pergi, bahkan kian sering datang ke sini" kupikir aku telah sakit hati. "Tuhan, Kau yang maha segala-galanya, apakah ini suratanmu? Apakah ini jalan yang mesti kulalui? Kenapa orang sekarang tak ada yang seperti Jean Marais? Jean marais saja mengatakan pada Minke, bersikaplah adil sedari dalam pikiran. Apakah mereka tak pernah tau siapa itu Minke dan Jean Marais? Ya Tuhan, jika ini memang rencana darimu aku akan jalani peranku, menjadi si sabar yang terus sabar sampai aku tak lagi sadar bahwa aku sedang bersabar." Barangkali mereka tak mengenal Pram, jadi mereka tak mengenal Minke dan Jean Marais.

Aku terus menerus diliputi bayang-bayang itu. Aku hendak melawan dengan apa? Aku tak mampu jika harus menjelaskan satu persatu bahwa kehamilanku adalah kehamilan yang normal, bahwa aku hamil setelah aku menikah. Dan bahkan setelah menikahpun aku sempat haid dan setelah haid aku dan suamiku memang terus melaksanakan pergaulan di atas ranjang. Dan suamiku tak pernah mengeluarkannya di tempat lain tapi selalu di sana, ya di tempatnya. Jadi menjadi wajar bukan jika aku sekarang hamil? Apakah iya aku harus menjelaskan ke setiap orang yang aku kenal tentang keadaanku ini. Dan apakah mereka akan percaya dengan penjelasanku yang panjang lebar itu? Dan apakah nama baik harus dibayar dengan cara semacam itu? Atau memang tingkat kepercayaan orang kepada orang lainnya sudah menurun karena kejujuran yang hampir punah di muka bumi? Atau justru karena banyaknya kebohongan yang sudah mereka buat? Atau lelucon di era sekarang sudah semenyakitkan itu? Arrrrrrrhhhhhhggggg masih saja bayang-bayang itu menghantuiku.

Kupaksakan mata ini untuk terpejam. Walau dalam gelap bayangan dan kata-kata itu masih saja hilir mudik bergentayangan tak ada henti. Dan otakku mungkin lelah akhirnya aku entah berada di alam mana.

My PregnancyWhere stories live. Discover now