Bab XXIII

1K 20 1
                                    

Dalam benak ini masih berkata-kata. Mendengung di telinga dan hati meronta-ronta tak percaya. Apakah benar ini yang akan menjadi cerita. Aku merasa menjalankan semuanya biasa saja, memang segalanya penuh proses untuk mengetahui segala yang menjadi produk dari pekerjaanku ini. Aku yakin semua mereka yang berposisi sama denganku tau apa yang aku tahu. Tapi hati ini masih bertanya, kenapa yang terpilih di antara beribu staff yang lainnya? Dan pergunjingan memang menjadi-jadi di kalangan sesamaku. Mereka berkata "Ya pantes lah dia yang dapet, kan dia deket sama Station Manager." "Iya lah pasti dia yang dapet, kan dia deket sama supervisor, jadi wajar lah kalau dia yang dipilih." Sungguh netizen memang selalu menjadi hakim tanpa pengadilan. Mereka menghukum tanpa tau duduk perkaranya. Mereka menghujani berbagai macam pujian yang kenyataannya adalah cacian yang dibungkus rapih dan terlontar sebagai pujian lewat sindiran. Bahkan tidak hanya pemilihanku sebagai seorang yang dianggap terbaik dalam periode awal tahun hingga akhir tahun ini. Ditambah lagi dengan cerita menjadi Asisten bagi Supervisor di tempat kerja yang aku sendiri merasa sangat tak pantas dan aku sama sekali tak menginginkannya, sedangkan teman-temanku yang lain masih banyak yang mengincar posisi yang akan dinobatkan padaku. Aku memang oernah mengisi posisi itu dan aku tak kuat menahan nyinyiran setiao mereka. Hanya bertahan rentang waktu satu bulan dan pada akhirnya aku mundur. Tapi kini seolah aku tak diperbolehkan menolak apalagi mundur. Duty Manager sudah dua kali memanggilku untuk membicarakan masalah ini. Tak sedikit yang beliau terangkan padaku. Semuanya berisi kata-kata motivasi agar aku mau dan tak menggubris segala macam omongan orang yang tak mrmbangun. Sekali lagi aku memang sama sekali tak mengincar posisi itu, apalagi tuduhan kalau akau sebagai seorang pengadu karena dekat dengan Station Manager yang kian hari kian santer diperdengarkan sedangkan aku sama sekali tak pernah melakukan apa yang mereka tuduhkan. Ada hal yang masih sangat keras terdengar di telingaku.
"Aku pernah ada di posisimu dan akupun pernah juga mengalami hamil bahkan hamil besar. Dan aku mau dan mampu menjalankan semua tugas dari perusahaan dan kamu lihat sekarang? Aku duduk di sini sebagai seorang Manager."
Aku memang sedikit termotivasi dengan kata-kata itu tapi sekali lagi aku tak menginginkan posisi itu. Selain karena nantinya akan begitu banyak teman-temanku yang menjadi hakim akupun juga masih belum siap. Tapi aku harus hadir di sana. Aku diwajibkan menghadiri acara penghargaan yang diberikan kepada staff-staff berprestasi di perusahaan tempatku bekerja. Ya hari esok aku harus menghadiri acara itu. Aku rasa itu sebagai sebuah harga pembayar posisi yang akan diberikan padaku. Dan aku diharuskan datang.

Malam ini aku tak mau pusing memikirkan hari esok yang jelas belum aku taui. Aku biarkan diriku melayang setelah ku panjatkan semua yang ada di pikiranku kepadaNya. Nampak langit biru, awan sedikit saja melengkapi mentari menyelimuti. Dan suara itu datang juga, ya suara yang selalu kunanti setelah pengembaraanku di alam sana. Suara kendaraannya yang khas meyakinkanku untuk membuka mata dan membuka sedikit gordin di jendela. Benar dugaanku, kekasihku tercinta kini ia datang. Segera ku bersiap menyambutnya, ku seka muka barang sebentar, kemudian kurapikan rambutku yang terurai. Akan kutampilkan semaksimal yang aku bisa. Lepas itu segera aku bukakan pintu baginya, kucium punggung tangannya dan dibalasnya dengan kecupan di kening dan tak lupa di perutku yang kian hari kian membesar. Semilir angin mengiringi damainya hatiku. Sebentar kemudian dia memelukku mesra. Lantas dia pergi ke tempat pembersihan. Aku masuk ke kamar dan merapikan ranjang. Ku ambil pengering badan kain dengan benang-benang yang menyembul hendak kuulurkan padanya.
"Gubrakkkkkkk!!!!!!!" kepalaku berputar-putar dan aku tak tahu arah dan aku tersadar kala aku sudah tersungkur di depan kamar mandi.
Aku melihat dengan jelas dia langsung membuka kamar mandi itu dan menghampiriku.
"Apakah kamu baik-baik saja???"
"Emm i ia," kemudian aku mencoba membangkitkan diri ini.
"Urgghhhhhhh, ahhhhhhh."
"Kamu baik-baik saja bukan? Bagaimana perut kamu?"
"Arrggghhhh, rasanya perut ini nyeri entah apa sebutannya." ku jumpai air mukanya berubah. Air matanya titik. Kuyakini dia cemas, khawatir dan campur aduk. Dia bantu aku berdiri, dia rangkul aku dan papah aku hingga ke atas ranjang.
"Boleh aku minta nomor telepon Supervisi kamu? Kamu tak perlu berangkat hari ini. Kita berangkat ke dokter ketika hari sudah terang."
"Taapi,"
"Mengenai penghargaan tak perlu kau risaukan. Penghargaan jikalau memang pantas untukmu semua tak akan berubah. Yang jauh lebih penting adalah kesehatanmu dan janin yang ada di perutmu." Setelah kuberikan nomor telepon Supervisiku dia langsung menelpon dan memintakan izin untuk tidak masuk kerja pada hari itu.

My PregnancyKde žijí příběhy. Začni objevovat